TERNYATA Ada 4 Alasan Mengapa Papua Selalu Bergejolak, Referendum Tahun 1960 Salah Satu Alasannya
Dalam beberapa minggu terakhir ini misalnya, kekerasan yang dilakukan oleh KKB Papua atas pembunuhan prajurit TNI dan masyarakat sipil.
TRIBUN-MEDAN.COM - Konflik Papua memang selalu memanas. Dalam beberapa minggu terakhir ini misalnya, kekerasan yang dilakukan oleh KKB Papua atas pembunuhan prajurit TNI dan masyarakat sipil juga menjadi sorotan.
Namun di balik peristiwa pilu itu semua, sebenarnya apa yang menjadi penyebab KKB di Papua kian meresahkan?
Rupanya hal ini pernah dijawab oleh Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, pada saat gugurnya Kabinda Brigjen TNI I Gusti Danny Nugraha.
Ia mengatakan ada 4 poin sejarah awal penyebab kemelutnya Papua.
Pertama dia menarik persepsi terkait referendum Papua tahun 1960-an.
Menurutnya, referendum tersebut bagi sebagian masyarakat Papua belum selesai.
"Padahal PBB telah menolak rencana referendum Papua dan memutuskan Papua menjadi bagian dari Indonesia yang tidak bisa diganggu gugat, jadi permasalahan adalah persepsi," katanya.
Kemudian masalah kedua adalah diskriminasi, terhadap masyarakat Papua. Namun kondisinya telah membaik di pemerintahan Jokowi ketimbang 25 tahun sebelumnya.
Ketiga adalah rasa traumatis yang disebabkan oleh sisa-sia operasi militer Orde Baru yang terjadi belasan kali.
Keempat, adalah kegagalan otonom khusus (otsus) di Papua, dengan Triliunan yang digelontorkan tiap tahun dari Jakarta ke Papua namun hanya dinikmati para elit.
Dana yang dikucurkan dinilai tidak jelas pengelolaannya maupun penyalurannya hingga ke warga di pedesaan.
"Tingkat kesejahteraan dan kesehatan warga Papua masih sama saja," ujar TB Hasanuddin.
Setelah itu munculah Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang merupakan gerakan sparatis.
Kompleks Stadion Papua Bangkit. (Biro Komunikasi Kementerian PUPR)
Menurutnya, ketika nama OPM statusnya diturunkan menjadi KKB mereka tak mendapat tindakan yang seharusnya.
"Menurut saya mereka tidak mendaptkan tindakan yang seharusnya, malahan korban TNI/Polri yang berjatuhan lebih banyak," imbuhnya.
