Breaking News

Demo Tutup PT TPL

Cerita Tetua Adat dari Simalungun, Sering Ditindas, Tak Bisa Bertani Hingga Ditetapkan Tersangka

Setiap petuah adat ini memiliki cerita peliknya kehidupan mereka pasca PT TPL masuk ke wilayahnya.

|
Penulis: Anisa Rahmadani | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/ANISA
Tetua Adat Sorbatua Siallagan saat diwawancarai saat unras  di Kantor Gubernur Sumut, Senin (10/112025).  Ia menceritakan duduk perkara permasalahan pihaknya dengan PT TPL. 

Namun, Sorbatua batal dihukum dan ia dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Medan. Karena banding yang diajukannya. Kejadian ini, sudah terjadi 17 Oktober 2024. Kasus ini merupakan bagian dari konflik agraria yang lebih luas terkait hak hak tanah adat

Diketahui, Ribuan Masyarakat yang tergabung dari berbagai eleman masyarakat menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumut, Senin (10/11/2025). Mereka meminta Gubernur Sumut Bobby Nasution untuk mendengar keluhan mereka secara langsung.

Namun sayangnya, yang menemui mereka adalah Wakil Gubernur Sumt Surya. Menurut Surya, saat ini Bobby sedang menghadiri acara Hari Pahlawan di Jakarta.

Dan massa pun tetap tidak terima dan ingin menunggu Bobby Nasution datang menemui mereka.
Ketua Sekber Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis di Sumut, Pastor Walden Sitanggang meminta agar TPL ditutup.

"Kami melawan, kami menolak kehadirannya (PT TPL) di Tapanuli Raya, kami berharap tidak ada lagi air mata yang dijatuhkan oleh ibu-ibu, tidak ada lagi anak-anak yang menangis karena trauma, tidak ada lagi orang yang mengalami ketidaknyamanan di rumahnya sendiri, di ladang nya, di tanah leluhurnya karena gebukan karena pukulan karena intimidasi dari PT Toba Pulp Lestari," kata di lokasi, Senin (10/11/2025).

Walden mengaku kecewa dengan adanya pernyataan Gubsu Bobby Nasution soal PT TPL tidak boleh diganggu karena memiliki alas hak.

"Padahal menurut Walden, TPL sudah merampas hak rakyat hingga merusak akal," jelasnya.

Hal senada juga disampaikan, Pimpinan Aksi, Rokki Pasaribu, menyebutkan jika kekerasan terhadap rakyat yang dilakukan PT TPL sudah berulang selama puluhan tahun. Sehingga solusi agar PT TPL tidak beroperasi lagi menjadi pilihan.

"Kekerasan yang diperlihatkan TPL belakangan ini adalah kekerasan yang berulang sebenarnya dan ini sudah berlangsung puluhan tahun, sehingga kita berkesimpulan tidak ada solusi lain selain perusahaan ini harus hengkang," sebut Rokki Pasaribu.

Sementara itu, Humas PT TPL Salomo membantah semua isu yang disampaikan massa unras di Pemprov Sumut

"Deforestasi. Kami menegaskan bahwa kegiatan pemanenan dan penanaman kembali dilakukan di dalam area konsesi berdasarkan tata ruang, Rencana Kerja Umum (RKU), dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah disetujui pemerintah," jelasnya.

Selain itu, Salomo mengatakan telau membuat komitmen terhadap komunikasi dan keterbukaan.

"Selama lebih dari 30 tahun beroperasi, PT TPL berkomitmen menjalin komunikasi terbuka dengan masyarakat melalui berbagai dialog, sosialisasi, dan program kemitraan yang melibatkan Pemerintah, Masyarakat Hukum Adat, tokoh agama, tokoh pemuda, akademisi, serta lembaga swadaya masyarakat. Pendekatan sosial ini dilakukan secara inklusif dan berkelanjutan,"jelasnya.

Selain itu, seluruh prosedur pengolahan PT TPL, sesuai prosedur lingkungan oleh KLHK.

"Audit menyeluruh oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2022–2023 menyatakan bahwa PT TPL taat terhadap seluruh regulasi dan tidak ditemukan pelanggaran terhadap aspek lingkungan maupun sosial," jelasnya.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved