Deflasi 5 Bulan Beruntun Indikasi Masyarakat Tak Punya Uang Lagi Untuk Berbelanja, Ini Kata Mendag

Menurut sejumlah kalangan ekonom, kondisi deflasi secara beruntun ini memperlihatkan kondisi ekonomi kelas menengah yang kian melemah.

Editor: Juang Naibaho
HO
ILUSTRASI pertumbuhan ekonomi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut pada Mei sampai September 2024.  

Masyarakat kehabisan uang karena situasi perekonomian Indonesia yang memburuk, akibat kenaikan upah pekerja terlalu kecil, efek suku bunga tinggi, serta lapangan kerja terbatas di sektor formal. 

Di sisi lain, Indonesia juga mengalami gelombang PHK massal dan peningkatan tarif PPN 11 persen yang dinilai menurunkan daya beli masyarakat.

"Ini alarm bagi perekonomian karena indonesia adalah negara berkembang dengan populasi usia produktif yang tinggi, sementara kita juga sedang berada pada bonus demografi," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Rabu.

Artinya, kata Bhima, masyarakat Indonesia idealnya banyak belanja, banyak konsumsi sehingga ada dorongan kenaikan inflasi pada sisi permintaan. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya.

Menurut Bhima, deflasi yang terus terjadi akan menimbulkan efek buruk bagi perekonomian di Indonesia, yaitu resesi. 

Hal ini karena daya beli masyarakat sangat erat kaitannya dengan ekspansi manufaktur dan dunia usaha. 

Jika permintaan meningkat, dunia usaha bisa meningkatkan belanja bahan bakunya dan produksinya. Saat industri bergairah, produksi akan meningkat, serapan tenaga kerja bertambah, dan ujungnya adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Sebaliknya, jika daya beli masyarakat turun, maka pertumbuhan ekonomi juga melemah. Dampak deflasi akan paling dirasakan pelaku usaha terutama industri makanan dan minuman, pakaian jadi, alas kaki, dan pelaku usaha properti yang perlu mengubah bisnisnya.

"Jika situasi permintaan tidak membaik dalam dua kuartal ke depan maka 2025 awal akan terjadi indikasi resesi ekonomi," kata Bhima.

Ia menerangkan, resesi tidak berarti pertumbuhan ekonomi negatif, tetapi terjadi pelambatan dalam 2-3 bulan berturut-turut. Ditambah pula, meningkatnya angka pengangguran sudah bisa disebut sebagai resesi ekonomi. (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved