Sumut Terkini

Satu Dekade LHP BPK Terhadap Pemkab Tapteng, Tahun 2021 Jadi Paling Krusial

Pemkab Tapteng kini menjadi sorotan atas proyek pembangunan kantor bupati yang kondisinya kini mangkrak.

|
Penulis: Azis Husein Hasibuan | Editor: Ayu Prasandi
Kolase Tribun Medan
MANGKRAK - Bangunan mangkrak pembangunan Kantor Bupati Tapteng. Pembangunan dimulai era Bupati Bachtiar Sibarani hingga Masinton Pasaribu. 

TRIBUN-MEDAN.com, TAPTENG - Satu dekade catatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terhadap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tapanuli Tengah (Tapteng). Tahun 2021 menjadi paling krusial.

Pemkab Tapteng kini menjadi sorotan atas proyek pembangunan kantor bupati yang kondisinya kini mangkrak.

Pembangunan Kantor Bupati Tapteng sudah berjalan hampir lima tahun.

Uang rakyat habis Rp 75,9 miliar, kantor bupatinya mangkrak dan terbengkalai.

Diketahui proyek pembangunan Kantor Bupati Tapteng menggunakan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) Tapteng pada tahun 2021.

Berikut ini satu dekade catatan LHP BKP terhadap Pemkab Tapteng.

Pada 2014-2016, BPK sudah berulang kali mencatat kelemahan serius dalam Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan penggunaan anggaran yang tidak sesuai dengan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).

Rekomendasi BPK jelas menyebut, perbaiki sistem dan tindak tegas pelanggaran. Namun, tidak ada tindakan nyata. 

Dari sini, budaya pengabaian prosedur mulai mengakar, itu menjadi cikal bakal manipulasi administrasi yang kini menjerat Pemda Tapteng.

Memasuki 2017, masalah bergeser dari pengendalian ke pencatatan aset. BPK menemukan aset daerah yang tidak tertelusur dan tidak tercatat secara lengkap. 

Rekomendasinya sederhana, lakukan inventarisasi dan validasi ulang. Tetapi hingga kini, sebagian besar belum tertib.

Akibatnya, ketika dana PEN mengalir, risiko pengelolaan tanpa pencatatan yang benar menjadi sangat besar.

Terbiasa Penyimpangan Penggunaan Dana

Tahun 2018 menegaskan pola lama, yakni belanja proyek fisik tidak sesuai dengan peruntukan. BPK meminta penertiban realisasi dan sinkronisasi antara perencanaan dan pelaksanaan. 

Namun, praktik belanja di luar ketentuan tetap berjalan. Di titik ini, Tapteng sudah terbiasa dengan penyimpangan penggunaan dana publik.

Pada tahun 2019, BPK kembali menyoroti keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan pencatatan utang yang tidak akurat. 

Rekomendasi BPK meminta disiplin pelaporan dan penguatan sistem keuangan daerah. Lagi-lagi diabaikan. 

Akibatnya, akuntabilitas pinjaman dan pengelolaan utang menjadi semakin kabur, membuka celah besar bagi manipulasi seperti kasus PEN.

Pelanggaran Naik Kelas

Kemudian pada 2020, pelanggaran pun naik kelas. BPK menemukan proyek tahun jamak yang dijalankan tanpa Perda, sebuah pelanggaran langsung terhadap PP 12/2019 tentang pengelolaan keuangan daerah. 

BPK meminta agar semua proyek tahun jamak disesuaikan dengan ketentuan hukum, tetapi Pemda Tapteng tidak menunjukkan perubahan signifikan. 

“Dari sinilah muncul pembiasaan melanggar aturan di level tinggi, yang kelak menular ke pelaksanaan pinjaman PEN,” kata Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, belum lama ini.

Titik Krusial

Iskandar Sitorus menjelaskan, LHP tahun 2021 menjadi titik krusial. BPK mencatat pengelolaan utang daerah yang tidak transparan serta kelemahan dalam pencatatan dan pelaporan kewajiban daerah. 

BPK sudah menegaskan perlunya perbaikan tata kelola utang dan peningkatan transparansi. Namun rekomendasi ini tidak dijalankan secara serius. 

Kondisi tersebut menciptakan “lahan subur” bagi pencairan dana PEN tanpa dokumen formal, karena sistem keuangan daerah sudah terbiasa longgar terhadap kewajiban administratif.

Akhirnya, pada periode 2022–2023, BPK menyoroti hal paling fatal, yaitu rekomendasi-rekomendasi lama belum ditindaklanjuti secara maksimal. 

10 Tahun Abaikan Peringatan BPK

Artinya, selama hampir sepuluh tahun, peringatan BPK diabaikan begitu saja. Akibatnya, pengawasan internal melalui Inspektorat dan pengawasan eksternal melalui DPRD benar-benar kolaps. 

Tidak ada mekanisme kontrol yang efektif, sehingga pelanggaran besar seperti pencairan Dana PEN tanpa surat usulan bisa lolos tanpa peringatan sedikit pun.

Pola tersebut memperlihatkan bahwa skandal dana PEN Tapteng bukan peristiwa kebetulan, melainkan hasil dari busuknya tata kelola yang bertahun-tahun dibiarkan. 

“Mulai SPI yang lemah, aset tak tertelusur, hingga rekomendasi audit diabaikan, semuanya membentuk jalan panjang menuju satu kesimpulan pahit yaitu, matinya pengawasan sebelum hukum ditegakkan,” katanya.

Selama satu dekade, pola pelanggaran administratif dan lemahnya tindak lanjut audit membentuk lingkungan permisif, tempat pelanggaran bisa terjadi tanpa peringatan.

“Maka ketika dana PEN cair tanpa dokumen, sistem birokrasi daerah tak lagi bereaksi, karena menjadi sudah terbiasa,” katanya.

Menuju Ranah Pidana

Iskandar Sitorus menilai, kasus ini berpotensi menembus batas administratif menuju ranah pidana. Salah satunya, terjadi penyalahgunaan wewenang sesuai pasal 3 UU Tipikor. 

“Di mana pejabat di Pemda maupun Kemenkeu yang memproses pencairan tanpa dokumen telah menggunakan kewenangannya secara melawan hukum dan berpotensi merugikan keuangan Negara,” katanya.

Kemudian, perusakan sistem keuangan negara, karena jika satu daerah bisa menerima pinjaman tanpa usulan, maka seluruh sistem e-Pinjam Daerah dan SDPDN kehilangan kredibilitas sebagai instrumen kontrol keuangan negara.

Selanjutnya, pengawasan internal inspektorat dan DPRD Tapteng yang gagal menjalankan fungsi. LHP BPK berulang kali memperingatkan, tapi rekomendasinya diabaikan.

“Ketika rekomendasi audit diabaikan bertahun-tahun, bukan lagi salah sistem, itu pembiaran yang disengaja,” katanya.

(ase/ Tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved