TRIBUN WIKI
Profil PT Wilmar, PT Permata Hijau, dan PT Musim Mas yang Tersandung Korupsi Minyak Goreng
PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group adalah tiga perusahaan yang terlibat korupsi minyak goreng.
Pada tahun 1990-1991, perusahaan ini mendirikan pabrik penggilingan sawit pertama di Medan dan pabrik pengolahan di Rantau Prapat.
Mereka kemudian membuka kantor pertama di Kuala Lumpur, Malaysia tahun 2002.
Sejak saat itu, PT Musim Mas terus melakukan ekspansi, hingga menjadi perusahaan Indonesia pertama yang menjadi anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), dengan ketua Musim Mas menjabat di Dewan Eksekutif RSPO pertama.
Medio 2007-200, PT Musim Mas melakukan ekspansi bisnis ke Eropa dan Amerika Serikat melalui pendirian kantor dan anak perusahaan seperti Inter-Continental Oils and Fats (ICOF).
Tahun 2010, mereka menjadi grup pertama di Asia Tenggara yang mendapatkan verifikasi dari Palm Oil Innovation Group.
Anak Perusahaan PT Musim Mas
Anak Perusahaan / Unit Bisnis | Bidang Usaha |
---|---|
Inter-Continental Oils and Fats (ICOF) | Pemasaran dan distribusi minyak sawit global |
PT Bina Karya Prima | Produksi minyak goreng instan dan sabun mandi |
PT Megasurya Mas | Produksi sabun berbagai merek (Harmony, Medicare, Liesel, Eve) |
Pabrik oleokimia di Medan | Produksi fatty acid, gliserin, dan produk oleokimia lainnya |
Pabrik etoksilasi dan gliserin di Belanda | Produksi bahan kimia oleokimia |
Perkebunan kelapa sawit di Rantau Prapat, Sumatera Utara | Produksi bahan baku kelapa sawit |
Pabrik penggilingan sawit di Medan dan Rantau Prapat | Pengolahan buah kelapa sawit menjadi CPO |
Kasus Korupsi Minyak Goreng
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung Abdul Qohar bilang, bahwa ada dua orang pengacara yang berperan dalam kasus korupsi minyak goreng ini.
Mereka memberikan suap pada hakim Muhammad Arif Nuryanta.
Saat itu, Arif yang menangani perkara tersebut.
Kedua pengacara yang memberi suap Rp 60 miliar pada Arif adalah Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.

"Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan (MAN) diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah," kata Abdul Qohar di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (12/4/2025) malam.
"Untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslag," imbuhnya.
Muhammad Arif Nuryanta menerima suap sebesar Rp 60 miliar sebagai imbalan atas penanganan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Uang suap Rp60 juta tersebut diserahkan oleh Marcella Santoso dan Aryanto kepada Muhammad Arif Nuryanta melalui perantara Wahyu Gunawan.
Wahyu Gunawan adalah Panitera Muda Perdata di PN Jakarta Utara.
Data-data tersebut mengacu pada temuan penyidik atas fakta dan alat bukti di lapangan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.