OTT KPK di Riau

Terima Jatah Preman, Modus Gubernur Riau Kena OTT KPK, Orang Kepercayaan Abdul Wahid Serahkan Diri

Ternyata, Abdul Wahid memiliki modus tersendiri berupa 'jatah preman' dalam dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukannya.

|
Tribunnews.com
GUBERNUR RIAU TIBA DI KPK - Gubernur Riau Abdul Wahid tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (4/11/2025) pagi. Abdul Wahid mengenakan alas kaki berupa sandal, alih-alih menggunakan sepatu formal. 

“Pada petang ini, Saudara DNM menyerahkan diri dan saat ini sedang dilakukan pemeriksaan,” ujarnya.

Dalam kasus ini, KPK telah mengamankan 10 orang termasuk Abdul Wahid, Tata, dan Dani.

Sita Uang Rp1,6 M, Diduga Bukan Hasil Pemerasan Pertama Abdul Wahid

Selain menangkap pelaku, KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang senilai Rp1,6 miliar dalam pecahan mata uang asing serta rupiah.

Budi mengungkapkan bahwa uang tersebut diduga bukan hasil pemerasan pertama yang dilakukan Abdul Wahid.

“Artinya kegiatan tangkap tangan ini adalah bagian dari beberapa atau dari sekian penyerahan sebelumnya. Jadi sebelum kegiatan tangkap tangan ini diduga sudah ada penyerahan-penyerahan lainnya,” kata Budi.

Dia juga menjelaskan uang dalam pecahan mata uang asing diamankan dari kediaman Abdul Wahid di Jakarta. Sementara, uang rupiah disita saat OTT di Riau.

“Dan untuk uang-uang dalam bentuk Dollar dan Pound Sterling diamankan di Jakarta, di salah satu rumah milik saudara AW (Gubernur Riau Abdul Wahid),” ujarnya.

Gubernur Kedua yang Kena OTT di Era Prabowo

Terlepas dari kasus ini, Abdul Wahid tercatat menjadi gubernur kedua yang terjaring OTT KPK di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Sebelumnya, ada Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah yang terjaring OTT pada 23 November 2024 lalu.

Ketika itu, pemerintahan Prabowo baru memasuki bulan pertama setelah resmi dilantik pada 20 Oktober 2024.

Bahkan, modus yang digunakan Abdul Wahid dan Rohidin memiliki kesamaan yakni pemerasan.

Rohidin melakukan pemerasan dengan tujuan untuk membiayai Pilkada Bengkulu 2024.

Ternyata, perintah pemerasan tersebut sudah disampaikan Rohidin melalui anak buahnya sejak Juli 2024 lalu.

Lalu, pemerasan baru dimulai pada September-Oktober 2024 di mana anak buah Rohidin mengancam perangkat daerah akan diganti jika majikannya itu tidak terpilih lagi menjadi Gubernur Bengkulu.

Akhirnya, para perangkat daerah seperti kepala dinas pun melakukan apa yang diperintahkan anak buah Rohidin itu dengan memotong beberapa pos anggaran seperti alat tulis kantor hingga perjalanan dinas.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved