Berita Viral

KOPDA Bazarah Ngaku Titip Uang Setoran Sabung Ayam Untuk AKP Lusiyanto Melalui Bripka F: Tak Kenal

Kopda Bazarah mengaku tidak memberikan setoran secara langsung ke Kapolsek Negara Batin, AKP Lusiyanto.

SRIPOKU.COM / Syahrul Hidayat
BAZARSAH -- Terdakwa kasus penembakan tiga orang polisi di Way Kanan, Lampung Kopda Bazarsah menjelaskan tentang pengelolaan arena judi sabung ayam dan dadu koprok yang ia lakukan bersama Peltu Yun Heri Lubis, Senin (14/7/2025). Bazarsah mengaku ia pendapatan dari judi ia potong 10 persen dari pemain berkisar Rp 12 juta per bulan, Rp 30 juta per bulan kalau ada event besar. 

Terdakwa menjelaskan bahwa posisinya saat itu berada di sekitar gelanggang dengan tanah yang lebih tinggi dari jalan, sekitar 1,5 meter.

Posisi ini disinggung oleh Oditur militer sebagai posisi "menguntungkan" layaknya seorang tentara di medan perang.

Dalam posisi sambil mundur tersebut, Bazarsah melepaskan dua tembakan ke arah Petrus tanpa mengetahui apakah tembakannya mengenai korban atau tidak.

"Setelah tembak atas langsung mengarahkan yang paling dekat aja. Saya dua kali tembak, terus lanjut lari lagi," katanya.

Di tengah kepanikan yang ia rasakan, Bazarsah merasa banyak pihak yang menembakinya.

Dari arah samping, ada tembakan yang ternyata berasal dari Kapolsek Negara Batin, AKP Anumerta Lusiyanto.

"Itu di arah jalan samping saya balas tembakan tiga kali karena mau lari. Saya asal nembak tidak tahu kena atau tidak, untuk meyakinkan kena makanya ditembak tiga kali. Setelah menembak saya tidak lihat korban saat roboh," jelasnya.

Kemudian, Bazarsah berlari ke arah kebun singkong. Ia merasa masih ada yang menembakinya saat berusaha kabur.

Di kebun tersebut, karena tanah tidak rata, terdakwa jatuh dan senjata yang dipegangnya sempat terlepas.

Pada saat itulah, terdakwa menembak korban ketiga, Briptu Anumerta Ghalib.

Bazarsah memperagakan posisinya menembak Ghalib saat hendak berdiri.

Ia melepaskan tembakan tersebut sebanyak tiga kali.

"Pas saya jatuh terguling sempat lepas (senjata). Ada yang menembaki lagi, langsung saya tembak sambil mau berdiri. Seingat saya sambil mau jongkok begitu yang mulia," katanya.

Terdakwa mengaku ia merasa sangat terancam dan tidak sempat memikirkan apapun sewaktu mendengar suara tembakan.

"Pokoknya saya panik aja," pungkas Bazarsah.

Istri Korban Menangis Sujud

Sidang lanjutan kasus pembunuhan tiga anggota Polisi di Way Kanan Lampung, kembali digelar di Pengadilan Militer I-04 Palembang, Senin (30/6/2025).

Dua terdakwa yakni Kopda Bazarsah dan Peltu Lubis, menjalani persidangan dengan pengawalan ketat dari petugas Polisi Militer.

Keduanya tiba di pengadilan sekitar pukul 08.00 WIB, mengenakan pakaian tahanan berwarna kuning dengan tangan terborgol.

Dengan wajah tertunduk, mereka digiring masuk ke ruang sidang tanpa memberikan komentar kepada awak media.

Pada sidang lanjutan keempat ini, majelis hakim menjadwalkan pemeriksaan terhadap lima orang saksi ahli, termasuk saksi dari bidang forensik.

Kopda Bazarsah dan Peltu Lubis dikawal ketat
DUA TERDAKWA DIKAWAL KETAT: Dengan pengawalan ketat oleh petugas Polisi Militer, terdakwa Kopda Bazarsah dan Peltu Lubis dihadirkan kembali pada sidang lanjutan di Pengadilan Militer I-04 Palembang, terkait kasus pembunuhan tiga orang Polisi di Way Kanan Lampung, Senin (23/6/2025) pagi. (Sripoku.com/Andyka Wijaya)

Pada sidang dakwaan sebelumnya, Kopda Bazarsah didakwa Oditur Militer dengan pasal berlapis yakni didakwa Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana dengan subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Biasa.

Kopda Bazarsah juga dikanakan pasal kumulatif, yaitu Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 terkait kepemilikan senjata api ilegal dan Pasal 303 KUHP tentang perjudian.

Sidang pembacaan dakwaan dari Oditur Militer itu dibacakan di Pengadilan Militer Palembang Rabu (11/6/2025). 

Sidang militer diketuai Majelis Hakim Pengadilan Militer I-04 Palembang Fredy Ferdian Isnartanto, dibantu dua hakim anggota Mayor Chk (K) Endah Wulandari SH MH dan Mayor CHK Arif Dwi Prasetyo.

Diketahui, Kopda Basarsyah didakwa atas perkara kasus menembak mati tiga polisi di bawah jajaran Polda Lampung yang hendak menggerebek judi sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Way Kanan, Lampung, Senin (17/3/2025) sore.

Tiga polisi yang gugur itu yakni Kapolsek Negara Batin AKP (Anumerta) Lusiyanto, anggota Polsek Negara Batin Aipda (Anumerta) Petrus Apriyanto, dan anggota Satreskrim Polres Way Kanan Briptu (Anumerta) M. Ghalib Surya Ganta.

SUJUD DI RUANG SIDANG: Tiga keluarga almarhum, Sasnia, istri AKP Anumerta Lusiyanto, istri Petrus Apriyanto, dan Ibu M Ghalib Surya Ganta, bersujud di hadapan majelis hakim untuk meminta agar para terdakwa dihukum seberat-beratnya karena telah membunuh suami mereka pada sidang lanjutan di Pengadilan Militer I-04 Palembang, Sumatera Selatan, Senin (30/6/2025). (SRIPOKU.COM / Syahrul Hidayat)
SUJUD DI RUANG SIDANG: Tiga keluarga almarhum, Sasnia, istri AKP Anumerta Lusiyanto, istri Petrus Apriyanto, dan Ibu M Ghalib Surya Ganta, bersujud di hadapan majelis hakim untuk meminta agar para terdakwa dihukum seberat-beratnya karena telah membunuh suami mereka pada sidang lanjutan di Pengadilan Militer I-04 Palembang, Sumatera Selatan, Senin (30/6/2025). (SRIPOKU.COM / Syahrul Hidayat) (SRIPOKU.COM / Syahrul Hidayat)

Sesak Tangis di Persidangan

Suasana di Pengadilan Militer I-04 Palembang pada Senin (30/6/2025) terasa berat dan sesak oleh duka saat dilaksanakan sidang lanjutan kasus penembakan tragis tiga anggota polisi Way Kanan oleh Kopda Bazarsah.

Namun, sorotan utama bukan pada terdakwa di kursi pesakitan, melainkan pada tiga perempuan di barisan pengunjung yang hatinya telah hancur berkeping-keping.

Milda Dwiyani datang dengan membawa kenangan suaminya dalam sebuah foto.

Pernikahan mereka baru berjalan setahun lebih, sebuah waktu yang terlalu singkat untuk membangun bahtera rumah tangga.

Kini, ia harus seorang diri membesarkan buah hati mereka, seorang bayi mungil yang baru berusia 6 bulan.

Bayi itu tidak akan pernah mengenal hangatnya dekapan sang ayah. "Perasaan saya sangat sedih," ucap Milda dengan suara bergetar.

"Apalagi saya masih punya anak kecil usianya baru 6 bulan. Dia masih butuh sosok ayah, bagaimana masa depannya?"

Pertanyaan itu menggantung di udara, sebuah jeritan hati seorang ibu muda yang dunianya runtuh seketika.

Bagi Milda, kehilangan suami bukan hanya kehilangan pasangan hidup, tetapi juga merenggut figur ayah yang krusial bagi putranya.

"Bagaimana masa depan anak saya," tanyanya lagi, lebih pada dirinya sendiri, seolah mencari jawaban yang tak akan pernah datang.

Duka yang sama terpancar dari wajah Sasnia, istri dari almarhum Kapolsek Negara Batin, AKP Anumerta Lusiyanto.

Ingatannya terlempar pada hari nahas itu. Sebuah kenangan sederhana namun kini terasa begitu menyayat.

"Masih ingat saya, Pak," tutur Sasnia, mengenang percakapan terakhirnya dengan sang suami.

"Bapak waktu itu pesan ke saya, masak yang banyak karena anggota nanti buka puasa di asrama."

Permintaan itu ia penuhi. Makanan telah siap terhidang, menunggu kepulangan para abdi negara yang bertugas.

Namun, yang datang bukanlah kabar gembira, melainkan berita duka. Masakan itu tak pernah sempat disantap oleh suaminya.

"Masakan sudah siap, tapi ada kejadian ini," katanya lirih.

Di sudut lain, Suryalina memeluk foto putranya, Briptu Anumerta Ghalib. Air matanya adalah cerminan dari tragedi ganda.

Ia telah lebih dulu kehilangan suaminya. Ghalib, putra satu-satunya, adalah pelita harapan yang tersisa dalam hidupnya. Kini, pelita itu telah dipadamkan secara paksa.

"Saya sudah kehilangan suami dan sekarang anak saya juga meninggal dengan cara seperti ini," rintihnya pilu.

"Dia harapan saya satu-satunya, sekarang tidak ada lagi."

Meski datang dari tiga keluarga berbeda, hati Milda, Sasnia, dan Suryalina menyuarakan satu tuntutan yang sama, sebuah permohonan yang lahir dari puncak kepedihan, hukuman mati untuk terdakwa.

Bagi mereka, proses hukum bukan sekadar mencari keadilan prosedural. Mereka tidak ingin terjebak dalam perdebatan soal SOP atau teknis lainnya.

Yang mereka inginkan adalah keadilan yang setimpal atas tiga nyawa yang telah direnggut.

"Keinginan saya, saya ingin hakim jujur," tegas Milda.

"Karena terdakwa sudah menghilangkan nyawa 3 korban. Saya ingin terdakwa dihukum mati." lanjutnya.

Keluarga polisi di persidangan
HADIRI SIDANG: Tiga keluarga korban tewas anggota Polsek Negara Batin Lampung menghadiri sidang lanjutan sambil memegang foto tiga almarhum di ruang sidang Pengadilan Militer I-04 Palembang, Senin (30/6/2025), Senin (30/6/2025). (Sripoku.com/Syahrul Hidayat)

Suasana haru dan penuh emosi juga menyelimuti Pengadilan Militer I-04 Palembang pada Senin (30/6/2025), saat istri dan ibu dari korban penembakan oleh Kopda Bazarsah bersujud di hadapan majelis hakim.

Mereka memohon agar terdakwa dijatuhi hukuman mati atas perbuatannya yang telah merenggut nyawa anggota keluarga mereka.

Ketiganya, yakni Sasnia (istri almarhum AKP Anumerta Lusiyanto, Kapolsek Negara Batin), serta ibu dari almarhum AKP Anumerta Lusiyanto dan ibu dari korban lainnya, kompak bersujud setelah memberikan keterangan sebagai saksi tambahan.

Isak tangis tak terbendung, menggambarkan kedalaman duka yang mereka rasakan.

"Kami tidak tahu melanjutkan kehidupan kami seperti apa yang mulia. Baik saya dan istri Petrus yang kehilangan suami dan ada ibunya Ghalib kehilangan anak. Karena sudah kehilangan tulang punggung keluarga kami pak," ujar Sasnia dengan suara bergetar, merujuk pada dampak fatal kepergian sang suami dan anak bagi keluarga mereka.

Dalam permohonan mereka, istri dan ibu korban secara tegas meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman mati kepada Kopda Bazarah.

Bagi mereka, hukuman tersebut adalah satu-satunya yang setimpal dengan perbuatan terdakwa yang telah menyebabkan kesedihan mendalam dan tak terhingga bagi seluruh keluarga.

"Suami saya orang benar-benar pak tidak ada dia menerima uang hasil judi. Saya mohon agar terdakwa dihukum mati," tambah Sasnia, menepis kemungkinan adanya motivasi lain di balik penembakan tersebut dan menekankan integritas almarhum suaminya.

Melihat adegan yang menyayat hati ini, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Militer I-04 Palembang, Kolonel CHK Fredy Ferdian Isnartanto, berusaha menenangkan keluarga korban.

"Ibu dari awal ikut persidangan. Saya sebagai majelis hakim berdiri di posisi netral di tengah, ada oditur, ada penasehat hukum. Ada ibu juga sebagai korban, kami perlu mendengar keterangan ibu agar kami bahan komprehensif untuk mempertimbangkan hal ini," ujarnya, sembari mencoba meyakinkan bahwa setiap keterangan akan menjadi bahan pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusan.

Sidang kasus penembakan yang melibatkan Kopda Bazarah ini terus menarik perhatian publik, terutama dengan adanya momen emosional dan permohonan hukuman mati dari keluarga korban.

Melihat tangisan para perempuan dari keluarga para korban, Kopda Bazarsah tampak meneteskan air mata sesekali menyekanya dengan tangan sendiri.

Raut penyesalan terlihat jelas di wajahnya.

(*/Tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

   

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved