Sumut Memilih
Partai Buruh tak Mau Lagi Pilih Edy Rahmayadi: Tak Usah, Akhirnya Tahu Juga Aku
Edy Rahmayadi persilana Partai Buruh tak pilih lagi dirinya sebagai Gubernur Sumut jika kembali maju pada Pilkada 2024
Menurut Arfi, saat ini masyarakat Bandar Baru sangat kecewa dengan pernyataan yang dilontarkan Edy Rahmayadi terkait tidak diperlukannya diskusi dengan masyarakat soal lahan Buper Sibolangit.
Baca juga: Gubernur Edy Rahmayadi Sebut Penertiban Bumper Sibolangit Dilakukan Usai Kedatangan Presiden Jokowi
"Pak Edy juga berstatement bahwa tidak ada lagi diskusi terkait penggusuran. Kalau tidak mau diskusi tak usah kau jadi gubernur, kalau kau tak mau bermusyawarah tak usah jadi rakyat Indonesia," ucapnya.
"Karena Indonesia semua kepentingan itu bermusyawarah, apalagi kepentingan rakyat, kepentingan buruh, kepentingan nelayan dan petani. Jadi jangan macam-macam Bapak Edy Rahmayadi, saya tahu kau Jenderal, tapi setahu saya di dalam Undang-undang rakyat lebih tinggi dari apapun itu," tambahnya
Miliki Bukti Hukum
Kuasa Hukum masyarakat di sekitar Buper Sibolangit, Tomy Aditya Sinulingga mengatakan pihaknya memiliki bukti hukum yang cukup untuk tetap menempati wilayah Buper Sibolangit.
"Kami menyatakan bahwa SK pakai yang digunakan Pemprov Sumut dan Kwarda tidak berlaku dan dinyatakan terlantar karena sudah ditempati berpuluh tahun dan turun temurun. Karena sejarah tanah itu sebelum merdeka pun di sana sudah ada perkampungan, kita sudah membuktikan karena sudah ada batu nisan tahun 1939, dan bukti-bukti perkampungan," ujar Tomy.
Tomy menuturkan, secara historis, pada tahun 1977 masyarakat memang dipaksa meninggalkan lokasi untuk kegiatan Jambore Nasional pada masa orde baru.
Baca juga: Soal Penggusuran Bumper Sibolangit, Edy Rahmayadi: Tidak Ada Diskusi
Saat itu, kata dia, masyarakat sangat ketakutan dan meninggalkan tanahnya dan memberikan surat-surat tanah.
"Tapi ada sebagian yang bandal. Diserahkan tanah tersebut tetapi tidak diberikan suratnya kepada pemerintah. Itu sudah ada kita buktinya. Kemudian Bupati Deliserdang pada tahun 1977 melakukan pinnjam pakai untuk dijadikan lahan jambore nasional," katanya.
Ia menuturkan, dokumen-dokumen itulah yang menjadi dasar hukum, dan menyatakan masyarakat bukan sebagai penggarap.
Kemudian, kata Tomy, pada saat jatuhnya masa orde baru tahun 1998, keesokan harinya masyarakat merebut kembali haknya.
"Sampai hari ini jadi perkampungan dan diakui Dukcapil, bahkan pemilu, pilkada mereka juga ikut mencoblos di wilayah tersebut. Dan ada juga sekolah, tempat ibadah, pesantren, gereja, kelenteng, itu sudah dimiliki di sana," ujarnya.
Tomy mengaku, pihaknya sangat kecewa dengan keputusan Pemprov Sumut untuk menggusur rumah masyarakat.
Baca juga: Rencana Penggusuran Bumper Sibolangit, Komisi A DPRD Sumut Akan Surati Gubernur Edy Rahmayadi
Ia mengaku, selama jabatan gubernur sebelum Edy Rahmayadi, belum ada yang memberikan surat peringatan kepada masyarakat.
"Tiba-tiba Pemprov Sumut tahun 2022 meminta masyarakat untuk meninggalkan kawasan itu tanpa musyawarah dalam hal ini mau melakukan penggusuran. Ini yang sangat kami kecam, Komnas HAM juga sangat marah, apakah dalam hal ini masyarakat lebih hina dari binatang Binatang saja ada relokasinya," pungkasnya.(cr14/tribun-medan.com)
Update berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.