Berita Medan

Kematian Remaja MH oleh TNI, LBH Medan Minta Pengadilan Tinggi Militer Perberat Hukuman

Kepala Pengadilan Militer (Kadilmil) 1-02 Medan Kolonel Rony Suryandoko mengungkap pertimbangan hakim dalam putusan itu. 

Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Irvan Syaputra didampingi Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumatra Utara menunjukkan foto rekontruksi kasus pembakaran rumah yang menewaskan wartawan bernama Rico Sempurna Pasaribu dan keluarganya, saat gelar konferensi pers di Kantor LBH Medan, Selasa (23/7/2024). 

"Yang melihat terdakwa merentangkan tangan dalam rangka menghalangi para peserta tawuran ini adalah saksi Soni Pasaribu dan Mulia Siringoringo," kata Kolonel Rony Suryandoko di Pengadilan Militer 1-02 Medan, Selasa (28/10/2025). 

Akibatnya, kening korban terbentur ke pondasi beton jembatan rel, lebam di dada dan perut. Korban hendak naik ke atas dan terdakwa ingin menangkap korban lagi, namun batal karena melihat kening korban berdarah dan meninggalkan korban begitu saja. 

Sementara, ada juga keterangan saksi atas nama Ismail Saputra Tampubolon yang melihat jika terdakwa memukul pipi korban sebelah kiri, namun tidak dapat menerangkan soal jarak.

Korban kemudian disebut terjatuh ke bawah jembatan rel kereta api sehingga menyebabkan kening berdarah, lebam di bagian dada dan perut. 

"Kemudian saksi yang bertentangan dengan kedua saksi adalah Ismail Tampubolon, Ismail ini diperiksa di penyidik Polisi Militer tetapi sudah dipanggil secara patut dan sah di persidangan oleh Oditur maupun Majelis tidak hadir, tetapi secara hukum acara keterangan yang diberikan di penyidikan apabila tidak hadir dengan alasan yang patut bisa dijadikan," ucapnya. 

Selain itu, ada juga dua saksi atas nama Dat Malem br Sihaloho dan Dicky Ignasius Manullang yang mendengar pengakuan dari korban sebelum meninggal dunia jika ia dipukul oleh terdakwa. Keterangan kedua saksi itu disebut testimono de audito yang hanya bersesuaian dengan keterangan satu saksi dan bertentangan dengan dua saksi lainnya. 

Dua dokter atas nama Tengku Wahyudi dan Parida Hanum Siregar yang melakukan pemeriksaan tubuh korban menerangkan tidak melihat atau menemukan lebam pada pipi korban.

Dalam keterangannya, tidak semua pukulan atau tamparan meninggalkan lebam, namun jika di pipi terkena pukulan atau tamparan harusnya meninggalkan lebam karena wajah memiliki pembuluh darah yang tergolong tipis. 

Sehingga majelis hakim berkesimpulan bahwa terdakwa tidak melakukan pemukulan terhadap korban dan terdakwa hanya berusaha menghalau dan menangkap korban dengan cara merentangkan tangan.

Tidak ditemukan juga fakta adanya kekerasan/penganiayaan yang dilakukan terdakwa terhadap korban, tetapi ditemukan fakta adanya kelalaian terdakwa dalam melaksanakan tugas. 

"Dakwaan pada alternatif kedua Pasal 359 KUHP yang lebih sesuai dengan perbuatan terdakwa," tuturnya. 

Hakim memberikan hukuman lebih ringan kepada Riza. Oditur sebelumnya menuntut hukuman kepada Riza 1 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara.

Ia dituntut karena melakukan kekerasan kepada anak hingga meninggal. Ia dikenakan pasal 76c Jo Pasal 80 ayat 3 UU No 35 tahun 2014.

(cr17/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved