Eksekusi Rumah Berbendera PDIP
Sempat Dilempar Kotoran, Petugas Berhasil Hancurkan Rumah Berbendera PDIP, Ini Perjalanan Kasusnya
Rumah berbendera PDIP akhirnya dihancurkan petugas gabungan setelah mendapat perlawanan sengit dari penghuni rumah
Penulis: Fredy Santoso | Editor: Array A Argus
TRIBUN-MEDAN.com,MEDAN--Pengadilan Negeri (PN) Medan dan petugas gabungan akhirnya berhasil menghancurkan rumah berbendera PDI Perjuangan, yang ada di Jalan Sei Batang Serangan, Kelurahan Sei Kambing, Kecamatan Medan Petisah, pada Selasa (30/3/2021) siang.
Meski sempat mendapat perlawanan dan dilempari kotoran manusia, PN Medan dibantu Satpol PP dan aparat kepolisian berhasil mengosongkan rumah tersebut.
Setelah mengeluarkan isi rumah, Juru Sita PN Medan kemudian memasang pagar seng di depan rumah yang bersengketa sejak tahun 2015 itu.
Baca juga: BREAKINGNEWS-Eksekusi Rumah Berbendera PDIP, Aparat Dilempar Kotoran Manusia Ada Teriakan Bukan PKI
"Dalam gugatan tersebut, mereka Abdul Aziz (penggugat) menang dan (rumah itu) disuruh mengosongkan. Ternyata pihak keluarga Ardan (tergugat) tidak bersedia, malah melakukan perlawanan. Mereka melawan, namun ditolak. Sehingga tidak ada kekuatan hukum lagi pak," kata Juru Sita PN Medan Syahrir Harahap di lokasi eksekusi.
Dalam surat yang diterbitkan PN Medan pada pada 27 Oktober 2015, tertulis Abdul Aziz Balatif sebagai penggugat menang dalam gugatannya melawan ahli waris dari almarhum dr Nadi Zaini Bakri dan Rita Zulmi di pengadilan.
Dari cerita yang didapat www.tribun-medan.com, kasus ini bermula ketika almarhum Misdan, ayah dari Ardansyah (penghuni) meminjam uang Rp 10 juta ke BRI.
Kala itu Misdan tidak mampu membayar uang tersebut.
Baca juga: Eksekusi Rumah Berbendera PDIP, Penghuni: Kemana Otak Pengadilan
Kemudian, Misdan meminjam uang kepada Rita Zulmi.
Selanjutnya, Rita Zulmi membayar utang tersebut ke BRI.
Belum lagi sempat melunasi utangnya pada Rita, Misdan meninggal dunia.
Sertifikat rumah itu ternyata berada di tangan Rita Zulmi.
Tanpa sepengetahuan Ardansyah, anak dari almarhum Misdan, Rita Zulmi kemudian menjual rumah tersebut pada Abdul Aziz Balatif.
Baca juga: PN Medan Jadwal Ulang Pelaksanaan Eksekusi Lahan yang Dihalangi Prajurit TNI AU
Inilah yang kemudian memunculkan masalah, dimana pihak penghuni rumah merasa tidak pernah menjual tanah warisan keluarganya.
Karena merasa berhak memiliki, Ardansyah dan keluarganya tetap tinggal di rumah itu.
Hingga akhirnya Abdul Aziz Balatif melakukan gugatan agar rumah dengan luas 314 persegi tersebut dikosongkan, karena merasa telah membelinya.
"Ada banyak kejanggalan disini, kenapa bisa terjadi jual beli rumah hanya dengan Rp 55 juta pada tahun 90-an, ini harganya sudah Rp 1 miliar," kata Daniel Pardede, kuasa hukum Ardan Syah.
Baca juga: TEKA-TEKI Pemohon Eksekusi Tanah Warisan Keluarga Jenderal TNI AU, Disebut Tinggal di Luar Negeri
Daniel menjelaskan, bahwa dalam kasus ini pihak ahli waris sama sekali tidak pernah menyetujui proses jual beli tersebut.
Sebab, Ardansyah dan Ardawati (anak almarhum Misdan) menolak menandatangani surat jual beli yang disebutkan.
"Ini rekayasa, mana ada jual beli seperti itu," katanya.
Tidak sampai disitu, karena merasa sudah membeli rumah tersebut, akhirnya Abdul Aziz Balatif meminta kepada Rita agar penghuni rumah yang saat ini masih menempati agar segera pindah.
Baca juga: SOSOK Marsma TNI Palito Sitorus, Ahli Waris Lahan yang Dibentengi TNI AU saat Eksekusi Pengadilan
Namun ia menjelaskan Rita tidak langsung mengusir penghuni rumah.
Rita menawarkan uang sebagai ganti pembelian rumah senilai Rp 400 juta.
Namun, dari nominal yang dijanjikan ia baru memberikan Rp 15 juta kepada penghuni rumah.
Minta Kapolri Menegur Anggota
Pengacara dari penghuni rumah, Daniel Pardede mengatakan bahwa dalam hal ini polisi dianggap melawan hukum.
Sebab, aparat kepolisian bertindak melebihi petugas juru sita pengadilan.
Baca juga: Eksekusi Rumah Berbendera PDIP, Penghuni: Kemana Otak Pengadilan
"Seharusnya pemerintah setempat kan melindungi warganya. Selain itu kok bisa polisi masuk, padahal pagar belum dijebol. Ini bisa menjadi pelajaran bagi Kapolri karena melawan hukum," kata Daniel.
Dia pun meminta Kapolri Jendral Listyo Sigit menegur anak buahnya.
Sebagai aparat penegak hukum, sudah sewajarnya polisi mematuhi aturan hukum, bukan malah sebaliknya.
Sementara itu, Juru Sita PN Medan Syahrir Harahap mengatakan bahwa eksekusi dilakukan karena penghuni rumah melakukan perbuatan melawan hukum.
"Sebenarnya rumah itu sudah dijual orang tuanya. Tetapi mereka enggak mau pindah karena tidak setuju. Memang sempat membuat perlawanan di PN Medan, cuma sudah ditolak," kata Syahrir pada www.tribun-medan.com.
Diketahui, pemohon eksekusi adalah Abdul Aziz Balatif.
Adapun isi permohonan eksekusi menyangkut pengosongan objek perkara, serta penyerahan atas tanah dan bangun rumah yang dihuni oleh Ardansyah.
Terkait masalah ini, ada dua versi cerita yang berkembang.
Baca juga: SENGKETA TANAH WARISAN, Rumah Warga Ditembok Setinggi Hampir 2 Meter Dieksekusi LSM, Emang Bisa?
Versi pemohon eksekusi, Abdul Aziz, dirinya telah membeli rumah tersebut dari Rita Zulmi selaku ahli waris dari pewaris Nadi Zaini Bakri.
Nadi pun dikabarkan membeli rumah tersebut dari Misdan selaku ayah dari penghuni rumah yang dieksekusi yakni Ardansyah.
Sementara versi penghuni rumah yang dieksekusi, Ardansyah adalah ahli waris dari pewaris Chamisah (Ibunya Ardansyah).
Kuasa Hukum Ardansyah, Daniel Pardede mengatakan Misdan tidak pernah menjual rumah tersebut kepada Nadi, terkhususnya menandatangani peralihan ahli waris.
"Kami bantah ada jual beli antara Misdan suami almarhum dengan dokter yang sudah almarhum juga (Nadi Zaini Bakri)," ujar Daniel.
Baca juga: Eksekusi 26 Rumah di Sigapiton Tak Kunjung Dapat Titik Terang, Ini Cerita Perwakilan Masyarakat Adat
Selain soal jual beli, menurut Daniel eksekusi yang dilakukan PN Medan juga cacat hukum.
Sebab, pertama seharusnya eksekusi tidak bisa dilakukan saat hari besar keagamaan.
Menurutnya, saat ini sedang hari suci umat Nasrani dan Islam, yakni pra paskah dan Sya'ban.
Sehingga, umat Islam dan Nasrani sedang melakukan puasa.
Selain itu, karena masih masa pandemi Covid-19, ia juga mempersoalkan ketidakhadiran camat dan lurah saat eksekusi.
Baca juga: BREAKING NEWS TNI AU Berbaris Adang Proses Eksekusi Lahan, Pihak Pengadilan dan Polisi Mundur
Sene;umnya, petugas gabungan dari kepolisian dan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mendapat perlawanan dari penghuni rumah.
Karena upaya persuasif tak dihiraukan oleh penghuni rumah, petugas berusaha mendobrak masuk.
Saat itu, ada teriakan dari dalam rumah.
Penghuni berusaha menghalau petugas, agar menjauhi pagar depan.
"Kami bukan PKI pak, kami bukan PKI," kata seorang wanita paruh baya yang berdiri di balik pagar rumah, Selasa (30/3/2021).
Baca juga: Eksekusi Lahan Dihalangi Tentara, TERUNGKAP Surat Danlanud Soewondo dan Perwira Bintang Satu TNI-AU
Amatan www.tribun-medan.com di lokasi, petugas berusaha mendobrak pagar rumah yang dipasangi kaca di bawah pintu gerbang depan.
Sementara anggota kepolisian berusaha masuk dari samping rumah.
Mereka melompat pagar setinggi satu meter lebih agar bisa masuk ke dalam.
Karena terpojok, penghuni rumah kemudian melempari petugas dengan kotoran manusia.
Tidak hanya dilempari kotoran manusia, penghuni rumah juga menyiram petugas pakai air parit.
Tak sedikit aparat yang kemudian mundur, karena tidak kuat menahan bau kotoran tersebut.
Baca juga: TNI Baret Biru Adang Eksekusi Tanah, Juru Sita: Angkatan Udara Bentengi Kita Agar Tidak Masuk
"Enggak tahan kali aku, bauk kali, mau muntah," kata seorang polisi yang kena lempar kotoran manusia.
Hingga saat ini, upaya eksekusi masih berlanjut.
Petugas berusaha menerobos masuk ke Rumah Berbendera PDIP tersebut.
(cr15/tribun-medan.com)