Butuh Perhatian Pemerintah, Nenek Amur (70) Tinggal Sebatang Kara di Gubuk, Teriak-teriak saat Lapar

Kisah pilu Amur (72), seorang nenek yang tinggal sebatang kara di Dusun Janglateh Barat, Jawa Timur

Editor: AbdiTumanggor
TAUFIQURRAHMAN/KOMPAS.COM
Rumah nenek Amur (70) sudah tidak ditempati karena kawatir ambruk. Gentengnya sudah banyak berjatuhan, dindingnya bolong-bolong dan kayu-kayunya sudah banyak yang lapuk. 

Yang paling membingungkan, ketika Amur mengeluh sakit lambung.

Selain teriak-teriak, Amur juga sampai menangis karena menahan sakit.

Saat kondisi seperti itu, Sumairah harus pergi mencari utangan ke tetangganya untuk membeli obat pereda sakit lambung.

"Saya tidak tega kalau penyakit lambung ibu kambuh.

Demamnya langsung naik.

Meskipun utang, terpaksa saya jalani," ungkap Sulihah.

Suatu waktu, demam Amur tidak turun selama dua hari.

Sumairah kebingungan.

Ia mengubungi adiknya, Sulihah.

Keduanya memutuskan untuk mendatangkan seorang perawat di desanya.

Namun, segala biaya dan obat tidak ditarik biaya.

Alasannya, perawat itu datang hanya sekedar membantu.

"Ada tetangga yang jadi perawat.

Ia beberapa kali kami datangkan karena ibu sudah tidak bisa jalan.

Alhamdulillah, perawat itu tidak pernah minta bayaran," ujar Sumairah.

Belum ada perhatian pemerintah

Belakangan, ada beberapa orang yang prihatin dengan kondisi Amur.

Mereka datang menyalurkan bantuan kepada Amur.

Bahkan ada sekelompok pemuda datang memberikan bantuan alas kasur, sembako dan uang sekedarnya.

"Saya prihatin mendengar kehidupan Amur.

Bersama kawan-kawan, saya kumpulkan uang untuk membantu Amur," ucap Fudholi.

Fudholi adalah pemuda asal Kecamatan Palengaan, Pamekasan.

Bahkan, Fudholi dan kawan-kawannya, akan berusaha untuk merehab rumah tinggal Amur.

Ia akan mengumpulkan donasi bersama kawan-kawannya.

"Mator kaso'on bentoana. Samoga etarema bik se kobesa Allah ta'ala. (Terima kasih bantuannya. Semoga diterima oleh Allah SWT)," kata Amur kepada Fudholi dengan bahasa Madura.

Hingga saat ini, belum pernah ada aparat dari desa atau kecamatan yang datang melihat kondisi Amur.

Namun demikian, Sulihah tidak mempersoalkannya.

Hidup serba kekurangan, sudah lama dijalani Sulihah dan Amur serta anak-anaknya.

"Ada bantuan atau tidak ada, saya pasrah kepada Allah. Karena hidup dan mati itu di tanganNya," kata Sumairah. (*)

Artikel telah tayang sebelumnya di Kompas.com dengan judul:  Kisah Pilu Nenek Amur, Sebatang Kara di Gubuk Reyot, Teriak-teriak Saat Lapar...

Penulis: KONTRIBUTOR PAMEKASAN, TAUFIQURRAHMAN

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved