Ikan Raksasa 3 Meter Ditemukan Mati, Warga Ambon Kaitkan dengan Hoaks Gempa Dahsyat 9 Oktober

Ini pertanda akan terjadi sesuatu dan sebagainya, karena katanya di Ambon itu sebelum gempa juga sebelumnya ikan jenis ini terdampar juga di pantai.

Editor: Tariden Turnip
Istimewa
Ikan Raksasa 3 Meter Ditemukan Mati, Warga Ambon Kaitkan dengan Hoaks Gempa Dahsyat 9 Oktober. Ikan raksasa Mola-mola ditemukan mati di Maluku 

Ikan Raksasa 3 Meter Ditemukan Mati, Warga Ambon Kaitkan dengan Hoaks Gempa Dahsyat 9 Oktober  

TRIBUN-MEDAN.com - Di tengah kekhawatiran warga akan gempa susulan yang terus terjadi di Pulau Ambon dan sekitarnya, warga di Pulau Buru, Maluku, kembali digegerkan dengan terdamparnya ikan mola-mola di dua lokasi pantai berbeda di pulau tersebut.

Dari informasi yang diterima Kompas.com lokasi penemuan terdamparnya ikan berukuran besar tersebut berada di pesisir pantai Desa Lamahang, Kecamatan Waplau, dan di pantai Desa Hatawano, Kabupaten Buru, Maluku.

Salah satu warga Desa Lamahang, Syarif Kaimudin yang dihubungi dari Ambon mengatakan, ikan yang ditemukan terdampar di pesisir pantai desanya itu sangat besar.

Saat ditemukan ikan tersebut sudah dalam keadaan mati dan sempat menghebohkan warga.

“Mati terdampar Sabtu dua hari kemarin, ukurannya itu sekitar 3 meter panjangnya,” kata Syarif, kepada Kompas.com via pesan pendek, Senin (7/10/2019).

Dia menyebut, setelah mengetahui kejadian itu, warga langsung berbondong-bondong ke pesisir pantai untuk melihat dari dekat kondisi ikan tersebut.

Sejumlah warga, kata Syarif, bahkan mengaitkan penemuan ikan tersebut dengan bencana alam.

”Heboh di sini, ada juga sampai bilang ini pertanda akan terjadi sesuatu dan sebagainya, karena katanya di Ambon itu sebelum gempa juga sebelumnya ikan jenis ini terdampar juga di pantai,” kata dia.

Sementara, warga Desa Hatawano, Siti mengatakan, ikan dengan jenis yang sama juga ditemukan terdampar pesisir pantai desanya.

Baca: Diam-diam Lionel Messi Ternyata Jalankan Bisnis Hotel Mewah

Baca: Penyanyi Cita Citata Dimaki saat Gladi Resik Pekan Kebudayaan Nasional, Langsung Ngambek dan Pulang

Baca: Genap Berusia 158 Tahun, Berikut Sejarah Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)

Ikan tersebut kini telah dikuburkan di pesisir pantai desa tersebut.

“Di sini juga ada ikan itu yang terdampar, tapi saya dengar sudah ditanam warga kemarin,” ujar dia.

Staf Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (PSPL) Sorong Satuan Kerja Ambon, Wiwit Handayani yang dikonfirmasi Kompas.com membenarkan terdamparnya ikan mola-mola di peraiaran Pulau Buru.

“Benar, ada ikan yang terdampar di sana (Pulau Buru). Itu jenis ikan mola-mola,” kata dia saat dihubungi.

Baca: Hubungan Sedarah di Sumut Meningkat 40 Persen, Rata-rata Korbannya Masih di Bawah Umur

Namun, saat disinggung soal penyebab kematian ikan-ikan tersebut, Wiwit enggan menjelaskan secara detail dan hanya menyebut ada banyak faktor yang bisa menjadi penyebab kematian ikan-ikan tersebut.

“Ada beberapa faktor, kita juga tidak di lapangan jadi tidak bisa jelaskan, jadi no comment ya,” kata dia.

Ratusan Ribu Warga Bertahan di Pengungsian

Sebagian besar warga Kota Ambon dan sekitarnya hingga kini masih dihantui rasa trauma pascagempa berkekuatan 6,8 magnitudo mengguncang wilayah tersebut Kamis (26/9/2019) pekan lalu.

Berbagai imbauan dari pihak berwenang dan juga pemerintah terus dilakukan untuk meredakan kepanikan warga.

Sejumlah relawan juga terus menggelar proses pemulihan trauma bagi warga dan anak-anak di lokasi-lokasi pengungsian, namun rasa kekhawatiran akan adanya gempa dan tsunami di Ambon masih saja menghantui warga.

Kondisi semakin parah, lantaran isu akan ada gempa yang lebih besar disertai tsunami terus beredar di masyarakat baik dari cerita mulut ke mulut, maupun melalui pesan berantai lewat WhatsApp, pesan singkat hingga lewat jejaring media sosial lainnya.

Sebagian warga yang ditemui bahkan percaya bahwa pada tanggal 9 Oktober, dua hari mendatang, akan ada gempa susulan besar disertai tsunami di Kota Ambon.

Situasi ini tidak hanya terjadi di Ambon, namun juga di dua wilayah yang terdampak gempa yakni di Kabupaten Maluku Tengah dan juga di Seram Bagian Barat.

“Dengar-dengar sih begitu, jadi kami ikhtiar saja, kami mau pulang ke rumah juga takut dan masih trauma apalagi gempa terus terjadi,” kata Simon, warga Passo, saat ditemui Kompas.com di lokasi pengungsian, Senin (7/10/2019).

Hoaks

Pascagempa susulan yang dirasakan kuat getarannya di Ambon pada Senin dini hari dan siang hari ini, warga kembali dibuat panik dengan beredarnya isu akan terjadi gempa susulan yang belum diketahui pasti berapa kekuatannya.

Dalam informasi yang beredar luas di masyarakat itu juga, warga diminta agar dapat lebih waspada dan dapat melakukan evakuasi mandiri ke lokasi-lokasi yang aman.

Ironisnya, imbauan yang beredar luas itu mengatasnamakan Wali Kota Ambon, Richard Louhenpessy.

Menanggapi beredarnya isu tersebut, Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy membantah bahwa imbauan tersebut berasal darinya.

Dia bahkan menegaskan bahwa informasi tersebut hoaks dan hanya bertujuan untuk menciptakan keresahan di masyarakat.

“Bahwa sementara beredar luas dalam bentuk berita bohong atau hoaks bahwa akan terjadi gempa pada siang ini, saya tegaskan bahwa tidak pernah saya mengeluarkan testimoni dan imbauan yang sementara beredar di masyarajat tentang hal itu,” tegas dia.

Dia menyebut, isu tersebut diedarkan pihak tidak bertanggung jawab yang ingin menciptakan keresahan di masyarakat luas.

Menurut Richard, sampai saat ini tidak ada satu pun teknologi yang dapat mendeteksi kapan terjadinya gempa bumi.

“Oleh karena itu, saya mengajak kita semua untuk tingkatkan doa kepada Allah SAW, Tuhan Yang Maha Kuasa, kiranya kita dijauhkan dari musibah,” kata dia.

Richard mengaku telah mengintruksikan seluruh pejabat berwenang di Pemerintah Kota Ambon, para pegawai hingga seluruh lurah, raja dan kepala desa untuk meneruskan kepada RT/RW, pimpinan puskesmas dan sekolah bahwa isu yang beredar dan meresahkan warga itu tidak benar.

 “Saya juga perintahkan Kabag Hukum untuk koordinasi dengan Tim Hukum Pemerintah Kota untuk segera melaporkan oknum-oknum ini kepada aparat kepolisian untuk diproses,” kata dia.

Sementara itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Ambon juga menegaskan bahwa informasi yang beredar luas di masyarakat terkait adanya gempa besar dan tsunami adalah hokas.

“Itu informasi hoaks,” kata Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Ambon, Andi Azhar Rusdin.

Dia pun meminta warga agar tetap tenang dan tidak panik dengan berbagai isu yang beredar tersebut dan sebaiknya lebih merujuk pada informasi yang dikeluarkan instansi berwenang.

“Sekali lagi kepada warga agar tetap tenang dan selalu mengikuti informasi dari BMKG dan instani berwenang,” kata dia.

GEMPA SUSULAN 1.000 LEBIH 

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat masih terjadi lebih dari 1.000 gempa susulan di Ambon per Senin (7/10/2019) pukul 03.00 WIT pasca gempa bermagnitudo 6,5 yang terjadi pada 26 September 2019.

Jumlah gempa yang terdeteksi sebanyak 1.149 kali gempa susulan dan 122 di antaranya dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar Maluku.

Salah satunya gempa berkekuatan magnitudo 3,4 dengan kedalaman 10 kilometer timur laut Ambon.

Sementara, gempa susulan lainnya memiliki kekuatan guncangan yang relatif lemah sehingga tidak dirasakan oleh masyarakat.

Hal itu disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo, Senin (7/10/2019) pagi.

Melihat frekuensi kegempaan, guncangan dari hari ke hari cenderung menunjukkan penurunan.

Data BPBD Provinsi Maluku per 6 Oktober 2019, pukul 18.00 WIT mencatat, total penyintas berjumlah 134.600 jiwa.

Rinciannya, Kabupaten Maluku Tengah 90.833 jiwa, Seram Bagian Barat 37.787 dan Kota Ambon 5.980.

Sementara itu, korban meninggal dunia berjumlah 37 jiwa.

“Sebaran titik penyintas tidak terfokus pada kelompok-kelompok besar sehingga menyulitkan tenaga personel kesehatan dalam memberikan pelayanan medis,” kata Agus.

Petugas medis seperti dokter umum, bidan, perawat, dan apoteker juga masih sangat dibutuhkan keberadaannya untuk membantu masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan pascabencana.

Sementara itu, jumlah kerusakan rumah mencapai 6.344 unit dengan tingkat kerusakan berbeda di beberapa wilayah.

Penanganan darurat untuk masyarakat di wilayah Ambon dan sekitarnya akan berlangsung hingga Rabu (9/10/2019) mendatang.

SEBELUM GEMPA RIBUAN IKAN MATI

Sebelumnya ribuan ekor ikan ditemukan terdampar dalam keadaan mati di beberapa pantai di sejumlah desa di Pulau Ambon seperti Desa Rotung dan Desa Hukrila, Kecamatan Leitimur Selatan sejak Sabtu (14/9/2019).

Bukan hanya ikan, sejumlah biota laut juga ikut mati secara misterius dalam beberapa hari terakhir.

Berikut fakta ribuan ikan mati mendadak di pesisir Pantai Ambon 1. Terbanyak jenis ikan karang

Edi, warga Rutong mengatakan ikan-ikan yang terdampar di pesisir pantai kebanyakan adalah jenis ikan karang.

“Kalau saya tidak tahu persis kapan terdampar, tapi sudah beberapa hari terakhir ini,” ujar dia.

Sementara Yohanes, warga Desa Hukurila menyebut ikan yang mati adalah jenis ikan batu-batu.

Selain di Desa Rotung dan Desa Hukrila, bangkai ikan juga banyak ditemukan di pesisir. Desa Waai.

Ratusan ikan mendadak mati terdampar di pantai Desa Rutong, Kecamatan Leitimur Selatan, Ambon, Minggu (15/9/2019) Foto Waty Thenu.
Ratusan ikan mendadak mati terdampar di pantai Desa Rutong, Kecamatan Leitimur Selatan, Ambon, Minggu (15/9/2019) Foto Waty Thenu. (KOMPAS.COM/RAHMAT RAHMAN PATTY)

Menurut Yohanes kejadian matinya ribuan ikan di pantai dekat desanya sudah terjadi sejak tiga hari terakhir.

“Kejadian ini sudah sekitar tiga hari lalu, kami khawatir saja tiba-tiba ada banyak ikan yang terdampar di pantai,” kata Yohanes, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (15/9/2019) malam.

Warga pun tidak ada yang berani mengambil ikan tersebut untuk dikonsumsi karena takut ikan tersebut mengandung racun.

Tak sedikit masyarakat yang mengaitkan fenomena ini dengan pertanda alam akan terjadi gempa besar dan tsunami.

Alhasil banyak warga termakan kabar bohong tersebut dan beberapa warga sudah mengungsi lantaran takut akan terjadi tsunami.

Menanggapi hal ini, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG) mengimbau kepada masyarakat agar tidak mudah percaya kepada isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

"Selama ini belum pernah ada peristiwa gempa besar dan memicu tsunami yang didahului oleh matinya ikan secara massal," kata Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG kepada Kompas.com, Senin (16/9/2019).

Dia mengatakan, tidak ada dalam ilmu gempa menjadikan ikan mati sebagai precursor gempa dan tsunami.

"Kematian ikan secara massal dipastikan oleh sebab lain," tegas Daryono.

Daryono melanjutkan, selama ini kasus kematian ikan secara massal dapat diakibatkan oleh adanya ledakan, keracunan, atau faktor lingkungan yang mengakibatkan ikan mati.

"Saat ini pihak terkait sedang melakukan investigasi untuk mencari sebab matinya ikan-ikan di Pantai Ambon, untuk itu kita tunggu saja hasilnya," ucap Daryono.

Namun begitu, Daryono kembali mengingatkan bahwa peristiwa matinya ikan secara masal ini bukan pertanda akan terjadi gempa dan tsunami.

Selain itu, saat ini aktivitas kegempaan di Ambon dan sekitarnya sedang dalam keadaan normal dan tidak tampak adanya aktivitas yang mencolok.

Oleh sebab itu, masyarakat tidak perlu khawatir dan tetap tenang.

"Merebaknya isu akan terjadi gempa dan tsunami ini bersumber dari berkembangnya isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, sementara yang mengembangkan isu ini juga tidak mengetahui asal usul penyebabnya secara pasti," imbuh Daryono.

Lembaga Imu Pengetahuan Indonesia ( LIPI) Ambon memastikan ribuan ikan yang mati terdampar di sejumlah pantai di Pulau Ambon tidak ada kaitannya dengan ledakan bawah laut baik karena aktivitas vulkanik maupun aktivitas bom ikan.

Kepala LIPI Ambon, Nugroho Dwi Hananto menegaskan dari hasil penelitian yang dilakukan pihaknya, tidak ada fakta ilmiah yang membuktikan jika ikan-ikan tersebut mati mendadak karena terdampak ledakan di bawah laut.

“Hasil dari Lipi kan tadi sudah dipaparkan, kita tidak melihat adanya efek pengeboman di ikan,”kata Nugroho kepada wartawan seusai memimpin rapat bersama instansi terkait di kantor LIPI Ambon, Kamis (19/9/2019).

Dia menjelaskan dari hasil penelitian yang dilakukan, pihaknya tidak menemukan adanya fakta bahwa telah terjadi ledakan di bawah laut baik yang disebabkan oleh aktivitas vulkanik maupun karena aktivitas bom ikan.

“Kalau ledakan di bawah laut itu kan tidak ada laporan, hasil penelitian juga kita tidak melihat bukti adanya ledakan nah kalau ada efek belerang dan sebagainya pasti dapat dilihat pada ikannya, tapi kita belum sampai k esana,”bebernya.

Faktor penyebab Dia mengatakan sebelumnya pihaknya juga memiliki hipotesa jika ada sejumlah faktor yang bisa menjadi penyebab matinya ribuan ekor ikan secara misterius itu.

Pertama, kata Nugroho ikan-ikan tersebut mati karena ledakan di bawah laut.

Kedua karena tercemari racun.

Ketiga karena terkena bom ikan.

Keempat karena tercemari limbah kapal dan terakhir karena perubahan suhu pada air.

“Jadi semuanya kita menduga-duga ya, ini sebenarnya pada saat awal kita juga punya hipotesa jadi ikan mati itu tidak serta merta mati begitu saja,” katanya.

Terkait adanya dugaan ikan-ikan tersebut mati karena adanya aktivitas ledakan di bawah laut, Nugroho kembali menegaskan bahwa jika hal tersebut benar terjadi, seharusnya dari hasil penelitian dan uji laboratorium semua hal itu ditemukan.

Namun faktanya pihaknya tidak menemukan adanya gejala ikan-ikan itu mati karena ledakan di bawah laut.

Dia pun menyebut jika kesimpulan adanya ledakan di bawah laut baik karena aktivitas vulkanik maupun aktivitas bom ikan dengan sendirinya gugur.

“Kalau getaran bawah laut menghasilkan belerang dan sebagainya cuma berdasarkan penelitian yang dilakukan kita belum melihat adanya hal tersebut," katanya.

"Memang kalau di darat kita bisa melihat ada aktivitas geotermal atau panas bumi karena belerang dan sebagainya cuma kita belum bisa lihat buktinya. Boleh jadi nanti kalau kita punya peralatan itu yang lebih canggih kita bisa berikan hasil yang komprehensif."

Ikan Raksasa 3 Meter Ditemukan Mati, Warga Ambon Kaitkan dengan Hoaks Gempa Dahsyat 9 Oktober  

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Heboh, 2 Ikan Mola-mola "Raksasa" Mati Terdampar di Pulau Buru dan Seram Barat"
Penulis : Kontributor Ambon, Rahmat Rahman Patty

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved