Sopir Angkot Surati KPK
Sopir Angkot di Kota Binjai Surati KPK dan DPR RI Karena Persoalan Ini
Sopir angkot yang ada di Kota Binjai menyurati KPK dan DPR RI karena masalah berikut ini
Penulis: Satia | Editor: Array A Argus
TRIBUN MEDAN.COM,BINJAI- Sopir angkutan kota (Angkot) di Kota Binjai menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan DPR RI.
Adapun isi surat tersebut berkenaan dengan permohonan pengawasan kinerja para pejabat pemerintahan di Sumut.
Menurut para sopir, sudah setahun belakangan ini, mereka terasingkan karena masuknya angkuta luar ke Kota Binjai.
"Sudah satu tahun perjuangan ini. Kami sudah menyurati KPK dan DPR RI. Kami surati DPRD Sumut tidak ada tanggapan," kata Sotarduga Simanjuntak, seorang sopir di depan Balai Kota Binjai, Jalan Sudirman, Kamis (24/2/2022).
Baca juga: Demo Sopir Angkot di Binjai: Ada Trayek Ilegal Masuk Tanpa Pengawasan, Minta Ketegasan Walikota
Karena masuknya armada dari luar, kata dia, selama ini para sopir angkot di Kota Binjai tidak bisa lagi membayarkan setoran ke atasan.
Seharinya, sambung Sotarduga, dia hanya bisa mendapatkan uang belanja berkisar Rp 20 ribu.
"Yang tadinya setoran Rp 100 ribu dan gaji Rp 100 ribu dapat. Sekarang setoran ke tauke minta ampun, menyembah kepada tauke. Karena kami hanya dapat 20 ribu sekarang," katanya.
Baca juga: Dengar Keluhan Sopir Angkot Terkait Bus Trans Metro Deli (TMD) Gratis, Bobby Nasiton Berkata Ini
Sotarduga juga meminta kepada Wali Kota Binjai Amir Hamzah untuk dapat menjalankan otonomi daerah secara benar.
Di mana, kata dia, harus ada jalinan kerja sama dengan Pemprov Sumut untuk melakukan pengawasan terhadap setiap izin trayek dari angkutan umum.
"Kami minta Wali Kota menjalankan tugas secara otonomi daerah. Kalau tidak sanggup menjadi wali kota sebaiknya turun saja," ucapnya.
Baca juga: Tak Sadar Sering Ugal-ugalan hingga Ada Korban Jiwa, Para Sopir Angkot Malah Protes Angkutan Nyaman
Dirinya menduga, selama ini Pemerintah Provinsi atau pun Kota Binjai lebih takut tunduk terhadap pengusaha, ketimbang kesejahteraan masyarakat.
Apalagi, pihaknya melihat pemerintah diduga telah melanggar peraturan Presiden Republik Indonesia Jokowi Nomor 5 Tahun 2021, mengenai perizinan integrasi secara elektronik.
"Jangan di sumut ini pengusaha yang punya kewenangan karena melanggar aturan," jelasnya.(wen/tribun-medan.com)