Ternak Babi Langka di Sumut
Peternak Babi Mohon-mohon Sambil Menangis di Hadapan Anggota DPR Djarot Saiful Hidayat
Isak tangis para pedagang dan peternak babi yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Save Babi, pecah di hadapan Anggota DPR RI Djarot Saiful Hidayat.
Penulis: Angel aginta sembiring | Editor: Juang Naibaho
Laporan Wartawan TRIBUN-MEDAN.com, Angel Aginta Sembiring
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Isak tangis para pedagang dan peternak babi yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Save Babi, pecah di hadapan Anggota DPR RI Djarot Saiful Hidayat.
Sembarai menangis, sejumlah emak-emak peternak babi tersebut, memohon-mohon kepada Djarot Saiful Hidayat, yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut, agar memberi atensi atas masalah yang dihadapi mereka sejak 2019 silam.
"Permintaan kami dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Januari 2021 hingga saat ini tidak digubris pemerintah," kata Ketua Germas Save Babi, Toman Purba, di Medan, Jumat (2/4/2021).
Germas Save Babi pun berharap Djarot Saiful menyampaikan kepada Mendagri dan Gubernur Sumatera Utara terkait penetapan Status Keadaan Darurat Wabah Penyakit ASF.
Permintaan tersebut guna membahas tindak lanjut Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 542.3/13265/SJ dan Nomor 542.13266/SJ tanggal 29 November 2019 tentang kesiapsiagaan dalam Mengahadapi Ancaman ASF.
"Kami dari Germas Save Babi sudah mengutarakan keluh kesah kami, tapi belum ada tanggapan positif dari Pemerintah Provinsi Sumut kepada kami para peternak babi," timpal Sekretaris Germas Save Babi, Heri Ginting.
Baca juga: Beli Ribuan Ayam dari Ahok Tapi Tak Kunjung Dibayar, Haji Ahmad Diadili di PN Medan
Baca juga: Jokowi Gembar-gembor BBM Satu Harga, TERNYATA di Sumut Harga BBM Naik Mulai 1 April 2021
Selain itu, Toman mengapungkan harapan kepada Gubernur Sumut Edy Rahmayadi agar memperhatikan perekonomian masyarakat secara menyeluruh, termasuk para peternak babi.
"Kami berharap agar bisa sekolah anak kami. Kalau tidak ada babi, tidak bisa anak kami sekolah. Kami berharap tolonglah perhatikan kami rakyat kecil ini,” ujar seorang wanita peternak babi, boru Siregar sembari menangis.
Permintaan para pelaku usaha babi tersebut, direspons baik oleh Djarot Saiful.
Ia memastikan akan segera menyampaikan aspirasi tersebut.
Djarot menegaskan bakal menugaskan Ketua DPRD dan Fraksi PDI-P di DPRD Provinsi Sumut untuk mengalokasikan anggaran dari APBD Provinsi Sumatera Utara untuk pemulihan ekonomi dan social security bagi peternak babi.
Diketahui, kematian puluhan ribu ekor babi ternak akibat Hog Cholera atau kolera babi dan African Swine Fever (ASF) sejak 2019 lalu, masih menimbulkan persoalan di Sumut sampai saat ini.
Para peternak babi di Sumut kehilangan mata pencaharian gara-gara hewan ternaknya mati kena wabah ASF.
Saking langkanya ternak babi saat ini, harga di pasaraan pun melonjak hingga Rp 130 ribu per kg.
Meski begitu, peternak babi tak merasakan dampak harga yang menjulang tersebut lantaran minimnya hewan ternak yang bisa dijual.
Berbagai macam gerakan sosial berkaitan dengan babi digelar di Sumut, namun tak satu pun menjawab persoalan inti peternak babi.
Para peternak babi merasa tidak ada perubahan nasib sejak wabah kolera babi dan ASF di Sumut.
Ketua Germas Save Babi, Toman Purba, meminta pemerintah untuk serius dalam penanganan wabah ASF.
"Kemarin kami road show di beberapa kabupaten dan kota termasuk wilayah Medan, ada sekitar 20.000 pedagang daging babi mengalami kesulitan mendapatkan stok daging," kata Toman dalam diskusi "Siapa Peduli Ternak Babi" di Literacy Coffee, Teladan Timur, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan, Kamis (1/4/2021) malam.
Dia mengungkapkan faktor kenaikan harga daging babi akibat sedikitnya ternak yang hidup.
Jika harga daging dulu sekitar Rp 23 ribu per kg kini telah menjulang capai Rp 130 ribu per kg.
"Makanya kalau dijual di pasaran, harga daging babi tidak bisa ditentukan berapa. Tergantung dari patokan harga pedagang sendiri-sendiri aja," sebutnya.
Dia pun berharap dalam situasi yang memilukan pedagang ini, pemerintah dapat hadir sebagaimana mestinya. Semisal memberikan bantuan kepada pedagang karena penanggulangan wabah ASF terbilang belum efektif. Bahkan vaksin untuk virus babi itu juga belum ditemukan.
"Ditambah lagi penghasilan pun tidak ada. Belum lagi keadaan sedang pandemi Covid-19. Kami otomatis lumpuh total," ujarnya.
Toman mengungkapkan kondisi peternak babi dan pedagang daging babi yang miris dapat ditandai dengan adanya istilah pra-putus sekolah. Fenomena itu dianggapnya karena ketidakpedulian pemerintah.
Baca juga: Harga BBM Naik Jelang Bulan Ramadhan, Curhat Driver Ojol: Lengkap Kali Penderitaan Rakyat Kecil Ini
Baca juga: Jeritan Hati Peternak Babi di Sumut, Heri Ginting: Saya Mengadu ke Mana-mana, Tak Ada yang Berempati
Mereka berharap kepada pemerintah untuk memberikan bantuan langsung kepada para peternak babi yang saat ini sedang terpuruk.
"Hampir 90 persen omzet turun sejak tahun lalu. Selain itu ada 90 persen babi musnah. Hanya tinggal 10 persen yang menjadi keuntungan. Itu pun kemungkinan dalam tiga bulan babi tersebut lolos, namun ketika dikembangkan habis (mati) semuanya," ungkapnya.
Heri Ginting, peternak babi di Jalan Bunga Rampe Raya Kelurahan Simalingkar B Medan, mengatakan, pada 19 Oktober 2020 para peternak babi diundang ikut RDP oleh Komisi B DPRD Sumut. Tutur hadir saat itu pejabat Dinas Ketapang Porvisi Sumut.
Hasil RDP itu, pemerintah akan mempersiapkan langkah-langkah pemulihan ekonomi masyarakat peternak babi.
Namun, kata dia, sampai sekarang tidak ada langkah konkret bantuan terhadap para peternak babi.
”Saya sudah mengadu ke mana-mana tapi tak ada yang berempati. Banyak yang hebat, baik itu Batak Karo, Batak, Toba, Batak Simalungun dan segala macam, banyak yang jenderal tapi tak ada yang berempati ke kami," keluh Heri.
(cr9/tribun-medan.com)