SOSOK
Tak Hanya Konten, Tri Utami Raudani Hadirkan Keberanian dan Kejujuran untuk Ibu-Ibu Muda
Di sebuah desa kecil bernama Ajamu, jauh dari riuhnya kota besar, seorang anak perempuan kecil tumbuh di tengah tumpukan majalah Bobo .
Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Randy P.F Hutagaol
Sebelum satu video tayang, ada proses panjang di baliknya. Ia memulai dengan riset tren konten yang sedang fyp, membuat konsep baru yang relevan, memilih lokasi pengambilan gambar, menentukan kostum, lalu mengedit dengan detail. “Aku ingin setiap video punya pesan, bukan sekadar ikut tren,” katanya.
Inspirasi kontennya datang dari keseharian. “Kadang keresahan diri sendiri, kadang pengalaman teman, kadang obrolan ringan di dapur. Semua bisa jadi ide asal peka,” ungkapnya.
Menjadi Penenang untuk Sesama Ibu
Bagi Tami, media sosial bukan sekadar panggung pamer kehidupan. Ia ingin menjadi teman bagi para ibu muda yang tengah berjuang dengan peran ganda.
“Aku ingin menenangkan para ibu lain bahwa mereka nggak sendirian,” ujarnya.
Dalam setiap konten, ia berusaha menyelipkan pesan: bahwa ibu juga bisa berkarya dari rumah, mengejar cita-cita, dan tetap menjalankan peran keluarga tanpa rasa bersalah. “Kita bisa berdaya tanpa harus meninggalkan rumah,” tambahnya.
Tak jarang, pengikutnya membalas dengan cerita pribadi. Ada yang curhat soal burnout, ada yang berbagi rasa syukur, bahkan ada yang mengaku termotivasi untuk memulai usaha kecil dari rumah. “Aku merasa punya komunitas kecil yang saling support. Rasanya hangat,” katanya.
Puncak perjalanan Tami sebagai kreator datang ketika ia terpilih sebagai Grand Finalist Emeron Hijab Hunt 2023. Audisi dilakukan secara daring, diikuti ratusan peserta dari seluruh Indonesia.
“Aku kirim satu video konten dan nggak nyangka bisa lolos. Rasanya campur aduk antara senang dan takut,” ujarnya.
Proses karantina menjadi pengalaman berharga. “Kami para finalis dari berbagai daerah berkumpul, berbagi pengalaman, ide, dan motivasi. Rasanya seperti bertemu keluarga baru yang sama-sama berjuang di dunia digital,” katanya mengenang.
Meski sempat berat meninggalkan anak untuk sementara waktu, Tami bersyukur atas dukungan penuh suaminya. “Beliau yang paling semangat ngurus anak di rumah, sambil nyemangatin dari jauh,” ujarnya tersenyum.
Selain aktif di dunia digital, Tami juga masih menulis puisi. Beberapa karyanya dimuat di Serambi News dan surat kabar lokal di Medan. “Menulis itu tetap jadi bagian diriku,” katanya.
Di balik kecintaannya pada sastra, ada sosok penting: suaminya, Cipta Arief Wibawa, yang juga dikenal sebagai penyair senior. “Dia banyak memberi referensi, membimbing, dan menyemangati. Kadang kami diskusi sampai tengah malam soal satu bait puisi,” ujarnya.
Baginya, dunia sastra dan dunia digital punya kesamaan. “Dua-duanya sama-sama butuh pesan dan kejujuran. Mau menulis puisi atau bikin konten, harus dari hati dan tidak menjiplak,” katanya.
Menjaga Keaslian di Tengah Dunia Serba Cepat
| Sri Bunga Sirait, Mahasiswi USU yang Tetap Menjaga Nyala Musik Melayu |
|
|---|
| Sosok Sabar Saragih, Kadis Perhubungan Semasa Hidup, Bercita-cita Kurangi Jalan Rusak di Simalungun |
|
|---|
| PROFIL Komjen Suyudi Ario Seto yang Kini Menjabat Kepala BNN, Berikut Rekam Jejaknya |
|
|---|
| Sosok Harli Siregar, Putra Kelahiran Simalungun Jabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut, Alumni USU |
|
|---|
| Dari Montana ke Medan, Cerita Nikita Shaqilla Peserta YSEALI soal Perlindungan Satwa dan Lingkungan |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.