Berita Nasional
Dianggap Penuh Dosa, Alasan Dewi Soekarno Gelar Pemakaman Hidup di Jepang, Dikira Sudah Meninggal
Istri terakhir Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu muncul dalam sebuah pameran seni unik di Tokyo
TRIBUN-MEDAN.com - Ratna Sari Dewi Soekarno atau yang memiliki nama asli Naoko Nemoto kembali menjadi sorotan publik internasional.
Istri terakhir Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu muncul dalam sebuah pameran seni unik di Tokyo, Jepang, dengan tajuk “Pemakaman dalam Kehidupan”.
Dalam salah satu momen pameran, Dewi Soekarno tampak berbaring di dalam peti mati berwarna hijau dengan mata terpejam, seolah-olah telah meninggal dunia.
Foto-foto yang dibagikannya melalui akun resmi Instagram pada Selasa (16/9/2025) sontak membuat publik kaget.
Banyak warganet mengira bahwa Dewi Soekarno benar-benar telah berpulang, padahal kenyataannya ia sedang mengikuti sebuah karya seni konseptual yang menggugah perenungan tentang hidup dan mati.
Simbolisasi “Pemakaman Hidup”
Pameran seni yang diikuti Ratna Sari Dewi ini mengangkat tema “Pemakaman dalam Kehidupan”.
Tujuannya adalah mengajak masyarakat merenungkan peran, eksistensi, dan warisan seseorang semasa hidupnya.
Sosok Dewi Soekarno dipilih karena dianggap sebagai figur berpengaruh, penuh pesona, sekaligus saksi sejarah perjalanan bangsa Indonesia di masa kepemimpinan Soekarno.
Dewi Soekarno sendiri menuturkan, pengalaman berbaring di dalam peti mati sangat menyentuh hatinya.
Ia menyadari bahwa dalam kehidupan manusia ada dua hal yang tak bisa dipilih, nama yang diberikan orang tua dan pemakamannya sendiri.
“Ada satu hal yang tidak bisa dipilih manusia. Itu nama saya dari orang tua saya. Ini satu lagi yang tidak bisa saya lihat sendiri, yaitu pemakamanku sendiri,” tulis Dewi dalam keterangannya.
Pengalaman “pemakaman hidup” itu membuatnya kembali merenungkan arti kematian, ketakutan yang muncul menjelang ajal, dan harapannya untuk tetap bersinar bahkan setelah meninggalkan dunia.
“Setelah kekalahan, aku melihat ke atas bintang-bintang penuh di langit malam, dan suatu hari aku ingin terbang ke dunia dan bersinar terang sebagai eksistensi yang belum pernah terlihat sebelumnya dalam sejarah,” ujarnya penuh filosofi.
Refleksi Hidup dan Filosofi Dewi Soekarno
Meski kini usianya telah lanjut, Dewi Soekarno tetap aktif berkegiatan publik dan terlibat dalam berbagai acara seni maupun sosial.
Ia menekankan pentingnya memiliki tujuan hidup dan misi pribadi.
Menurutnya, mimpi bukan sekadar untuk dilihat, melainkan untuk diperjuangkan dengan usaha yang konsisten.
“Tidak ada mimpi yang menjadi nyata dengan sendirinya. Mimpi itu bukan untuk dilihat, melainkan untuk direbut. Sisanya tinggal usaha, usaha, dan usaha,” tegasnya.
Refleksi ini semakin bermakna mengingat statusnya sebagai istri keenam Bung Karno yang masih hidup hingga saat ini.
Dewi Soekarno tidak pernah menikah lagi setelah kepergian sang suami, dan tetap mempertahankan identitasnya sebagai bagian dari sejarah besar Indonesia.
Kehidupan Dewi Soekarno Pasca Soekarno
Setelah Soekarno lengser dari jabatan Presiden RI pada 1967 dan wafat pada 1970, Dewi Soekarno kembali ke Jepang.
Ia memilih tetap menyandang nama besar Soekarno dan menjalani hidup sebagai warga negara Indonesia yang berdomisili di luar negeri.
Di Jepang, Dewi dikenal sebagai sosialita, pebisnis, hingga tokoh televisi.
Ia juga aktif dalam kegiatan amal, membangun yayasan sosial, dan sering memberikan pandangan mengenai isu-isu terkini, baik yang berkaitan dengan Indonesia maupun dunia internasional.
Hingga kini, sosoknya dianggap mewakili sisi glamor sekaligus dramatis dari warisan Bung Karno.
Kisah Lain: Soekarno dan Wanita Jepang Sebelum Ratna Sari Dewi
Kisah pernikahan Bung Karno dengan Ratna Sari Dewi ternyata bukan pertama kalinya sang proklamator menikah dengan perempuan Jepang.
Sebelum itu, Soekarno sempat menikah dengan seorang model Jepang bernama Sakiko Kanase.
Pernikahan Soekarno dengan Sakiko Kanase
Informasi ini diungkapkan oleh Yoshiko Sawada (77), sahabat ibu Sakiko, dalam wawancara eksklusif dengan Tribunnews pada 2017.
Yoshiko mengaku hadir dalam pesta pernikahan Soekarno dengan Sakiko di Hotel Daiichi, Ginza, Tokyo, pada tahun 1958.
Menurut Yoshiko, setelah menikah, Sakiko sempat dibawa ke Jakarta, namun pernikahan itu berakhir tragis.
Pada Oktober 1959, Sakiko bunuh diri di kamar mandi dengan memotong urat nadi.
Ia bahkan sempat memeluk Islam dan berganti nama menjadi Saliku Maisaroh.
Kisah tragis ini menambah babak kelam dalam sejarah asmara Soekarno.
Setelah kematian Sakiko, barulah Bung Karno menikah dengan Naoko Nemoto (Ratna Sari Dewi) pada tahun 1962.
Latar Belakang Pertemuan Soekarno dan Sakiko
Menurut buku The Japanese and Soekarno’s Indonesia karya Masashi Nishihara (1975), pertemuan Soekarno dan Sakiko berawal dari urusan kompensasi perang Jepang kepada Indonesia.
Melalui Kinoshita Trading Company, Sakiko diperkenalkan kepada Soekarno sebagai bagian dari lobi politik.
Sakiko sempat tinggal di Jakarta dengan menyamar sebagai guru, sebelum akhirnya dinikahi Bung Karno.
Namun, kehidupan pernikahannya penuh tekanan hingga berujung pada tragedi.
Dewi Soekarno, Perempuan Jepang Kedua yang Dinikahi Bung Karno
Naoko Nemoto atau Ratna Sari Dewi dikenal publik saat masih berusia 19 tahun dan bekerja sebagai hostess di klub malam Copacabana, Akasaka, Tokyo.
Ia resmi menikah dengan Soekarno pada 1962.
Sebagai istri seorang kepala negara, Dewi Soekarno harus beradaptasi dengan kehidupan politik dan budaya Indonesia.
Ia mendampingi Soekarno di berbagai acara kenegaraan hingga akhirnya Soekarno jatuh dari kursi kepresidenan.
Tidak seperti Sakiko Kanase yang kisahnya berakhir tragis, Dewi mampu bertahan dan membangun citra baru setelah kembali ke Jepang.
Ia bahkan menjadi salah satu tokoh Jepang yang dikenal luas karena statusnya sebagai istri presiden Indonesia.
Makna Pameran “Pemakaman Hidup”
Pameran seni yang diikuti Dewi Soekarno bukan sekadar pertunjukan visual.
Lebih dari itu, ia ingin menyampaikan pesan mendalam bahwa kematian adalah bagian tak terelakkan dari hidup.
Dengan pengalaman langsung berbaring di peti mati, Dewi mengajak publik untuk tidak takut menghadapi kenyataan hidup dan mati.
Justru, menurutnya, hal itu menjadi pengingat agar manusia menjalani hidup dengan penuh arti, tujuan, dan dedikasi.
Ratna Sari Dewi Soekarno, sosok legendaris yang pernah menjadi bagian dari sejarah besar Indonesia, kembali mengingatkan publik tentang nilai kehidupan melalui karya seni yang unik.
Dari kisah cintanya dengan Soekarno, perjalanan hidupnya sebagai janda presiden, hingga keterlibatannya dalam seni dan aktivitas sosial, Dewi Soekarno terus menunjukkan bahwa dirinya tetap relevan dan berpengaruh.
Pameran “Pemakaman Hidup” bukan hanya menjadi ajang refleksi pribadi, tetapi juga pesan universal bahwa setiap manusia pada akhirnya akan menghadapi kematian.
Yang terpenting adalah bagaimana kita hidup, berkarya, dan meninggalkan warisan yang berarti bagi dunia.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive.com
(*/ Tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| Indonesia Diberi Kuota Haji 2026 Sebanyak 221 Ribu, Berikut Rincian Khusus dan Reguler |
|
|---|
| Pemerintah Usulkan Biaya Haji 2026 Turun Rp 1 Juta, Simak Jumlah yang Dibayarkan Per Jemaah |
|
|---|
| JOKOWI Buka Suara soal Polemik Beban Utang Whoosh: Kereta Cepat untuk Investasi Sosial |
|
|---|
| TAK Gentar Disentil Hasan Nasbi, Menkeu Purbaya Serang Balik: Pemerintah Stabil Kecuali di Mata Dia |
|
|---|
| Tarian Nandak Ondel-Ondel Betawi Pecahkan Rekor MURI, Simbol Harmonisasi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.