Berita Viral

POLISI Menjadi Superpower di KUHAP Baru yang Mulai Berlaku Januari 2026, Disorot Koalisi Sipil

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai aturan baru ini bukan membawa reformasi, melainkan menyeret Indonesia ke jurang krisis hukum

Editor: AbdiTumanggor
HandOut/Polri
POTRET Upacara kenaikan pangkat golongan Perwira Tinggi (Pati) dipimpin oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Rupattama Mabes Polri, Jumat (12/9/2025). 

Mengenai KUHAP baru:

Ringkasan Berita:
  • KUHAP lama adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1981, berlaku sejak 31 Desember 1981.
  • KUHAP baru disahkan DPR pada 18 November  sebagai revisi UU No.8 Tahun 1981.
  • KUHAP baru akan berlaku efektif 2 Januari 2026, bersamaan dengan KUHP baru (UU Nomor 1 Tahun 2023).

 

TRIBUN-MEDAN.COM - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai KUHAP baru ini bukan membawa reformasi, melainkan menyeret Indonesia ke jurang krisis hukum pidana.

Sebagaimana diketahui, Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) telah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR RI pada 18 November 2025 dan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

KUHAP merupakan hukum acara pidana di Indonesia yang mengatur proses pidana, mulai dari penyidikan, penyidikan, tuntutanan hingga persidangan dan eksekusi hukuman. KUHAP ini menggantikan versi lama yang telah berlaku selama 44 tahun.

Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Sabtu (22/11/2025), koalisi menyoroti cacat substansi yang fatal dalam KUHAP baru.

TOLAK KUHAP BARU : Mahasiswa Universitas Islam Bandung (Unisba) yang tergabung dalam Keluarga Besar Mahasiswa Unisba (KBMU) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Rabu (19/11/2025). Dalam aksinya, mereka menyuarakan penolakan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dinilai disahkan secara tergesa-gesa dan minim partisipasi publik. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)
TOLAK KUHAP BARU : Mahasiswa Universitas Islam Bandung (Unisba) yang tergabung dalam Keluarga Besar Mahasiswa Unisba (KBMU) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Rabu (19/11/2025). Dalam aksinya, mereka menyuarakan penolakan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dinilai disahkan secara tergesa-gesa dan minim partisipasi publik. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Setidaknya terdapat 40 catatan masalah substansial yang ditemukan. Dimana pasal-pasal tersebut dinilai memberikan kewenangan berlebihan kepada aparat penegak hukum tanpa mekanisme pengawasan yang memadai, serta mengancam hak asasi warga negara. Berikut adalah rincian pasal-pasal bermasalah yang menjadi sorotan utama koalisi masyarakat sipil:

1. Hilangnya Judicial Scrutiny dalam Penangkapan dan Penahanan

Masalah paling fundamental dalam KUHAP 2025 adalah kewenangan upaya paksa (penangkapan dan penahanan) yang sepenuhnya berada di tangan penyidik tanpa kontrol otoritas independen atau hakim (judicial scrutiny).

Merujuk pada Pasal 93 dan Pasal 99, penyidik memiliki kuasa mutlak untuk memutuskan penangkapan dan penahanan tanpa pengujian keabsahan alat bukti oleh hakim yang imparsial. 

Lebih parah lagi, alasan penahanan diperluas dengan indikator yang sangat subjektif, seperti memberikan informasi tidak sesuai fakta atau menghambat proses pemeriksaan.

"Izin penangkapan dan penahanan bukan dari otoritas independen ini hanya terjadi di sistem peradilan pidana Indonesia. Negara lain sudah menerapkan judicial scrutiny," tulis koalisi dalam rilisnya. 

Hal ini dinilai rentan penyalahgunaan wewenang dan melanggar hak ingkar tersangka.

2. Polisi Menjadi Superpower, Penyidik Khusus Lumpuh

KUHAP baru mengukuhkan posisi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai penyidik utama yang membawahi hampir seluruh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved