Berita Nasional

YLBHI Desak Presiden Prabowo Terbitkan Perppu Batalkan KUHAP yang Baru Disahkan DPR

Penolakan dari masyarakat sipil hingga demonstrasi, karena minim transparansi dan partisipasi publik.

Editor: Salomo Tarigan
Tangkapan Layar YouTube Sekretariat Presiden
PRESIDEN PRABOWO - Presiden RI Prabowo Subianto 

TRIBUN-MEDAN.com - Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) akhirnya disahkan

Meski dari awal munculnya isu pembahasan RKUHAP sudah diwarnai protes. 

Penolakan dari masyarakat sipil hingga demonstrasi, karena minim transparansi dan partisipasi publik.

Tapi nyatanya DPR tetap mensahkan KUHAP yang baru tersebut.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). 

Desakan ini bertujuan untuk membatalkan atau menunda keberlakuan KUHAP baru yang baru saja disahkan DPR RI secara terburu-buru pada 18 November 2025 lalu.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menegaskan bahwa penerbitan Perppu sangat mendesak karena KUHAP baru tersebut dinilai cacat prosedur dan memuat substansi yang membahayakan penegakan hukum serta hak asasi manusia.

"Kami mendesak Prabowo untuk segera menerbitkan Perppu, batalkan segera KUHAP ini, karena ini membahayakan penegakan hukum," kata Isnur dalam konferensi pers di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Sabtu (22/11/2025).

DPR Dinilai Sembunyikan Draf

Isnur mengungkapkan kekecewaannya terhadap proses legislasi di DPR yang dinilai tidak transparan. 

Menurutnya, DPR terkesan menyembunyikan draf RUU KUHAP dari publik. 

Koalisi sempat memberikan masukan pada bulan Juli dan meminta draf perbaikan melalui surat keterbukaan informasi publik.

Namun tidak pernah mendapatkan respons.

"DPR menyembunyikan, tidak pernah ngeshare hasil pasal-pasal draf KUHAP. Sampai akhirnya, di pertengahan November panja langsung rapat, disahkan di Komisi III, dan berselang empat hari langsung disahkan di paripurna," ujar Isnur.

Ia juga menyoroti bahwa draf final baru diunggah pada pagi hari menjelang rapat paripurna, sehingga menutup celah bagi jurnalis, akademisi, dan masyarakat sipil untuk mempelajarinya.

Menanggapi tudingan "pemalas" dari Ketua Komisi III DPR RI karena masyarakat sipil dianggap tidak memantau, Isnur membantah keras. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved