Breaking News

Berita Viral

Bakso Babi yang Viral di Jogja Tetap Ramai Pengunjung, Pak RT Amati Gerak-gerik Tak Biasa Penjual

Usut punya usut, berdasarkan KTP, kata Handoko, penjual bakso babi itu memeluk agama Islam

Dok. DMI Ngestiharjo via Tribun Jogja
BAKSO BABI - Proses pemasangan spanduk bakso mengandung babi di salah satu warung di Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta oleh DMI Ngestiharjo dan MUI pada Jumat (24/10/2025). 

TRIBUN-MEDAN.com - Warung bakso di Bantul, Yogyakarta yang viral lantaran mengandung babi atau non halal tetap ramai pengunjung meski sudah di pasang spanduk Bakso Babi.

Baru-baru ini terungkap, warga Yogyakarta tengah dihebohkan dengan munculnya bakso berbahan dasar daging babi.

Lebih menghebohkan lagi, penjualnya tidak memasang label non halal di lapak jualan miliknya.

Ternyata itu telah dilakukan selama bertahun-tahun.

Jadi selama itu, tak banyak orang tahu jika jualannya mengandung bahan non halal.

Baca juga: HEBOH Penjual Bakso Babi Tak Pasang Label Non Halal, Ada Pelanggannya Berhijab, Dulu Dagang Keliling

Baru-baru ini, akhirnya ketahuan dan membuat warga serta dewan masjid setempat kaget.

Harusnya, bila berjualan dengan bahan dasar yang non halal, wajiblah memasang label non halal.

Tentu untuk tidak terkesan menjerumuskan bagi konsumen yang berpantang dengan bahan non halal tersebut.

Ketahuannya bakso babi itu diungkap oleh  Ketua RT 4, Padukuhan Dukuh IV Cungkuk, Kalurahan Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Bambang Handoko.

Dalam penjelasannya, pemilik usaha bakso babi itu disebutnya berinisial S.

Baca juga: Polres Tanah Karo Bongkar Ladang Ganja di Pancur Batu, 400 Batang Dimusnahkan

Ternyata, Bambang sudah pernah mengingatkan S soal jualannya.

"Pernah tulisan non halal itu dipasang, tapi dengan tulisan kecil. Terus saya tegur, tulisannya dipasang agak besar. Tulisannya pakai karton gitu. 

Kemudian, yang terakhir ini pemasangan spanduk dari pemuda muslim setempat dan kemarin diganti dari MUI," ucapnya, saat dijumpai di rumah Handoko yang berjarak sekitar 50 meter dari usaha bakso babi, Senin (27/10/2025), melansir dari TribunJogja.

Dikatakannya, tempat usaha bakso babi itu bukan tempat pribadi S, melainkan sewa kepada seorang warga setempat.

Yang bersangkutan selama ini hanya tinggal di Cebongan, Kalurahan Ngestiharjo atau berjarak sekitar 300 meter dari lokasi usaha.

Baca juga: LIGA ITALIA - AC Milan Gagal Menang dari Atalanta, Kasih Jalan Napoli ke Puncak Klasemen

Orang itu juga disebut-sebut warga asli Ngestiharjo.

Ia pun mengungkapkan S telah berujalan bakso sejak tahun 1990-an.

Bahkan, masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi usaha bakso babi itu sudah banyak tahu jika bakso buatan S mengandung bahan non halal.

Lain halnya dengan masyarakat luar kampung tersebut yang sampai saat ini banyak belum mengetahui bakso buatan S mengandung bahan non halal dikarenakan tidak diberi lebel non halal.

"Selama ini enggak ada (masyarakat setempat yang menegur pembeli bakso buatan S saat sebelum diberi lebel non halal). Apalagi, saya sendiri kan tidak pernah di rumah (jarang di rumah dikarenakan memiliki kesibukan lain). Saya sebagai RT di sini jarang di rumah. Kemudian, pantauan saya tidak begitu ketat," tuturnya.

Usaha bakso babi itu pun disebut-sebut buka setiap pukul 14.00 WIB sampai selepas maghrib.

Pembelinya pun dinilai cukup ramai dan diduga ada pula konsumen yang berasal dari luar kota.

Namun, setelah spanduk tulisan bakso babi dipasang, ternyata konsumennya tidak berkurang.

"Setelah dipasang tulisan bakso babi, beberapa hari ini sudah tidak ada konsumen yang menggunakan jilbab beli di sana. 

Tapi, sebelum itu, ya kadang-kadang saya juga melihat dan mendekati pembeli jilbab itu untuk menjelaskan bahwa bakso itu ada kandungan babi atau non halal," ujar Handoko.

Usut punya usut, berdasarkan KTP, kata Handoko, penjual bakso babi itu memeluk agama Islam.

Kini, usaha itu dijalani oleh dua orang yakni S dan saudara ipar S.

Sedangkan, istri S sudah meninggal dunia sejak beberapa waktu lalu. 

"Kalau bersapa atau saat saya lewat gitu, ya sering sapa dengan mereka. Tapi, ya mereka enggak pernah ke sini. 

Komunikasi kami tetap baik. Tapi, kalau sama warga setempat malah acuh tak acuh, mbak," papar Handoko.

Lebih lanjut, penjual bakso babi itu selepas magrib kerap langsung pulang dan tidak mampir ke warga setempat.

Artinya, yang bersangkutan ke lokasi usaha hanya untuk mencari nafkah dan tidak melakukan komunikasi dengan warga setempat. 

Sementara itu, S saat dijumpai memilih bungkam atau tidak memberikan komentar apapun kepada Tribunjogja.com.

Kala itu, ia terlihat ditemani oleh saudara iparnya untuk melayani beberapa konsumen.

"Enggak mau (beri tanggapan). Enggak. Takut salah," ucap saudara ipar S.

Awal Keresahan Bakso Babi

Diberitakan sebelumnya, baru-baru ini, publik dihebohkan dengan keberadaan warung bakso di Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta yang dipasang spanduk bertuliskan 'bakso babi' oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ngestiharjo. 

Sekjen DMI Ngestiharjo, Ahmad Bukhori, berujar sebenarnya bakso itu sudah lama beredar di masyarakat.

Sebab, penjual bakso tersebut berawal dari jualan keliling kampung pada tahun 1990-an.

Kemudian, penjual bakso baru memiliki lapak di Ngestiharjo sekitar tahun 2016. 

"Nah, kami baru masuk pembahasan kepengurusan dan diskusi di organisasi DMI sekitar Desember 2024 atau awal Januari 2025. 

Lalu muncul isu keresahan di wilayah Ngestiharjo ada penjual bakso non halal yang tidak mencantumkan informasi bahwa produk bakso itu non halal," kata dia saat dikonfirmasi Tribunjogja.com, Senin (27/10/2025).

Ditambahkan, para pelanggan di tempat usaha itu banyak yang berasal dari kalangan umat muslim.

Bahkan, pelanggan atau konsumennya juga ada yang menggunakan hijab.

Kebanyakan pengunjung tersebut tidak mengetahui bahwa bakso yang mereka beli adalah bakso non halal atau memiliki kandungan babi.

"Beberapa orang yang tinggal di daerah sana ada yang tahu kalau itu bakso memiliki kandungan non halal. Tapi, kadang orang di sana bisa memberitahu dan kadang tidak bisa memberitahu ke pelanggan," tuturnya. 

Keresahan yang muncul itu membuat DMI Ngestiharjo langsung berupaya mengambil sikap melakukan pendekatan pada awal tahun 2025 melalui dukuh setempat, ke pihak RT setempat, hingga ke penjual bakso tersebut.

Dari perangkat pemangku wilayah sempat pun sudah menyarankan ke penjual untuk memasang spanduk bahwa makanan itu mengandung bahan non halal.

"Cuma dari penjual merasa keberatan atau bagaimana gitu, karena kalau ditulis bakso babi kan pembelinya otomatis berkurang. Kan begitu. 

Jadi, penjual hanya bilang iya-iya gitu saja. Setelah beberapa kali teguran, penjual hanya memasang tulisan B2 di kertas HVS. Tulisan itu pun kadang dipasang, kadang enggak," ungkap dia.

Akhirnya, DMI Ngestiharjo mengambil sikap untuk memasang spanduk bertuliskan 'bakso babi' dan terdapat logo DMI Ngestiharjo.

Proses pemasangan dilakukan atas seizin pemilik usaha bakso babi.

Bahkan, pihak pemilik usaha koorporatif untuk dipasang spanduk tersebut. 

"Begitu dipasang, akhir-akhir Oktober ini ada seorang yang membuat video dan viral karena ada logo DMI. 

(Ada yang berpendapat) itu bakso babi kok ada logo DMI, apakah DMI support atau malah jualan babi? Ternyata ada miss persepsi, jadi viral dan sebagainya," tutur Bukhori.

(Tribun-Medan.com)

Artikel ini telah tayang di TribunNewsmaker.com

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved