Harga Gabah Tinggi tak Berdampak Kesejahteraan Petani
Saat ini harga gabah Rp 6.400 per kilogram, ada kenaikan dari harga sekitar Rp 5 ribu lebih pada bulan lalu
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Meski saat ini harga gabah di tingkat petani meroket, namun sejumlah petani di Sumatera Utara mengaku tidak mendapatkan keuntungan yang besar.
Budi, satu di antara petani di Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara mengatakan bahwa saat ini harga gabah kering di tingkat petani dibandrol Rp 6.400 per kilogram.
"Saat ini harga gabah Rp 6.400 per kilogram, ada kenaikan dari harga sekitar Rp 5 ribu lebih pada bulan lalu," ujarnya kepada Tribun Medan, Rabu (6/9).
Dikatakannya, harga gabah yang saat ini dinilai tinggi sebanding dengan harga produksinya yang turut mengalami kenaikan.
"Sebenarnya harga gabah segitu sih sudah sewajarnya karena kan dari segi pupuk, bibit dan pestisidanya juga mahal, itupun juga di barengi dengan harga beras yang mahal," katanya.
Dia menuturkan, kenaikan harga gabah tersebut juga disebabkan adanya penurunan produksi padi dan beras di beberapa daerah sentra produksi.
"Luas lahan sawah saya kurang lebih dua hektare, kalau lagi masa panen atau penguhujan di bulan September hingga Desember biasanya bisa sekali panen 5 ton, tetapi ini hanya ada 2 ton," Paparnya.
Menurutnya, kenaikan harga gabah ini tidak berlangsung lama, sebab sebentar lagi akan memasuki masa panen raya.
"Kalau untuk naik terus harganya berat, tapi bisa dipastikan harganya akan turun lagi, karena sebentar lagi akan panen raya, tentunya ada penurunan harga, apalagi nanti ada beras bantuan dari Presiden Jokowi," ungkapnya.
Hingga saat ini, disampaikannya, fenomenal cuaca elnino tidak berpengaruh terhadap lahan sawah miliknya.
"Tidak ada pengaruh apapun dari fenomena cuaca elnino, bahkan sering hujan, kalau kami disini karena daerah pesisir jadi banjir sedikit masih bisa teratasi," sebutnya.
Dia berharap kepada Pemerintah untuk dapat menurunkan harga pupuk, pestisida hingga bibit agar harga gabah murah dan harga beras stabil.
"Kalau bisa harga pupuk dan pestisidanya turun dan murah lah, karna saat ini harga pupuk subsidi Rp 180 ribu per karung, tapi pupuk ini kurang berkembang ya, jadi kita kebanyakan pakai pupuk non subsidi dengan harga sekitar Rp 400 ribu per karung dengan ukuran 50 kilogram," Pungkasnya.
Diketahui, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara (Sumut) pada Agustus 2023, harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani di bandrol Rp 6.454 per kilogram, naik sebesar 2.18 persen secara month-to-month (mtm).
Sedangkan gabah kering panen (GKP) mencapai Rp 6.007 per kilogram atau naik sebesar 5.09 persen mtm.
Pengeluaran Lebih Besar dari Pendapatan
Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin menilai, kenaikan harga gabah yang terjadi saat ini belum dapat memberikan kesejahteraan kepada para petani di Sumut.
"Jika mengacu kepada harga gabah yang melambung tinggi, memang seakan-akan petani itu terlihat sejahtera, terlebih harga gabahnya 20 persen lebih mahal dibandingkan dengan HPP," paparnya.
Namun dikatakannya, hal tersebut tetap dibutuhkan kajian lebih mendalam lagi, dimana saat ini harga pupuk dan pestisida juga naik dan telah terjadi sejak tahun terakhir.
"Selain itu harus dihitung juga dari sisi pengeluaran petani yang terbebani oleh tingginya inflasi, serta produksi padi yang dihasilkan," katanya
Dia menuturkan, jika mengacu kepada rilis data BPS pada bulan agustus, dimana nilai tukar petani untuk tanaman pangan sebesar 98.38 persen, maka Gunawan berkesimpulan bahwa petani padi di Sumut belum sejahtera.
"Karena indeksnya masih di bawah 100, masih lebih besar pengeluaran petani dibandingkan dengan pendapatannya," ungkapnya.
Dia menjelaskan, saat ini harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang mengacu pada hasil survey yang dilakukannya, sangat jauh dengan harga pembelian pemerintah (HPP).
"Harga GKP yang mengacu kepada hasil survey saya di bulan agustus sempat menyentuh Rp 7 ribu per kilogram, harganya jauh diatas HPP yang ditetapkan sebesar Rp 5 ribu per kilogram nya," katanya kepada Tribun Medan, Rabu (6/9)
Dikatakannya, Jika gabah di konversi ke beras, ini tentunya akan sangat bergantung pada rasio gabah ke beras yang berada dalam rentang 48 persen hingga 60 persen.
Rasio tersebut sangat bergantung pada tiga faktor utama yakni tingkat kematangan padi yang dipanen, tingkat kekeringannya dan mesin penggilingannya.
"Mesin penggiling keluaran baru umumnya mampu menghasilkan rasio gabah ke beras yang lebih besar, Jadi kalau GKP di level Rp 6 ribu per kilogram, maka kita perlu menentukan terlebih dahulu harga gabah kering giling (GKG).
Kalau acuan pemerintah HPP untuk GKG itu Rp 6.200 per kilogram, namun harga GKG di lapangan tentunya sudah tidak bisa sepenuhnya mengacu kepada HPP. Karena harga GKP nya saja sudah diatas harga HPP GKG," jelasnya
Menurutnya, meski saat ini proses konversi dari GKP ke GKG sudah menggunakan bantuan teknologi canggih, dimana gabah tidak perlu dijemur terlebih dahulu lalu digiling, namun tetap saja ada biaya yang dikeluarkan untuk memproses GKP menjadi GKG.
"Sehingga harga beras memang akan berada dalam entang Rp 12 ribu ke atas, jika mengacu kepada GKP yang harganya diatas Rp 6.000 per kilogram," pungkasnya. (cr10)
Kereta Petani KAI Mulai Dinanti, Kapan Diluncurkan dan Seperti Apa Wujudnya? |
![]() |
---|
Polsek Tanah Jawa Wujudkan Kamtibmas Melalui Pendampingan Program Pertanian di Simalungun |
![]() |
---|
KERAP KEMALINGAN, Pihak Petani Beri Respons Hingga Laporkan Pria Pencuri Dua Goni Ubi ke Polisi |
![]() |
---|
Kerap Kemalingan, Petani Laporkan Pria Pencuri Dua Karung Ubi ke Polisi: Kami Resah |
![]() |
---|
Simpan Sabu di Gubuk, Seorang Kakek yang Berprofesi Sebagai Petani Diringkus Polres Tanah Karo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.