Prabowo Subianto Akui Penculikan Aktivis 1998 ke Budiman Sudjatmiko : Sudah Dikembalikan Semua
Disampaikan Politikus PDI-P Budiman Sudjatmiko membongkar bahwa Prabowo Subianto pernah mengakui soal penculikan 1998. Ia juga menguak soal hilangnya
TRIBUN-MEDAN.COM - Politikus PDI-P Budiman Sudjatmiko mengungkapkan bahwa Prabowo Subianto pernah mengakui soal penculikan 1998.
Prabowo Subianto mengaku soal penculikan aktivis 1998 itu kepada Budiman Sudjatmiko.
Budiman Sudjatmiko yang merupakan Politikus PDI-P dan juga aktivis 1998 membongkar semua ungkapan Prabowo Subianto.
Ia mengatakan bahwa Prabowo Subianto pernah mengaku sudah memulangkan semuanya.
Ia juga menegaskan bahwa kala itu Prabowo Subianto pernah mengaku sudah memulangkan semua aktivis korban penculikan pada tahun 1998 silam.
Hanya saja, Prabowo tidak mengetahui nasib korban penculikan.
Baca juga: Ngaku Sudah Lepaskan Korban Penculikan 1998, Prabowo Tak Tahu Kenapa Nasib Sebagian Hilang
Baca juga: Jawaban Prabowo Soal Penculikan Aktivis dan Mahasiswa : Yang Saya Ambil, Saya Sudah Lepaskan Semua
Yang mana sebagian dari korban penculikan 1998 kala itu tidak pernah kembali ke rumah atau dinyatakan hilang.
Adapun setidaknya ada 13 korban penculikan tahun 1997-1998 yang sampai saat ini masih hilang.
Terkait hal ini, Budiman menyampaikannya dalam program Gaspol!, seperti disiarkan YouTube Kompas.com, Rabu (26/7/2023).
Lanjutnya, Budiman menjelaskan, pada 2002 lalu, ia bersama salah satu korban penculikan yang dipulangkan ke rumah, Nezar Patria mewawancarai Prabowo.
"Ya kenapa tidak? Kenapa tidak kalau suatu saat kita bisa berbicara itu dengan Pak Prabowo? Meskipun saya 2002 sudah tanyakan itu,” katanya.
“Saya lupa menyampaikannya (sekitar) 2002 saat saya sama Nezar mewawancara," ujar Budiman dalam program tersebut.

Budiman pun lalu mengungkapkan jawaban Prabowo kala itu.
Menurutnya, Prabowo mengakui dirinya memang menculik para aktivis.
Akan tetapi, dia (Prabowo) sudah mengembalikan semua korban penculikan ke rumahnya masing-masing.
Sementara, aktivis lain yang hingga saat ini tidak diketahui keberadaannya.
Prabowo mengaku tidak tahu nasib mereka.
Baca juga: Jokowi Ngegas Wartawan Saat Ditanya Soal Duet Prabowo dan Erick: Gak Ada Hubungannya!
Baca juga: Respon Keras PKB Tolak Duet Prabowo-Erick, Kemesraan Keduanya Makin Bikin Panas
"(Prabowo bilang) 'Yang saya ambil sudah kembali semua. Saya kembalikan semua. Saya tidak tahu kenapa sebagian tidak pernah kembali ke rumah,” ujarnya.
“Tapi yang saya ambil saya sudah lepaskan semua'. Itu pengakuannya," tutur dia.
Budiman menyebut pertemuan di tahun 2002 itu adalah kali pertama dirinya bertemu dengan Prabowo.
Adapun, saat peristiwa penculikan terjadi pada tahun 1997-1998, Prabowo masih menjabat sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus.

Kopassus diketahui membentuk tim kecil bernama Tim Mawar, yang melakukan operasi penculikan.
Sebagai informasi, semasa era Orde Baru, Presiden ke-2 Soeharto melakukan segala cara untuk mempertahankan kuasanya.
Ia meredam segala kritik yang ditujukan, bahkan dengan lewat cara kekerasan. Sejumlah aktivis diculik.
Beberapa dilepaskan, namun sebagian tak pernah kembali hingga kini.
Dalam kasus penculikan aktivis 1997/1998, Kopassus membuat tim kecil untuk melakukan operasi penculikan tersebut.
Baca juga: Ganjar Pranowo Mengaku Selalu Kagum pada Prabowo Subianto, dan Mendoakan Agar Sehat Selalu
Baca juga: Kedapatan Main Judi Online, Kejari Pidie Eksekusi Lima Warga Dengan Hukuman Cambuk
Tim kecil ini disebut Tim Mawar, dibentuk karena peristiwa 27 Juli 1996.
Kala itu, para preman didukung tentara merampas kantor dan menyerang simpatisan yang mendukung Megawati di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Tim Mawar bertugas untuk mendeteksi kelompok radikal, pelaku aksi kerusuhan, dan teror.
Pada 18 Januari 1998, terjadi ledakan di Rusun Tanah Tinggi, Jakarta Pusat.
Kejadian ini membuat Tim Mawar semakin berpengaruh dalam urusan keamanan.
Adapun Tim Mawar menyusun rencana untuk menangkap sejumlah aktivis.
Yang mana juga dicurigai terlibat dalam insiden ledakan bom tersebut.
Melansir dari Kompas.com, salah satu tokoh yang dijebloskan ke penjara karena dituduh menjadi dalang kerusuhan 27 Juli 1996 adalah Budiman Sudjatmiko.
Pada masa itu, Budiman adalah seorang aktivis sekaligus pendiri Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Budiman dan PRD ketika itu memilih bergabung dengan massa Partai Demokrasi Indonesia (PDI) kubu Megawati Soekarnoputri.
Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto ketika itu enggan mengakui Megawati sebagai Ketua Umum PDI hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya, Jawa Timur, yang berlangsung pada 2 sampai 6 Desember 1993.
Dalam KLB itu Megawati terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Hasil pemilihan itu ditetapkan pada musywarah nasional (PDI) yang digelar pada 22 Desember 1993 di Jakarta.
Akan tetapi, PDI kubu Suryadi tidak mengakui hasil KLB dan musyawarah nasional itu.
Di sisi lain, pemerintah lebih mendukung Suryadi buat memimpin PDI.
Berbagai upaya penyelesaian sengketa tidak berhasil hingga akhirnya terjadil bentrokan pada Sabtu, 27 Juli 1996.
Kerusuhan tidak hanya terjadi di kantor PDI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, tetapi juga meluas ke kawasan Megaria dan Cikini.
Bentrokan tidak hanya terjadi antara massa pendukung Megawati dan Soerjadi, melainkan juga aparat.
Pemerintah Orde Baru menuding PRD menjadi penyebab kerusuhan.
Ketika itu, PRD menjadi salah satu basis kekuatan massa pro-demokrasi dan penentang kekuasaan Soeharto.
Sejumlah aktivis PRD, termasuk Budiman, ditangkap.
(*/TRIBUN-MEDAN.COM)
Baca juga: Babak Akhir Seragam Rp 2,3 Juta : Kepsek Dicopot hingga Sekolah Dipaksa Kembalikan Uang Seutuhnya
Baca juga: Ngaku Sudah Lepaskan Korban Penculikan 1998, Prabowo Tak Tahu Kenapa Nasib Sebagian Hilang
Baca juga: Jawaban Prabowo Soal Penculikan Aktivis dan Mahasiswa : Yang Saya Ambil, Saya Sudah Lepaskan Semua
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.