Berita Viral
NASIB Arsul Dilaporkan ke Bareskrim Usai Keluar Putusan MK Larang Polri Aktif Duduki Jabatan Sipil
Selain ijazah, Arsul juga menunjukkan transkrip nilai hingga foto kelulusannya. Semua yang ia tunjukkan bukan salinan, merupakan dokumen asli.
TRIBUN-MEDAN.COM - Mantan anggota Komisi III DPR RI yang saat ini menjabat Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arsul Sani, diterpa isu menggunakan ijazah palsu.
Isu ini menghangat setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil.
Terkait isu ini, Arsul Sani pun menunjukkan ijazah doktoralnya ke hadapan publik dalam jumpa pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (17/11/2025), diktutip dari Tribunnews.com.
Selain ijazah, Arsul juga menunjukkan transkrip nilai hingga foto kelulusannya. Semua yang ia tunjukkan bukan salinan, merupakan dokumen asli.
Dengan bukti-bukti itu, ia pun mempersilakan seluruh pihak untuk menilai apakah ijazah miliknya palsu seperti yang dilaporkan.
"Semua berkas ini sudah saya sampaikan juga kepada Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi, ini termasuk beberapa catatan kuliah atau komunikasi yang saya masih punya," ujar Arsul.
Diketahui, Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi melaporkan Hakim Konstitusi Arsul Sani ke Bareskrim Polri terkait dugaan penggunaan ijazah doktor palsu pada Jumat (14/11/2025).
Dalam laporan itu, pihak aliansi menyerahkan sejumlah bahan pemberitaan untuk memperkuat dugaan bahwa ijazah doktor Arsul Sani bermasalah. Mereka juga menyebut universitas tempat Arsul menempuh studi tengah diselidiki otoritas antikorupsi Polandia terkait legalitas operasionalnya.
Universitas itu bernama Collegium Humanum (CH)/Warsaw Management University (WMU), tepatnya di Warsawa, Polandia.
Sosok Arsul Sani
Arsul Sani lahir di Pekalongan pada 8 Januari 1964 dan menapaki perjalanan panjang sebagai seorang praktisi hukum sekaligus politisi.
Tahun 1982, Arsul masuk Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang kemudian menjadi pijakan awal kariernya sebagai advokat dan pengacara korporat.
Nama Arsul semakin dikenal ketika ia aktif di dunia politik melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PPP periode 2016–2021, lalu terpilih menjadi anggota DPR RI dan sempat menduduki posisi Wakil Ketua MPR RI.
Pada Januari 2024, Arsul dilantik sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi menggantikan Wahiduddin Adams.
Ramai setelah Keluarnya Putusan MK terkait Rangkap Jabatan Polisi Aktif
Isu ijazah palsu Asrul ini ramai, setelah MK memutuskan bahwa Kapolri tidak dapat lagi menugaskan anggota polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil, kecuali mereka telah mengundurkan diri atau pensiun.
Putusan ini dibacakan langsung oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Suhartoyo.
Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri justru menimbulkan ketidakjelasan norma.
“Yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud,” ujar Ridwan.
Perumusan yang demikian berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian.
Sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.
Permohonan ini diajukan Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite.
Menurut mereka, terdapat anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil pada struktur organisasi di luar Polri, di antaranya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekjen Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, Kepala BNPT.
Anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan tersebut tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun. Hal demikian menurut pemohon sejatinya bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik.
Serta merugikan hak konstitusional para pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.
Ketok Palu Langsung Dijalankan
Terpisah, Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI (Menkopolhukam), Mahfud MD, menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan larangan bagi anggota polisi untuk menduduki jabatan sipil sebelum pensiun atau mengundurkan diri.
Diketahui, MK memutuskan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) tidak dapat lagi menugaskan anggota polisi aktif untuk menduduki jabatan non-kepolisian.
Aturan ini tertuang dalam putusan MK untuk perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 terkait uji materi Pasal 28 ayat (3) beserta penjelasannya dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
Adapun putusan tersebut, dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).
"Amar putusan, mengadili: 1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Suhartoyo.
Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan, frasa 'atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri' dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri justru menimbulkan ketidakjelasan norma.
“Yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud,” ujar Ridwan.
Perumusan demikian berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian.
Selain itu, dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berada di luar institusi kepolisian.
Langsung Berlaku setelah Hakim Ketok Palu
Mahfud MD, yang baru saja dilantik menjadi anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri oleh Presiden RI Prabowo Subianto pada Jumat (7/11/2025), menegaskan putusan MK terkait larangan anggota polisi aktif menempati jabatan sipil ini langsung berlaku begitu palu hakim diketok.
Ia pun menjelaskan, perbedaan antara putusan MK dan putusan Komisi Percepatan Reformasi Polri.
Menurut akademisi bidang hukum yang pernah menjabat sebagai Ketua MK 2008-2013 ini, putusan Komisi Percepatan Reformasi Polri bersifat administratif dan langsung disampaikan ke Presiden RI.
Sementara, putusan MK merupakan putusan hukum dan sifatnya mengikat.
"Kalau putusan Komisi Reformasi Polri itu administratif nanti, disampaikan ke presiden," kata Mahfud MD, dikutip dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube Official iNews, Sabtu (15/11/2025).
"Tapi kalau [putusan] MK putusan hukum dan meningkat. Menurut undang-undang putusan MK berlaku seketika, begitu palu diketokkan, itu berlaku," tambahnya.
Mahfud menilai, ketika putusan MK ini resmi berlaku setelah hakim mengetok palu, maka institusi kepolisian juga harus segera mengatur pemberhentian anggotanya yang menjabat jabatan sipil.
Hal itu demi menegakkan prinsip negara hukum dan negara demokrasi konstitusional.
"Sehingga, proses-proses pembentiaan itu harus segera diatur kembali, kalau kita masih mau mengakui bahwa ini adalah negara hukum atau negara demokrasi konstitusional," ujar Mahfud.
Hakim kelahiran Sampang, Jawa Timur 13 Mei 1957 itu, juga menegaskan, putusan MK tidak perlu mengubah Undang-undang (UU) yang mengatur penugasan anggota polisi ke jabatan non-sipil oleh Kapolri. Sebab, UU tersebut sudah otomatis batal oleh putusan MK. "Putusan MK itu nggak usah harus mengubah undang-undang. Langsung berlaku," tegas Mahfud MD.
"Undang-undangnya yang isinya 'atau ditugaskan oleh Kapolri' itu kan sudah dibatalkan. Berarti, sekarang karena batal, ya sudah nggak usah diubah lagi, [nggak perlu] membuang frasa dalam undang-undangnya," tandasnya.
Tanggapan Anggota DPR RI
Meskipun putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil, nyatanya praktik tidak pernah bisa langsung dieksekusi. Hal itu dikatakan Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil.
Nasir Djamil menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil sejatinya dapat langsung dilaksanakan secara normatif.
Namun, Nasir mengakui bahwa dalam praktik, eksekusi putusan MK kerap membutuhkan waktu.
"Secara normatif, putusan MK itu bisa langsung dilaksanakan. Tetapi dalam praktiknya hampir tidak pernah ditemukan bahwa putusan MK bisa langsung dieksekusi," kata Nasir kepada Tribunnews.com, Minggu (16/11/2025).
Baca juga: Menkeu Purbaya Tanggapi Mobil Bawa Uang Rp 4,6 Miliar Terbakar: Tanggung Jawab Bank
Menurut Nasir, setiap putusan MK umumnya tetap memberikan ruang bagi pemerintah dan DPR untuk menyiapkan perubahan regulasi.
"Selalu ada jeda dan memberikan waktu kepada Pemerintah dan DPR untuk menyiapkan perubahan regulasi," ujarnya.
Ia menjelaskan, putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 membatalkan frasa “tidak dalam penugasan Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI.
Ketentuan tersebut selama ini menjadi dasar penempatan anggota Polri pada jabatan di luar struktur kepolisian.
Menurut Nasir, pengaturan mengenai pengisian jabatan sipil oleh anggota Polri maupun TNI juga beririsan dengan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN serta PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Baca juga: RESMI MK Larang Polisi Rangkap Jabatan Sipil, Mahfud MD Tegaskan Sudah Berlaku Sejak Ketok Palu
"Ada kaidah hukum berbunyi lex posteriori derogat legi priori yang artinya undang-undang yang lebih baru mengenyampingkan undang-undang yang lama," ucapnya.
Dengan adanya putusan MK tersebut, Nasir menilai pemerintah dan DPR perlu segera mempertimbangkan revisi atas UU Nomor 2 Tahun 2002.
(Tribun-Medan.com)
Baca juga: Jimly Asshiddiqie Sebut Prabowo Marah ke MK Putuskan Pemilu Terpisah: Gak Usah Terlalu Serius
Baca juga: ISTANA Minta Polri Hormati Putusan MK soal Jabatan Sipil Diduduki Anggota Polisi Aktif
Baca juga: Putusan MK Larang Polisi Duduki Jabatan Sipil Segera Ditindaklanjuti, Anggota DPR: Praktiknya Tidak
Artikel ini sebagiana telah tayang di Tribunnews.com
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Arsul Sani Tunjukkan Ijazahnya
Hakim MK Arsul Sani
Putusan MK Larang Polri Aktif Duduki Jabatan Sipil
| HEBOH Musang Birahi di Kawasan Danau Sipin, Pasangan Sejoli Terekam Lagi Berduaan di Kegelapan |
|
|---|
| PEMBELAAN Diri Dhia Gemoy Disebut Tinggalkan Suami demi Nikah dengan Pria yang Janjikan Mobil Pajero |
|
|---|
| Nasib Helwa Bachmid Ngaku Ditelantarkan, Kini Berbalik Terancam Dipenjarakan Istri Sah Habib Bahar |
|
|---|
| Modus Istri Pura-pura Pendarahan, Pria Ngaku Polisi Bawa Kabur Taksi Online, Akhir Nasib Menyedihkan |
|
|---|
| Petugas PPSU Temukan Bayi di Tumpukan Sampah, Masih Hidup di Dalam Googie Bag Terikat |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/TUNJUKKAN-IJAZAH-ASLI.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.