Berkah Hutan Mangrove, Penopang Ekonomi Warga Bagan Serdang di Tengah Pandemi
“Seluruh pendapatan akan masuk ke kas kelompok. Siapa anggota yang terlibat akan diberikan honor sesuai dengan beban kerjanya,” kata Rahmadsyah.
Penulis: Truly Okto Hasudungan Purba |
Seluruh hasil penjualan, kata Saadah dimasukkan dalam kas kelompok. Tetapi anggota kelompok yang ikut bekerja sudah mendapatkan honor dengan ketentuan setiap jam mendapat honor Rp 5.000 untuk masa kerja lima jam sehari dan tiga kali seminggu. “Jadi kalau dirata-ratakan, anggota kelompok punya pendapatan setiap bulan Rp 300 ribu. Tapi jumlah ini bisa bertambah kalau ada pesanan tertentu. Setiap anggota kelompok bisa mendapat penghasilan antara Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta per bulan,” katanya.
Ilia mengaku, upah Rp 300 ribu bagi banyak orang sebenarnya sangat kecil. Tapi bagi orang kecil seperti dirinya, upah Rp 300 ribu ini sangat membantu untuk tetap bertahan di masa pandemi Covid-19 ini. Terlebih suaminya yang bekerja sebagai petugas kebersihan di Bandara Kualanamu sempat berhenti bekerja karena kebijakan pemerintah yang membatasi penerbangan di masa pandemi Covid-19.
“Selama ini saya memang tak punya pekerjaan dan pendapatan sendiri. Bergantung kepada suami saja. Setelah bergabung dengan kelompok, saya punya kegiatan dan penghasilan sendiri. Cukuplah untuk membantu-bantu menopang ekonomi keluarga,” katanya.
Pengalaman yang sama disampaikan Maemunah. Kalau selama ini, dirinya tak punya kegiatan di rumah dan tak bisa memasak, lewat Kelompok Eco Woman, kebiasaan itu telah berubah. “Saya kini lebih produktif karena ada kegiatan. Saya juga makin pintar memasak. Dengan adanya kelompok ini, saya punya banyak kawan yang sudah saya anggap seperti saudara,” ujarnya
Saadah mengatakan, melalui Kelompok Eco Woman, pihaknya berkeinginan agar perempuan yang menjadi anggota tak hanya mendapatkan keuntungan pribadi semata dari sisi ekonomi, tetapi juga keuntungan secara sosial karena keberadaan kelompok tersebut. Anggota-anggota di dalam kelompok diharapkan bekerjasama dan saling berdiskusi untuk mengembangkan kemampuan diri dan memajukan kelompok.
“Pandemi Covid-19 ini menjadi tantangan bagi kami, khususnya perempuan di desa ini untuk ikut menopang ekonomi keluarga dan memajukan desa. Caranya kami tempuh lewat Kelompok Eco Woman ini,” kata Saadah.
Saadah menambahkan, untuk saat ini, produk makanan dan minuman olahan Kelompok Eco Woman masih dijual terbatas di warung-warung, di kawasan ekowisata mangrove dan pesanan tertentu. Produk belum dijual bebas di pusat perbelanjaan atau swalayan. “Produk kami belum punya sertifikat halal dan izin PIRT. Kemampuan pengetahuan kami terbatas untuk mengurus ini. Tetapi kami tetap terus berusaha dengan bantuan berbagai pihak untuk mengurus sertifikat halal dan izin PIRT. Kalau sudah punya, kami yakin usaha Kelompok Eco Woman semakin maju,” katanya.
Potensi Hutan Mangrove Jadi Ekowisata
WARGA desa Bagan Serdang, kecamatan Pantai Labu, kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara beruntung memiliki hutan mangrove yang jumlahnya tidak sedikit. Dari tiga dusun yang ada dalam wilayah administrasi desa, terdapat sekitar 446 hektar hutan mangrove yang ada di dua dusun yakni 200 hektar di Dusun 1 dan 246 hektar di Dusun 2.
Potensi hutan mangrove ini pun dimanfaatkan warga menjadi sebuah kawasan ekowisata berbasis hutan mangrove sejak tahun 2008. Lewat bantuan pihak desa, dibentuklah Kelompok Sadar Wisata (Pok Darwis) di tahun yang sama sebagai pengelola ekowisata. Sadar bahwa keberadaan ekowisata akan berdampak pada kebersihan lingkungan pantai dan untuk memastikan hutan mangrove tetap lestari, Kelompok Tani Hutan Hijau Mekar pun membentuk Kelompok Sadar Lingkungan (Pok Darling). Agar manajemennya lebih tertata rapi, keberadaan Pok Darwis dan Pok Darling kemudian berada dalam naungan Kelompok Tani Hutan Hijau Mekar.
Seiring berjalannya waktu, Pertamina melalui program CSR masuk ke Desa Bagan Serdang tahun 2018 lalu. Selain membantu penyelamatan hutan mangrove di Desa Bagan Serdang, Pertamina mengajak perempuan-perempuan di Desa Bagan Serdang memanfaatkan potensi lain hutan mangrove dengan mengolah daun mangrove menjadi produk makanan dan minuman yang bernilai ekonomis. Lalu dibentuklah Kelompok Eco Woman.
“Jadi Kelompok Tani Hutan Hijau Mekar kini punya tiga kelompok yang memanfaatkan potensi hutan mangrove dan menaga kelestarian hutan mangrove,” kata Ketua Kelompok Tani Hutan Hijau Mekar, Rahmadsyah, Kamis (15/10/2020).
Rahmadsyah menjelaskan, sesuai dengan program yang disusun, Kelompok Sadar Wisata (Pok Darwis) mendapat tanggungjawab sebagai pengelola kawasan ekowisata hutan mangrove mulai dari manajemen pengunjung, penyediaan spot wisata, dan pengutipan biaya retribusi pengunjung.
Kelompok Sadar Lingkungan (Pok Darling) bertanggungjawab memastikan kebersihan lingkungan desa dan kawasan ekowisata. Selain itu juga bertanggungjawab terhadap kelestarian hutan mangrove dengan menggandeng berbagai pihak ikut dalam penanaman pohon mangrove.

“Kami pernah bekerjasama dengan Rumah Zakat tahun 2019 menanam 10 ribu batang pohon mangrove. Kemudian tanggal 28 Juli 2020 lalu, bersama PKPU Human Initiative (HI), kami menanam 1000 pohon mangrove. Begitupun, kami rutin melakukan penanaman pohon mangrove secara mandiri. Ada beberapa pihak yang menyerahkan bibit pohon mangrove. Bibit itu kami simpan dan sewaktu-waktu kami bergotong royong menanamanya,” kata Rahmadsyah.