Berita Nasional

Menohok Balasan Dedi Mulyadi, Purbaya Sebut Rugi Simpan Uang di Giro: Tak Mungkin Simpan di Kasur

Pasalnya, Purbaya menyatakan APBD di bank dalam bentuk giro, justru membuat rugi sebab bunga lebih rendah

kolase istimewa
Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa tidak ada dana pemerintah provinsi yang disimpan dalam bentuk deposito, baik di Bank BJB maupun bank lain. Pernyataan ini disampaikan setelah Dedi mengecek langsung ke Bank Indonesia pada Rabu (22/10/2025). (Kolase Istimewa) 

TRIBUN-MEDAN.com - Menohok balasan Dedi Mulyadi, Purbaya sebut rugi simpan uang di giro.

Adu argumen lagi-lagi terjadi antara Dedi Mulyadi dan Purbaya.

Ini semua berawal dari pernyataan Purbaya dana pemda mengendap di bank.

Terkini, Dedi Mulyadi membalas sentilan Purbaya Yudhi Sadewa mengenai APBD Jabar di bank bukan berbentuk deposito, melainkan giro.

Pasalnya, Purbaya menyatakan APBD di bank dalam bentuk giro, justru membuat rugi sebab bunga lebih rendah

Dedi Mulyadi pun merespon pernyataan Purbaya melalui video yang diunggah dalam akun instagram pribadinya, Kamis (23/10/2025) malam.

"Netizen budiman dimana pun berada, berikut saya sampaikan mekanisme anggaran Pemprov Jawa Barat. Mohon simak sampai selesai biar tidak misuh-misuh gak karuan. Hatur nuhun," tulis Dedi Mulyadi dalam caption video instagram dikutip TribunJakarta.com

Politikus Gerindra itu menyampaikan Jawa Barat memiliki kualifikasi sebagai provinsi dengan belanja terbaik di Indonesia menurut Mendagri Tito Karnavian.

"Besaran pendapatannya relatif tinggi, pengeluarannya relatif tinggi," kata Dedi.

"Kemudian pertanyaannya kok belanja terbaik, masih ada uang yang tersimpan di kas daerah dalam bentuk giro," sambung Dedi.

Dedi lalu menjelaskan pembayaran kegiatan pembangunan tidak langsung dibayarkan sekaligus.

Ia mencontohkan lelang pekerjaan jalan. Dimana nilai lelang pekerjaan jalan semisal Rp triliun.

Maka, anggaran pekerjaan jalan itu tidak langsung dibayarkan melainkan dibagi dalam tiga termin.

Termin pertama biasanya dibayarkan 20-30 persen dari anggaran.

"Kemudian termin kedua, termin ketiga. Kenapa dibikin termin-termin, agar pekerjaannya terkendali," kata Dedi.

"Kalau dibayarkan uang langsung bagaiamana kalau uangnya diserap tapi pekerjaannya tidak ada, ini akan menjadi masalah hukum bagi penyelenggara kegiatan seperti kepala PU," sambung Dedi.

Lalu, kata Dedi, provinsi di kabupaten/kota ada penyimpanan deposito on call. 

Deposito on call, lanjut Dedi Mulyadi, yakni uang yang tersedia di kas daripada di giro sangan rendah, bunganya lebih baik disimpan di deposito dengan jangka waktu satu sampai tiga bulan.

Namun, Dedi Mulyadi mengatakan deposito on call bisa dicairkan kapan saja untuk kepentingan pembangunan

"Kemudian bunganya  menjadi pendapatan lain-lain itu bisa menjadi modal pembangunan pemerintah daerah tidak lari ke perorangan kembali ke kas daerah," ujar Dedi.

Provinsi Jawa Barat, kata Dedi Mulyadi, menyimpan uang di Bank Jabar Banten yang disebut kas daerah dalam bentuk giro.

Ia menegaskan hal tersebut merupakan mekanisme pengelolaan di daerah. 

"Kemudian kalau kemarin dinyatakan deposito itu tidak boleh karena bunganya takut dinikmati perorangan dan kembali ke kas daerah maka giro jalan yang terbaik," ujar Dedi Mulyadi.

"Tapi kalau hari ini nyimpen di giro juga dianggap rugi ya barangkali tidak mungkin juga kan pemda nyimpen uang di kasur atau di lemari besi itu lebih rugi," ungkap Dedi Mulyadi.

Ia kembali menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan rangkaian mekanisme pengelolaan belanja daerah. 

Dedi Mulyadi mengingatkan belanja daerah tidak bisa sekaligus. Dimana, serapan anggaran memang harus tinggi tetapi terkendali dengan baik.

"Kalau hanya diserap saja tapi enggak ada manfaatnya buat apa? misal diserap hanya untuk perjalanan dinas, hanya untuk biaya seminar, diskusi, beli pakaian dinas, belanja makan minum, manfaat untuk masyarakatnya tidak ada," kata Dedi Mulyadi.

Dedi Mulyadi menuturkan Pemprov Jabar melakukan serapan anggaran untuk kegiatan pembangunan di seluruh daerah.

"Kalau hari ini masih ada angka Rp 2,5 triliun, nanti di tanggal 30 Desember jumlah itu akan menyusut saya berharap saldo bisa di bawah angka Rp 50 miliar, nuhun kalau saldonya 0," imbuhnya.

Respons Purbaya 

Sebelumnya dikutip dari Tribunnews.com, Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, enggan menindaklanjuti bantahan sejumlah kepala daerah soal endapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di bank.

Ia mengaku data endapan APBD sejumlah pemerintah daerah (pemda) di bank, didapat dari bank sentral.

"Enggak, bukan urusan saya itu, biar saja BI (Bank Indonesia) yang kumpulin data. Saya cuma pakai data bank sentral aja," kata Purbaya di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Lebih lanjut, Purbaya menanggapi klaim Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, soal APBD Jabar di bank bukan berbentuk deposito, melainkan giro.

Hal ini disampaikan Dedi setelah melakukan pengecekan langsung ke BI di Jakarta, didampingi Sekretaris Daerah Pemprov Jabar, Herman Suryatman, Rabu (22/10/2025).

Menurut Purbaya, menyimpan APBD di bank dalam bentuk giro, justru membuat rugi sebab bunga lebih rendah.

Ia bahkan menyebut penyimpanan APBD di bank dalam bentuk giro bisa berpotensi diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Ada yang ngaku katanya uangnya bukan di deposito, tapi di giro. Malah lebih rugi lagi, bunganya lebih rendah kan."

"Kenapa di(simpan dalam bentuk) giro kalau gitu, pasti nanti akan diperiksa BPK itu," urainya.

Sebelumnya, Dedi memastikan APBD Jabar yang tersimpan di bank, bukan dalam bentuk deposito, tapi giro.

Tak hanya itu, nominal APBD Jabar di bank "hanya" senilai Rp2,4 triliun, alih-alih Rp4,1 triliun seperti data Kemenkeu.

"Tidak ada, apalagi angkanya Rp4,1 triliun, yang ada hari ini hanya Rp2,4 triliun," ungkap Dedi setelah bertemu pihak BI, Rabu.

"Tidak ada lagi kecurigaan, khususnya Provinsi Jawa Barat menyimpan uang dalam bentuk deposito untuk mendapatkan keuntungannya sehingga program pembangunannya terhambat, itu tidak ada," imbuhnya.

Lebih lanjut, Dedi menuturkan, berdasarkan laporan per 30 September 2025, kas daerah Jawa Barat mencapai Rp3,8 triliun.

Tetapi, angka itu turun menjadi Rp2,4 triliun per 22 Oktober 2025, sebab telah digunakan untuk berbagai kebutuhan pemerintahan, termasuk gaji pegawai hingga biaya operasional.

"Uang Rp3,8 triliun ini hari ini sudah dipakai untuk bayar proyek, gaji pegawai, belanja perjalanan dinas, bayar listrik, air, dan pegawai outsourcing," jelas Dedi, masih dari TribunJabar.id.

BI Jelaskan Perbedaan Data

Sementara, BI menjelaskan soal perbedaan data mengenai simpanan APBD di perbankan yang sempat dibahas oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat total dana Pemda di perbankan mencapai Rp215 triliun per 17 Oktober 2025, sementara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan angka Rp233,97 triliun per 15 Oktober 2025. 

Artinya, terdapat selisih sekitar Rp18 triliun antara kedua data tersebut.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menuturkan data simpanan Pemda diperoleh dari laporan wajib setiap bulannya, dari seluruh kantor bank kepada BI.

Isi laporan tersebut adalah posisi akhir bulan dari masing-masing pelapor.

Ramdan menegaskan, data posisi simpanan perbankan tersebut secara agregat dipublikasikan dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia di website BI.

"Bank Indonesia melakukan verifikasi dan pengecekan kelengkapan data yang disampaikan. Data posisi simpanan perbankan itu kemudian dipublikasikan secara agregat dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia di website resmi Bank Indonesia," jelasnya dalam keterangan tertulis, Rabu (22/10/2025).

Purbaya sempat menyoroti kebiasaan pemda menempatkan dana pada pusat di provinsi, alih-alih daerah.

Purbaya menilai kebiasaan itu justru membuat APBD tidak bisa berputar, terlebih dipinjamkan kepada pengusaha lokal.

Total, ada dana milik pemda sebesar Rp234 triliun yang menganggur di bank.

Purbaya mengatakan endapan dana itu menjadi pertanda pemda kurang bergerak cepat dalam mengeksekusi program mereka.

"Serapan rendah mengakibatkan menambah simpanan uang Pemda yang nganggur di bank sampai Rp234 triliun. Jadi jelas, ini bukan soal uangnya tidak ada tapi soal kecepatan eksekusi," tuturnya.

Atas hal itu, Purbaya mendesak pemda agar "membelanjakan" APBD tersebut secara maksimal hingga akhir 2025.

Ia tidak ingin ada APBD yang menganggur di bank.

"Saya ingatkan, percepatan realisasi belanja terutama yang produktif harus ditingkatkan dalam tiga bulan terakhir tahun ini. Uang daerah jangan dibiarkan mengendap di kas atau deposito," jelasnya.

"Kalau uangnya bergerak, ekonomi ikut hidup dan masyarakat langsung merasakan manfaatnya," pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Purbaya memaparkan daftar pemda yang masih menyimpan dana APBD-nya di bank daerah.

  • Pemprov DKI Jakarta: Rp14,6 triliun
  • Pemprov Jawa Timur: Rp6,8 triliun
  • Pemkot Banjarbaru: Rp5,1 triliun
  • Pemprov Kalimantan Utara: Rp4,7 triliun
  • Pemprov Jawa Barat: Rp4,1 triliun
  • Pemkab Bojonegoro: Rp3,6 triliun
  • Pemkab Kutai Barat: Rp3,2 triliun
  • Pemprov Sumatera Utara: Rp3,1 triliun
  • Pemkab Kepulauan Talaud: Rp2,6 triliun
  • Pemkab Mimika: Rp2,4 triliun
  • Pemkab Badung: Rp2,2 triliun
  • Pemkab Tanah Bumbu: Rp2,1 triliun
  • Pemprov Bangka Belitung: Rp2,1 triliun
  • Pemprov Jawa Tengah: Rp1,9 triliun
  • Pemkab Balangan: Rp1,8 triliun

Artikel sudah tayang di Tribun Jakarta

(*/ Tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved