Kisah Inspiratif
Berawal dari Kegelisahan, Latar Belakang Bripka Wahyu Mulyawan Terjun Jualan Sayuran
Sosok Brigadir Polisi Kepala Wahyu Mulyawan, 34 tahun, layak menjadi panutan. Sehari-hari Wahyu bertugas sebagai Bhabinkamtibmas Polsek Medan Labuhan.
TRIBUN-MEDAN.com - Sosok Brigadir Polisi Kepala Wahyu Mulyawan, 34 tahun, layak menjadi panutan. Sehari-hari Wahyu bertugas sebagai Bhabinkamtibmas Polsek Medan Labuhan.
Bripka Wahyu mulai bergelut berdagang sayur-mayur sejak 2014, tiga tahun lalu.
Ketika masih banyak stigma negatif terhadap sebagian anggota kepolisian, ia justru tampil bagai pahlawan yang membantu kehidupan banyak warga.
Bripka Wahyu bercerita inisiatifnya untuk menjalankan idenya ini berawal dari kegelisahannya saat melihat harga sayur-mayur milik petani dipermainkan para pedagang yang jahat.
Baca: Kisah Polisi Sayur Gadaikan Rumah hingga Disuruh Istri Tidur di Garasi demi Menolong Warga
Harga sayur-mayur para petani kerap kali tidak dihargai layak oleh pedagang.
"Di depan sana kan ada pasar. Dulu di sana aja dijual para warga ini. Saya pun dulu jualan di sana pertama kali. Kenapa saya terjun jualan ini? Karena saya tidak tega dengan para petani ini," kata Bripka Wahyu saat ditemui Tribun-Medan.com yang berkunjung ke gudang sayur miliknya yang terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kamis (2/1).

Katanya para petani kerap mendapat perlakuan tidak adil dari para tengkulak atau pedagang perantara sayur-mayur.
"Mereka bawa hasil panen dari ladang, hingga malam nggak ada yang beli. Kemudian malam, datanglah tauke‑tauke yang mau beli dengan harga yang sangat murah," ujarnya.
Usaha untuk membantu para warga tidak hanya dilakukan dengan menjadi pedagang.
Baca: Penuhi Kebutuhan Keluarga, Polisi Ini Rela Jualan Sayuran. Hasilnya, Luar Biasa
Bripka Wahyu juga membentuk perkumpulan dan membinanya untuk membantu warga yaitu, Perkumpulan Perkumpulan Becak Kamtibmas, Pedagang Kambtibmas, Ojek Kambtibmas, Pedagang Kambtibmas, Petani Kambtimas, Tambak Kambtibmas.
Pada setiap perkumpulan ini, Bripka Wahyu memberikan bantuan dana dan bantuan pembinaan kepada masyarakat.

"Demi kebaikan warga tak apa membantu. Toh apa yang kita berikan akan dilihat sama Allah. Dia maha tahu dan maha segalanya. Tuhan akan membalas apa yang kita lakukan selama ini," ujarnya.
Ia bahkan rela menggadaikan rumah demi membantu orang lain, sebagai modal para petani sayur-mayur dan ujungnya berbuah sukses besar.
Penghasilan bulanannya rata-rata Rp 28 juta.
Bripka Wahyu baru saja mendapat penghargaan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) terbaik se-Polda Sumut dari Kapolda Sumut Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel.
"Sebagai modal awal, saya menggadaikan rumah saya. Marah istri saya waktu itu. Bahkan saya disuruh tidur di garasi. Tapi saya punya prinsip, "jika kita ikhlas, semua akan dibalas sama Tuhan," ujar Bripka Wahyu.
Saat memulai usahanya, tidak berjalan baik.
"Sering rugi kami awal‑awalnya. Bisa sampe nombok dua ratus ribu per hari. Cuma setelah dua bulan, sudah mulai ada untung sikit‑sikit," ujarnya.
Kemudian setelah dia menerapkan managemen yang bagus akhirnya dia bisa mendapat untung yang lumayan.
"Kami belajar terus, kemudian kami perbaiki apa yang kurang. Kami tanya pembeli kami apa yang kurang? kami perbaiki. Kemudian bisa untung. Petani kami pun kami minta panenya sore," ujarnya.
Untuk menekuni usaha dagang ini, Bripka Wahyu kini mempekerjakan empat pegawai yang digaji Rp 700 ribu setiap minggunya atau Rp 2,8 juta per bulan.
Dari hasil berdagangnya ini, setiap bulannya mereka sudah bisa rata‑rata meraup untung hingga 28 juta.
"Penghasilan kami setiap bulan ini kami bagi dua. Setengah buat saya dan setengah lagi dengan perkumpulan pedagang kamtibmas. Kemudian bagian saya setengahnya saya sumbangkan ke Zakat. Nah ada juga penghasilan kami pada hari Jumat itu kami sumbangkan ke masjid‑masjid," ujarnya.
Sumardi salah seorang petani yang datang menjual hasil pertanianya mengaku sangat nyaman sejak kehadiran dari Bripka Wahyu yang mau masuk ke pasar dan membeli dagangan dari petani.
"Dulu susah jualan. Ini tinggal antar aja ke gudang. Kalau dulu saya harus lama dipasar sana menjualnya. Kena panas. Sayuran saya pun jadi ngak segar lagi. Harganya pun sudah turun. Udah begitu kami bawa becak pun ke pasar, kami dimintai kutipan‑kutipan. Sejak ada pak Wahyu di sini, nggak ada lagi yang mau ngutip‑ngutip begitu," ujarnya.