Liputan Khusus

PENYESALAN Warga Medan Ikut Parkir Berlangganan, Sudah Bayar Setahun Tapi Tetap Diminta Tunai

parkir di Kota Medan terus menyisakan polemik. Banyak kericuhan terjadi antara pengendara yang telah punya stiker barcode parkir berlangganan vs jukir

Penulis: Anisa Rahmadani | Editor: Juang Naibaho
TRIBUN MEDAN/DEDY
JUKIR - Juru parkir di Jalan Surabaya, Kota Medan, viral karena memaksa warga bayar parkir secara tunai, meskipun sudah punya stiker barcode parkir berlangganan. 

Menurutnya, ada rasa penyesalan karena telah membeli barcode parkir berlangganan. "Nyesal pasti. Karena kemarin panic attack ya, jadi takut nggak bisa parkir. Makanya beli. Rupanya begini," katanya. 

Berbeda halnya dengan pemilik barcode parkir berlangganan, Ridwan. Ia tetap mempertahankan barcode parkir berlangganan dan enggak masalah cekcok dengan jukir.

“Kalau saya, saya gas ajalah. Orang saya benar. Sudah bayar barcode  mahal masak saya diminta uang parkir lagi. Enggak mau saya. Sering saya ributin. Cuma enggak mau saya rekam-rekam. Adu mulut, adu mulut, habis itu tancap gas kendaraan saya," katanya. 

Ridwan menambahkan, jika tidak berani melawan jukir maka selamanya barcode tersebut tidak berfungsi. "Apalagi barcode itu ada batasan waktu satu tahun. Jadi, saya enggak mau rugi," katanya.

Ridwan berharap, agar pemerintah bisa lebih tegas dalam menetapkan sistem perparkiran di Kota Medan. "Kalau sistemnya A, ya sistemnya A. Jangan tiba-tiba jadi B. Itu namanya buat peperangan antara petugas parkir dan kami pengendara," ujarnya.

Masih Berlaku 
Kabid Parkir Dishub Kota Medan Nikmal Fauzi Lubis menegaskan bahwa sistem barcode masih berlaku sampai saat ini. 

“Saat ini kita memakai dua metode pembayaran. Saya pastikan barcode itu berlaku untuk parkir tepi jalan,” ucap Nikmal. Ia membenarkan bahwa, praktik di lapangan memang masih ada beberapa jukir yang menolak pembayaran dengan sistem barcode. 

“Kalau sosialisasi terus kita sampaikan pada perusahan yang ada untuk memberi pengerahan kepada jukirnya. Namun penolakan itu selalu terjadi di jukir, makanya ada beberapa jukir yang kita tindak dan amankan. Dari Lebaran sampai sekarang saja ada sekitar 4 jukir yang kita tindak karena menolak sistem barcode ini,” ujarnya.

Dengan banyaknya jumlah jukir di Kota Medan, Nikmal mengakui pihaknya juga kesulitan melakukan pengawasan di lapangan. “Terkadang kita plot anggota di beberapa lokasi, ternyata di lokasi lain pula yang ribut. Karena jukir di Kota Medan ini jumlahnya lebih dari 2.000 orang.

Sampai kapan sistem barcode berlaku, Nikmal mengaku, hingga saat ini belum ada kepastian apakah kebijakan tersebut akan dilanjutkan.

“Kami juga masih menggunakan arahan, yang jelas sampai saat ini kita masih terus menjual barcode. Dan, pada Februari 2025 juga masih ada masyarakat yang membeli barcode,” katanya.

Ke depan, Nikmal kembali mengimbau kepada perusahaan pengelola parkir dan jukir yang ada di Kota Medan untuk mematuhi aturan yang berlaku saat ini. “Masyarakat yang sudah membayar parkir selama satu tahun (barcode) pasti tidak terima ketika dikutip retribusi saat menggunakan parkir tepi jalan. Hal seperti itu yang sering jadi pemicu keributan. Jadi kami harap para jukir bisa paham dengan sistem barcode ini,” katanya.

Mengenai APBD 2024 senilai Rp 12,4 miliar yang ditetapkan Pemko untuk gaji jukir mulai  Agustus hingga Desember 2024 seperti apa, Nikmal tak merespons. 

Berdasar catatan Tribun Medan, gaji jukir per bulan awalnya ditetapkan Rp 2,5 juta. Sehingga, per bulan anggaran yang dikeluarkan Rp 2,5 miliar. Apabila ditotalkan selama lima bulan itu menghabiskan APBD senilai Rp 12,5 miliar, Agustus-Desember 2024.(cr5/Tribun-Medan.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved