Berita Viral

TEPERDAYA Iming Lolos Akpol 'Kuota Kapolri', Uang Rp 2,6 Miliar Lenyap, Sebagian Pinjam dari Saudara

Dwi mengaku sudah memberikan uang sebesar Rp 2,6 miliar, dengan janji anaknya bisa masuk Akpol lewat jalur khusus.

Editor: Juang Naibaho
TRIBUNJATENG/REZANDA AKBAR
PENIPUAN MASUK AKPOL - Dwi Purwanto, warga Pekalongan, Jawa Tengah, menunjukan foto Alex (mengenakan pakaian berwarna putih) dan Agung (mengenakan baju hitam) dua dari empat pelaku penipuan modus masuk Akpol. 

TRIBUN-MEDAN.com - Meski sudah banyak menelan korban, kasus penipuan modus lolos Akademi Kepolisian (Akpol) masih terus terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Kali ini, warga Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, bernama Dwi Purwanto yang teperdaya iming-iming lolos Akpol.

Dwi mengaku sudah memberikan uang sebesar Rp 2,6 miliar, dengan janji anaknya bisa masuk Akpol lewat jalur khusus.

Menurut dia, ada empat orang yang mengurus anaknya supaya bisa masuk Akpol, dua di antaranya disebut anggota aktif Polres Pekalongan.

Janji tinggal janji. Anaknya tak lolos seleksi Akpol, dan uang miliaran rupiah yang sudah diserahkan tak kunjung dikembalikan.

Dwi menceritakan, uang tersebut ia kumpulkan dari hasil tabungan, dan meminjam saudara yang saat itu kebetulan menjual dua mobil mewah Rubicon dan Mini Cooper.

“Uang itu hasil kerja keras saya. Demi anak, saya percaya. Tapi ternyata saya ditipu,” kata Dwi, Rabu (22/10/2025) dikutip dari tribunjateng.com.

Awal Mula Penipuan

Kasus ini bermula pada 9 Desember 2024, ketika Dwi menerima pesan WhatsApp dari Aipda F, anggota Polres Pekalongan

Dalam pesan itu, F menawarkan bantuan untuk memasukkan anak Dwi ke Akpol lewat jalur khusus yang disebut-sebut sebagai “kuota Kapolri”.

“Katanya ini kuota khusus, tinggal bayar Rp 3,5 miliar. Separuh dulu tanda jadi, sisanya setelah panpus (pantukhir pusat),” ujar Dwi.

Awalnya ia menolak, tapi bujukan terus berdatangan. 

Beberapa hari kemudian, F datang ke rumah Dwi bersama Bripka A, anggota Polres Pekalongan, yang mengaku mantan anggota Densus dan adik leting F.

Keduanya meyakinkan Dwi bahwa mereka memiliki akses langsung ke seorang purnawirawan jenderal polisi bernama Babe, yang disebut-sebut bisa memastikan kelulusan taruna melalui jalur istimewa. 

Mereka juga menyebut ada figur bernama Agung, yang dikatakan sebagai adik dari Kapolri, berperan mengatur kuota khusus tersebut.

“Katanya sebelumnya ada yang mau pakai kuotanya tapi ga jadi karena orangnya daftar tentara, jadinya ada satu kuota kosong,” tuturnya.

Untuk menunjukkan keseriusan, Dwi diminta menyerahkan uang muka Rp 500 juta tunai pada 21 Desember 2024 di sebuah kafe di Kota Semarang. 

Dwi menyerahkan langsung uang tersebut kepada kepada F dan A.

Beberapa minggu kemudian, pada 8 Januari 2025, keduanya kembali meminta Rp 1,5 miliar dengan alasan proses administrasi di Jakarta harus segera ditutup.

“Mereka mendesak. Katanya malam itu juga atau paling lambat besok pagi harus dibayar. Saya sampai pinjam ke saudara yang habis jual dua mobil,” ujar Dwi.

Uang Rp 1,5 miliar itu juga diserahkan langsung kepada A di rumah Dwi. 

Selang beberapa waktu, Dwi dipertemukan dengan dua sosok baru yakni Agung dan Joko. Kedua sosok itu diperkenalkan sebagai penghubung langsung ke Babe.

Menurut Dwi, Agung diperkenalkan sebagai adik dari Kapolri dan disebut sebagai pihak yang bisa “menyetujui” nama anaknya agar masuk daftar kuota khusus.

Sementara Joko disebut sebagai orang lapangan yang akan mengurus teknis di Jakarta dan Ancol.

Pertemuan Dwi dan Joko berlangsung di Kediri, Jawa Timur.

“Katanya nanti anak saya akan diurus langsung sama Babe lewat Joko. Jadi semua tahapannya tinggal jalan,” tutur Dwi.

Atas permintaan itu, Dwi melakukan empat kali transfer ke rekening atas nama Joko, dengan total Rp650 juta. 

Ia juga sempat mengizinkan anaknya berangkat ke Jakarta karena dijanjikan akan menjalani pelatihan dan karantina sebelum seleksi lanjutan.

"Anak saya benar dibawa ke Jakarta. Katanya untuk persiapan dan diperkenalkan ke Babe. Tapi setelah itu tidak ada perkembangan apa pun,” ujarnya.

Kenyataan pahit datang setelah hasil seleksi tahap pertama diumumkan. Anaknya gagal di pemeriksaan kesehatan (rikes).

Dwi pun mencoba menagih janji pengembalian uang, tapi para pelaku justru saling melempar tanggung jawab.

“Mereka janji mau mengembalikan, tapi sampai sekarang tidak ada kabar. Semuanya diam,” kata Dwi.

Merasa ditipu, Dwi akhirnya melapor ke Polda Jawa Tengah pada Agustus 2025. 

Laporan itu mencantumkan empat nama Aipda F, Bripka A, Agung, dan Joko.

Menurut Dwi, penyidik sudah menaikkan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan, dan dirinya sudah dimintai keterangan. 

“Saya serahkan semua bukti transfer, percakapan WhatsApp, dan kronologinya,” ujarnya.

Dwi kini hanya berharap uangnya bisa kembali dan para pelaku mendapat hukuman setimpal.

“Saya percaya karena sudah kenal sejak 2011,” katanya. (*/tribunmedan.com)

Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved