3 Alasan Hakim Nilai Tak Masuk Akal Pelecehan Putri, Ternyata Sakit Hati Bukan Diperkosa

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai pengakuan Putri Candrawathi soal kekerasan seksual yang dilakukan

Editor: Dedy Kurniawan
YouTube Tribunnews.com
Putri Candrawathi saat sidang vonis kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). 

TRIBUN-MEDAN.com - Berikut alasan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai pengakuan Putri Candrawathi soal kekerasan seksual yang dilakukan Novriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, tidak bisa dibuktikan secara hukum.

Ada sejumlah pertimbangan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Wahyu Imam Santoso hingga menilai pengakuan Putri soal kekerasan seksual tak masuk akal.

Penilaian itu disampaikan Hakim Wahyu saat membacakan pertimbangan vonis terhadap Ferdy Sambo dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023).

Baca juga: Hakim Menilai Tak Ada Alasan Pemaaf dan Pembenar atas Tindakan Ferdy Sambo, Masyarakat Dibuat Resah

Pertimbangan pertama adalah, Putri Candrawathi justru memanggil Yosua untuk bicara berdua di ruang tertutup selama 15 menit.

 
Padahal Putri mengaku sudah dilecehkan Yosua di rumah Magelang pada Kamis (7/7/2022).


"Sehingga tidak masuk akal dalih korban kekerasan seksual yang disampaikan oleh Putri Candrawathi," kata Hakim Wahyu.

Hakim Wahyu menerangkan ada lima tahapan bagi korban kekerasan seksual untuk pulih.

Pertama, denial atau penolakan, yakni ketika korban menyangkal mengalami tindakan kekerasan seksual.

Kedua, anger atau marah, yaitu fase di mana korban marah karena menyadari telah mengalami tindak kekerasan seksual.

Baca juga: PREDIKSI Skor AC Milan Vs Tottenham Liga Champions, Duel Tim Pesakitan, Bakal Imbang

Baca juga: Mahfud MD Tanggapi Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo, Bharada E Divonis Ringan?


Ketiga, bargaining atau penawaran, yakni ketika korban melakukan tawar menawar dengan diri sendiri, berharap trauma yang dialaminya dapat hilang dengan sendirinya.
Fase keempat, depresi.

Pada tahap ini, korban menjadi pendiam, menolak orang lain, lebih banyak merenung, dan melakukan upaya lain dalam kondisi depresi.

Tahap terakhir ialah acceptence atau penerimaan, di mana korban mulai mengembangkan rasa damai dan menerima takdir sebagai korban pelecehan.


Menurut Imam, butuh waktu lama bagi seorang korban mulai mengembangkan rasa damai.


 
Namun begitu, Putri tak menunjukan tanda stres dan trauma akibat pelecehan seksual.

Atas dasar itulah Hakim Wahyu menilai pengakuan Putri Candrawathi soal mengalami kekerasan seksual oleh Yosua tak masuk akal.

"Dari pengertian gangguan stres pascatrauma, post traumatic stress disorder dan tahapan proses pemulihan korban kekerasan seksual di atas, perilaku Putri Candrawati yang mengaku sebagai korban justru bertentangan dengan profil korban menuju proses pemulihan. Tidak adanya fakta yang mendukung Putri Candrawathi mengalami gangguan stres pascatrauma, post truamatic stress disorder akibat pelecehan seksual atau perkosaan," kata Hakim Wahyu.

Hakim Imam Wahyu Santosa juga tak meyakini adanya pelecehan seksual yang dialami Putri oleh Brigadir J.

Baca juga: Hakim Wahyu Kembali Tegakkan Hukum, Banjir Doa dan Pujian dari Netizen: Masih Ada Keadilan. .

Baca juga: Sosok Mahasiswi Cantik Tewas Dicekoki Pacar Makan Nanas Muda, Ternyata Sedang Hamil

Pasalnya Ferdy Sambo pernah mengatakan pecelahan itu adalah sebuah ilusi pada saksi Sugeng Putut Wicaksono.

"Hal tersebut saksi sampaikan karena setelah beberapa hari, tanggal pastinya saksi lupa, saksi Sugeng Putut Wicaksono beberapa kali diingatkan oleh terdakwa ( Ferdy Sambo) bahwa cerita ( pelecehan) di Magelang itu tidak ada. Itu hanya ilusi," kata Wahyu Iman.


Ferdy Sambo juga disebut mengucapkan hal yang sama untuk meyakinkan Sugeng bahwa pelecehan seksual itu adalah ilusi pada 21 Juli 2022.

"Menimbang bahwa, berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas, dengan demikian motif adanya kekerasan seksual yang dilakukan oleh korban Nofriansyah Yosua Hutabarat terhadap Putri Candrawathi tidak dapat dibuktikan menurut hukum," ujar Wahyu Iman.

Iman Wahyu Santosa mengatakan, ada kemungkinan yang terjadi adalah sikap Brigadir J yang dianggap membuat perasaan Putri Candrawathi luka dan sakit hati.

"Motif yang tepat menurut Majelis Hakim adalah adanya perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, di mana perbuatan atau sikap korban tersebut yang menimbulkan perasaan sakit hati yang begitu mendalam dari Putri Candrawathi," katanya.

Hakim Wahyu mengatakan, dengan alasan itu juga tidak diperoleh keyakinan yang cukup korban Brigadir J melakukan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi.

"Sehingga terhadap adanya alasan demikian, patut dikesampingkan," ujar Wahyu Iman.
 
(*/Tribun-Medan.com)

Artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com 

Sumber: Tribun Bogor
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved