Berita Nasional
YLBHI Desak Presiden Prabowo Terbitkan Perppu Batalkan KUHAP yang Baru Disahkan DPR
Penolakan dari masyarakat sipil hingga demonstrasi, karena minim transparansi dan partisipasi publik.
"Kalau disebut pemalas, kami memperhatikan sidang YouTube-nya itu. Tapi kami kan tidak bisa komen, tidak bisa kasih masukan. Jadi ada unsur kesengajaan mempercepat proses sehingga kritik dan masukan masyarakat tidak terjadi," tambahnya.
Bahaya Pasal Karet dan Absennya Kontrol
Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, menyoroti sejumlah pasal yang memberikan kewenangan berlebihan kepada kepolisian tanpa mekanisme kontrol yang jelas.
Ia menggarisbawahi Pasal 5 huruf e, Pasal 7 huruf o, dan Pasal 16 huruf k yang memberikan wewenang kepada penyelidik untuk melakukan "tindakan lain" menurut hukum.
"Pertanyaan mendasarnya, tindakan atau kegiatan lain yang dimaksud itu apa? Penjelasannya hanya tertulis 'cukup jelas'. Ini membuka ruang penyalahgunaan wewenang," kata Fadhil.
Fadhil mengkhawatirkan frasa ambigu tersebut dapat melegitimasi tindakan koruptif atau represif, seperti kasus pemerasan berkedok razia atau pelanggaran privasi dalam tayangan reality show kepolisian.
Selain itu, Fadhil mengkritik hilangnya mekanisme judicial scrutiny (uji pengadilan) dalam proses penangkapan dan penahanan di KUHAP 2025.
"Di KUHAP baru, penangkapan dan penahanan tidak ada mekanisme kontrol dan akuntabilitasnya.
Seharusnya ada pihak lain selain penyidik, yakni pengadilan, untuk menguji apakah penahanan itu diperlukan," jelasnya.
Pola Berulang Pengabaian Partisipasi Publik
Senada dengan YLBHI dan LBH Jakarta, Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri, menilai pengesahan KUHAP ini mengulangi pola buruk legislasi sebelumnya, seperti UU KPK dan Omnibus Law, di mana partisipasi publik yang bermakna diabaikan.
"Partisipasi bermakna itu bukan sekadar diundang atau disuruh nonton live streaming. Yang diinginkan adalah ruang diskusi, di mana concern masyarakat sipil dijawab, bukan monolog," ujar Nurina.
Amnesty International juga mengkhawatirkan Pasal 100 dan Pasal 93 terkait penangkapan dan penahanan yang berpotensi digunakan untuk membungkam kritik.
"Kami punya kekhawatiran sangat besar ini akan menyasar para pembela HAM yang banyak mengkritik kebijakan negara. Orang bisa ditangkap hanya dengan tuduhan menghasut tanpa bukti kuat," sebut Nurina.
Sebagai informasi, DPR RI di bawah pimpinan Ketua Puan Maharani telah mengetuk palu pengesahan RUU KUHAP pada Selasa (18/11/2025), menggantikan undang-undang lama yang telah berusia 44 tahun.
Namun, gelombang penolakan dari koalisi masyarakat sipil terus menguat menuntut pembatalan aturan tersebut.
Berpotensi Langgar HAM
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/presiden-Prabowo-pulang-dari-amerika.jpg)