Berita Viral

BANYAKNYA Korban Keracunan MBG, Natalius Pigai Sebut Human Error dan Tidak Ada Pelanggaran HAM

Ribuan kasus keracunan yang terjadi di berbagai wilayah karena nenu Makan Bergizi Gratis (MBG) memicu kekhawatiran

Editor: AbdiTumanggor
Kolase Foto Ilustrasi/Istimewa
KASUS KERACUNAN SISWA: Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memberikan pandangannya terkait insiden tersebut, menegaskan bahwa kasus keracunan MBG tidak serta-merta masuk dalam kategori pelanggaran HAM. (KOLASE FOTO ILUSTRASI/ISTIMEWA) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai upaya pemenuhan gizi anak sekolah kini menjadi sorotan publik.

Ribuan kasus keracunan yang terjadi di berbagai wilayah memicu kekhawatiran dan perdebatan mengenai tata kelola serta tanggung jawab dalam pelaksanaannya.

Perlu Perbaikan Menyeluruh

Kasus keracunan MBG menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dan masyarakat.

Meski tidak dikategorikan sebagai pelanggaran HAM, insiden ini menunjukkan perlunya perbaikan menyeluruh dalam tata kelola program.

Revitalisasi, peningkatan keterampilan, pengawasan ketat, dan perbaikan sanitasi menjadi kunci agar program MBG benar-benar memberikan manfaat tanpa menimbulkan risiko kesehatan.

Dengan komitmen dan evaluasi berkelanjutan, program MBG dapat menjadi solusi jangka panjang dalam pemenuhan gizi anak-anak Indonesia, sekaligus memperkuat sistem pelayanan publik yang lebih aman dan terpercaya. Demikian harapan Prabowo Subianto sejak dilantik menjadi Presiden RI ke-9.

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memberikan pandangannya terkait insiden tersebut, menegaskan bahwa kasus keracunan MBG tidak serta-merta masuk dalam kategori pelanggaran HAM.

Baca juga: KETIKA Cucu Mahfud MD Jadi Korban Keracunan MBG

Human Error dan Aspek HAM.

Dalam pernyataannya di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Pigai menjelaskan bahwa pelanggaran HAM baru bisa dikategorikan jika ada unsur kesengajaan atau pembiaran dalam kejadian tersebut.

Ia mencontohkan, jika makanan yang disajikan basi atau dimasak oleh juru masak yang kurang terampil, maka hal itu lebih tepat disebut sebagai human error.

"Kesalahan masak karena kurang terampil atau makanan basi tidak bisa langsung disebut pelanggaran HAM," ujar Pigai, Rabu (1/10/2025).

Pigai juga menyoroti bahwa permasalahan dalam program MBG lebih banyak berasal dari fungsi administrasi dan manajemen yang belum optimal.

Menurutnya, kesalahan dalam aspek tersebut tidak bisa dipidana, melainkan harus diperbaiki melalui evaluasi dan peningkatan kapasitas.

Evaluasi dan Kendala Pelaksanaan

Pigai mengakui bahwa pelaksanaan MBG menghadapi berbagai kendala, mulai dari produksi, distribusi, hingga pengawasan.

Salah satu masalah utama adalah keterampilan juru masak yang belum memadai.

"Ada kendala dalam keterampilan memasak, distribusi pangan, dan tempat penyimpanan. Pengawasan juga masih kurang," ungkapnya.

Meski demikian, Pigai menegaskan bahwa program MBG tetap harus berjalan dengan disertai revitalisasi, peningkatan keterampilan, dan pengawasan yang lebih ketat.

Ia menyarankan agar pemerintah merekrut tenaga-tenaga terampil untuk mendukung pelaksanaan program secara lebih profesional.

Data Korban dan Temuan Kemenkes

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hidayana, menyebutkan bahwa hingga 30 September 2025, terdapat lebih dari 6.457 orang yang terdampak keracunan MBG.

Kasus terbanyak terjadi di Pulau Jawa, dengan 4.147 korban, disusul Sumatera sebanyak 1.307 orang, dan wilayah Indonesia timur sebanyak 1.003 orang.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengidentifikasi delapan jenis bakteri dan dua virus sebagai penyebab utama keracunan.

Bakteri tersebut meliputi salmonella, escherichia coli, bacillus cereus, staphylococcus aureus, clostridium perfringens, listeria monocytogenes, campylobacter jejuni, dan shigella. Sementara virus yang ditemukan adalah norovirus atau rotavirus dan hepatitis A.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya identifikasi mikroorganisme tersebut untuk menentukan jenis perawatan yang tepat bagi korban.

Ia juga menyebut bahwa temuan ini membantu melacak sumber keracunan dan memperbaiki sistem sanitasi di dapur-dapur MBG.

Tantangan Sanitasi dan Infrastruktur

Dadan Hidayana mengungkap bahwa banyak dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) belum memiliki sanitasi air yang memadai.

Presiden pun telah memerintahkan agar seluruh SPPG dilengkapi dengan alat sterilisasi. Di beberapa daerah seperti Bandung, meski dapur tertata baik, standar pencucian alat makan masih belum sesuai aturan.

BGN telah menginstruksikan penggunaan air galon untuk memasak dan menyarankan penyaringan air untuk mencuci alat makan dan bahan makanan. Langkah ini diharapkan dapat menekan risiko keracunan di masa mendatang.

(*/Tribun-medan.com)

Artikel telah tayang di Kompas.com

Baca juga: Dinkes Ungkap Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Seluruh Dapur MBG di Siantar Masih Berproses

MBG di SMA Asahan Diduga Terkontaminasi, Gubsu Bobby: Sedang Dicek di Laboratorium Dinkes Sumut 

Baca juga: Jumlah Siswa Korban Keracunan MBG Bertambah di SD Gedong 1 Pasar Rebo, Menu Bau dan Berlendir

Baca juga: KETIKA Cucu Mahfud MD Jadi Korban Keracunan MBG

Baca juga: TERUNGKAP Tata Kelola Program MBG Diisi Sekeluarga, Mulai dari Anak, Ponakan, Istri, sampai Besan

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved