Berita Viral

VIRAL Dua Anak Bak Pernikahan Dewasa di Sumenep, Orangtua Klaim Tradisi Bukan Eksploitasi Anak

Viral di media sosial video pertunangan anak di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Senin (17/11/2025).

Editor: AbdiTumanggor
KOMPAS.COM/ Nur Khalis
Dua anak di bawah umur di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, foto bersama dengan keluarga kedua belah pihak saat acara pernikahan ala orang dewasa. (KOMPAS.COM/ Nur Khalis) 

Perkawinan kerap dianggap menjadi solusi ketika kehamilan terjadi. Akibatnya, hak-hak dasar anak pun terampas.

Dilaporkan bahwa pada tahun 2024, pengajuan permohonan dispensasi kawin anak di Pengadilan Negeri ada sebanyak 293 permohonan.

Sementara di Pengadilan Agama ada 75 permohonan. “Akhirnya ketika ia (anak) menikah, mereka jadi tidak melanjutkan pendidikannya," kata Ketua KPAD Bali, Ni Luh Gede Yastini. 

Dia menyampaikan hal itu saat peluncuran Program Tantri, yang berfokus pada isu kekerasan seksual dan perkawinan anak, pada Jumat (24/10/2025) lalu.

Program itu diinisiasi oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Bali.

Dia mengungkapkan, sejauh ini terdapat empat permohonan izin dispensasi kawinan untuk anak di bawah 14 tahun.

Satu permohonan di Pengadilan Negeri Denpasar dan tiga di Pengadilan Negeri Bangli.

"Calon mempelai laki-laki paling banyak berusia di atas 20 tahun, yakni sebanyak 212. Dari pengajuan dispensasi yang ditolak di Pengadilan Negeri ada 27 permohonan, dan di Pengadilan Agama ada tiga permohonan," ungkap Yastini.

Sementara, berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), pada tahun 2024 terdapat 31.793 kasus kekerasan, dengan 27.521 korban perempuan, termasuk 14.299 kasus kekerasan seksual.

Kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat.

Lalu di Provinsi Bali, kekerasan terhadap perempuan dan anak mengalami peningkatan.

Dari 331 kasus pada tahun 2021 menjadi 438 kasus pada tahun 2024.

Sebanyak 93 di antaranya merupakan kekerasan seksual. 

Ketua Pengurus Daerah PKBI Daerah Bali, dr I Made Oka Negara MBiomed FIAS, menyampaikan persoalan kekerasan seksual dan perkawinan anak di Bali harus dilihat secara menyeluruh dengan adanya upaya kolektif.

“Kolaborasi akan menghasilkan dampak yang jauh lebih besar daripada kerja individu. Masalah kekerasan dan perkawinan anak tidak bisa diselesaikan oleh satu lembaga saja, tetapi membutuhkan kerja bersama lintas sektor,” ujar dia.

Sumber: Kompas.com
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved