Sidang Ferdy Sambo

Disebut JPU Tak Objektif di Sidang Ferdy Sambo, Kejagung: Tak Ada Tekanan Pimpinan, Murni JPU

Kejagung memastikan tidak ada intervensi dalam tuntutan para terdakwa Ferdy Sambo. 

HO
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, I Ketut Sumedana 

TRIBUN-MEDAN.com - Kejagung memastikan tidak ada intervensi dalam tuntutan para terdakwa Ferdy Sambo. 

Diketahui, banyak polemik terkait tuntutan ke Putri Candrawathi. Istri Ferdy Sambo itu dituntut 8 tahun penjara, sedangkan Bharada E dituntut 12 tahun penjara.

Padahal diketahui, Bharada E merupakan justice collaborator yang membantu penegak hukum membongkar skenario palsu Ferdy Sambo.  

Meski begitu, Kejaksaan Agung (Kejagung) menepis rumor tuntutan pada Ferdy Sambo dkk dalam perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Kejaksaan Agung memastikan bahwa penuntutan terhadap Ferdy Sambo dkk merupakan kewenangan dari tim JPU.

"Di sini ada istilahnya tekanan dari pimpinan, tidak ada. Murni dari penuntut umum," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya pada Minggu (22/1/2023).

Baca juga: NASIB Guru SD Kepergok Suami Ngamar Bareng Kades di Hotel, Malu Usai Video Mencuat ke Publik

Baca juga: Merasa Sudah Takdir Anaknya, Ayah Ini Ikhlas Restui Putrinya Jadi Istri Kedua, Tapi Ada Syaratnya

Pihak Kejaksaan Agung juga mengklaim bahwa tuntutan yang dilayangkan sudah sesuai dengan fakta-fakta persidangan yang ada.

Fakta-fakta tersebut pun kemudian disampaikan kepada pimpinan untuk disetujui.

"(Fakta-fakta persidangan) dinilai oleh penuntut umum, kemudian penuntut umum menyampaikan kepada pimpinan, pimpinan tentunya menyetujui apa yang disampaikan," ujar Ketut.

Berdasarkan fakta-fakta persidangan yang ada, Ketut menjelaskan adanya pembagian tiga klaster dalam kasus ini.

Klaster pertama adalah pleger (pelaku) yang terdiri dari intellectual dader (pelaku intelektual) dan dader (pelaku tindak pidana).

Dalam perkara ini, jaksa telah menilai Ferdy Sambo sebagai intellectual dader dan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai dader.

Kemudian klaster kedua merupakan medepleger, yaitu orang yang turut serta melakukan tindak pidana.

Klaster kedua ini menurut Ketut, terdiri dari Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

"Mereka sebagai orang yang memang tahu adanya suatu tindak pidana pembunuhan berencana, tetapi tidak secara langsung menyebabkan kematian," ujarnya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved