Terdakwa Penganiayaan Caleg Terpilih DPRD Medan Mulia Nasution Divonis 20 Hari, Penjelasan PN Medan

Saat dikonfirmasi, Humas PN Medan, Jamaluddin menyebutkan bahwa dasar putusan hakim adalah fakta di dalam persidangan.

Tribun Medan /victory hutauruk
Terdakwa Penganiayaan Caleg Terpilih DPRD Medan Mulia Nasution Divonis 20 Hari, Penjelasan PN Medan. Humas Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jamaluddin. 

Terdakwa Penganiayaan Caleg Terpilih DPRD Medan Mulia Nasution Divonis 20 Hari, Penjelasan PN Medan

TRIBUN-MEDAN.com- Terdakwa Penganiayaan Caleg Terpilih DPRD Medan Mulia Nasution Divonis 20 Hari, Penjelasan PN Medan.

Caleg terpilih DPRD Medan Mulia Syahputra Nasution dari fraksi Partai Gerindra yang merupakan terpidana kasus penganiyaan akan segera dilantik pada 16 September 2019 mendatang.

Hal ini cukup menjadi sorotan pasalnya terdakwa disidangkan hanya dalam satu hari dengan agenda, dakwaan, keterangan saksi, pemeriksaan terdakwa, tuntutan, pledoi, dan hingga pembacaan putusan.

Bahkan yang lebih mencengankan terdakwa hanya dituntut Jaksa Penuntut Umum, Chandra Naibaho 20 hari penjara dan divonis Majelis Hakim yang diketuai Tengku Oyong dengan 20 hari penjara dengan pasal 351 ayat 1 pada 29 April 2019 lalu.

Padahal ketentuan pasal tersebut terdakwa dapat diancam hukuman paling lama 2 tahun 8 bulan penjara dan bukan tindak pidana ringan (Tipiring).

Saat dikonfirmasi, Humas PN Medan, Jamaluddin menyebutkan bahwa dasar putusan hakim adalah fakta di dalam persidangan.

"Jadi dasar putusan kita adalah dakwaan, dituntut nya 20 hari. Saya ingin sampaikan bahwa 20 hari ituitu merupakan hukuman maksimum. Boleh kita menghukum lebih rendah, tapi tidak boleh melebihi dari situ, dibawah itu tidak ada apa," jelasnya kepada Tribun, Rabu (4/9/2019).

Baca: BREAKING NEWS Mahasiswa USU Tawuran, Dipicu Suara Geber Sepeda Motor

Baca: Kisah 3 Siswa SMK PKL Dijual Jadi ABK 9 Tahun Hilang, Sang Ibu: Saya Harap Ada Mukjizat Tuhan

Baca: Jambret Kalung Emas di Medan Nyaris Tewas Diamuk Massa

Ia menjelaskan bahwa majelis hakim memutus dengan fakta yang terjadi di persidangan.

"Jadi putusan disesuaikan dengan kenyataan yang dipersidangan. Apakah mereka pakai surat damai, dan sebagainya, jadi dasar putusan kita adalah dakwaan. Fakta dan sebagainya jadi tuntutan," jelasnya.

Saat ditanya apakah wajar persidangan hanya dilakukan satu hari dan dengan putusan yang sangat rendah. Jamal menjelaskan bahwa hal tersebut sah-sah saja dalam hukum.

Baca: Natanael Kembali Dipanggil Timnas U-23 untuk Ikuti Pemusatan Latihan, Ilham Fathoni Tak Ikut

Baca: Akibat Rem Blong, Mobil Truk Pengangkut Es Terbalik di Jalan Tengku Cik Ditiro

Baca: TERUNGKAP Veronica Koman Putar Haluan Membela Papua Merdeka sejak Pelajari Kasus Pembantaian Ini

"Saya pernah juga mendengar itu, apakah lazim atau apakah boleh, boleh-boleh saja asal kita siap semuanya tapi jangan nanti putusnya disini cepat yang lain lama. Cuma barang kali dalam perkara ini dia faktanya sangat mudah sehingga cepat," terangnya.

Namun, pria kelahiran Aceh ini membenarkan bahwa perkara penganiayaan ini bukanlah tindak pidana ringan (tipiring).

Baca: Akhirnya Siswi Paskibra Audri Ditemukan, Sebulan Hilang Ternyata Kabur ke Malaysia, Ini Alasannya

Baca: UPDATE Klasemen Wilayah Barat, PSMS Medan Turun Ke Posisi Ke-5

"Tapi itu tidak tindak pidana ringan kalau dibawa dia ke pasal itu. Makanya saya tanya dulu apakah itu tindak pidana biasa atau tindak pidana cepat. Itu boleh saja, karena saya tahunya setelah diputus itu," tegasnya.

Jamal juga menerangkan bahwa seharusnya Majelis Hakim dapat memberikan hukuman yang lebih tinggi daripada tuntutan.

"Bisa saja hakim memutuskan lebih tinggi dari tuntutan Jaksa. Itu setelah ada bukti akan menimbulkan, makanya pelafon tadi ada. Serendah rendahnya satu hari. Memang tidak ada acuan harus hukumnya sekian, fakta yang akan menjawab," ungkapnya.

Namun, Jamal menjelaskan bahwa hingga saat ini para Majelis Hakim yang mempersidangkan perkara tersebut menginformasikan kasus tersebut.

"Bagaimana persisnya saya pun setelah putusan baru tahu ada itu jadi mereka (majelis) pun tidak menginfokan ke saya. Mereka pun sampai detik ini belum ada sampaikan ke saya, saya baru tahu informasi memang ada perkara itu," tuturnya.

Sementara, JPU Chandra Naibaho menerangakan bahwa dirinya sudah ada diminta 100 kali konfirmasi terkait perkara tersebut.

Baca: Mobil Presiden Jokowi 2 Kali Mogok di Tengah Jalan Hingga Harus di Panggil Teknisi

Baca: Astra Runners Targetkan 4000 Peserta Ikuti AHM, Ajak Masyarakat Kurangi Penggunaan Kresek

"Kok ditanya lagi ulang-ulang kesitu kayaknya udah lama lah perkaranya, udah bolak-balik orang nanyak sama ku itu. Perkara udah lama masa sampe ratusan kali aku kasih keterangan, Ente orang yang ke 100 kali lah itu," cetusnya.

Jaksa Kejari Medan ini menjelaskan bahwa dirinya menuntut 20 hari karena terdakwa sudah melakukan perdamaian dengan korban.

"Pertama udah berdamai, kedua ada surat pencabutan laporan di persidangan.

Korban bilang nggak bisa dihentikan kasusnya.

Tuntutan aku rincinya kurang tahu, tapi pastinya pertimbangan perdamaian seperti itu, makanya dicabut laporannya juga," ungkapnya.

Saat ditanya, apakah landasan berdamai bisa dijadikan untuk mengurangi tuntutan hingga serendah itu.

Chandra menuturkan bahwa benar alasan berdamai membuat putusan tersebut jadi rendah.

"Karena kondisi itu makanya kita tuntut seperti itu, udah berdamai, ada pencabutan laporan nya dia sudah tidak keberatan lagi.

Makanya dia tidak usah sampai dituntut, hal itu jadi pertimbangan dari jaksa sendiri," pungkasnya.

Ditengarai sidang yang janggal ini, informasi yang diterima Kepala Pengadilan Negeri Medan sempat diperiksa.

Namun hal tersebut langsung dibantah oleh Djaniko Girsang.

"Ditanya sama humas, saya tidak bisa jangkau itu semua. Tanya aja sama humas, nanti humas yang jelaskan lengkap itu," tambahnya.

Senada, Humas Jamaluddin menjelaskan bahwa tidak benar bahwa Ketua PN Medan diperiksa atas perkara sidang kilat tersebut.

"Setahu saya tidak ada yang diperiksa terhadap perkara itu, apalagi ke pak ketua pengadilan. Kalaupun ada dari mana didapat, apakah dari Bawas, apakah dari KY nya atau dari hakim tingginya. Tapi setahu saya sampai detik ini belum ada pemeriksaan terhadap kasus itu ke pak ketua PN," tegasnya.

Bahkan ia menjelaskan terhadap majelis hakim yang mempersidangkan pun tidak ada diperiksa. "Jangankan ketua, majelis nya aja tidak diperiksa," pungkasnya.

Hal ini menandakan bahwa perkara ini wajar-wajar saja terjadi.

Dalam dakwan Jaksa disebutkan, aksi pengeroyokan yang dilakukan Mulia Syahputra Nasution (29) warga Jalan Karya Wisata, Komplek J City, Kecamatan Medan Johor terhadap korbannya, Demmy Suryanto (28) warga Jalan Kenangan Citra Land Bagya City, Kecamatan Percut Seituan, terjadi pada Sabtu (23/3/2019) sekira pukul 01.00 WIB.

Sebelumnya korban dan terdakwa berjoget di Holywings Cafe di Jalan A. Rivai No. 4, Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia.

Saat itu korban dan terdakwa bersenggolan saat berjoget hingga cekcok mulut. Terdakwa kemudian berlari ke arah korban dan mendorongnya dengan tangannya hingga korban terpental ke lantai.

Terdakwa dibantu sejumlah teman-temannya langsung mengeroyok dan menganiaya Suryanto.

Melihat korban mengalami luka-luka di wajahnya, terdakwa dan teman-temannya langsung meninggalkan lokasi.

Pengunjung yang lain kemudian membawa korban ke Polsek Medan Baru guna membuat laporan yang tertuang di Nomor: LP/486/III/2019/Polrestabes Medan/Sek Medan Baru, Tanggal 23 Maret 2019.

Usai membuat laporan, korban yang mengalami luka lebam di wajahnya itu akhirnya dirawat di rumah sakit selama beberapa hari.

Korban juga sudah melakukan visum. Berdasarkan hasil visum, keterangan korban, saksi-saksi dan rekaman CCTV di lokasi kejadian, akhirnya Unit Reskrim Polsek Medan Baru menangkap terdakwa

(vic/tribunmedan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved