Berita Nasional

Hasto Kristiyanto Cemas Di-Sahroni-kan Usai Bilang Korupsi Bukan Kejahatan Kemanusiaan

Pandangan Hasto itu ternyata menuai banyak komentar di media sosial yang membuat Hasto dan tim hukumnya khawatir.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
HASTO BEBAS - Terpidana kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto menaiki mobil usai keluar dari Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Jakarta, Jumat (1/8/2025). Hasto Kristiyanto resmi bebas setelah mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto yang disetujui oleh DPR pada Kamis (31/7/2025). 

Diketahui, rumah Ahmad Sahroni di Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, menjadi sasaran penjarahan massa saat kerusuhan 30–31 Agustus 2025.

Sosok Ahmad Sahroni disorot publik lantaran ucapannya yang kontroversial di tengah kisruh kenaikan tunjangan DPR RI beberapa waktu lalu.

Ia menilai desakan masyarakat untuk membubarkan DPR usai isu kenaikan tunjangan adalah hal yang keliru.

Menurut Sahroni, seruan tersebut merupakan bentuk mental yang salah kaprah.

DPR Harap Kabulkan Permintaan Hasto

DPR-RI dalam sidang uji materi perkara nomor 136/PUU-XXIII/2025 terkait pasal perintangan penyidikan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan pemohon.

Gugatan Pasal 21 UU Tipikor ini dimohonkan oleh Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristianto dengan agenda sidang mendengarkan keterangan DPR-RI yang diwakili anggota Komisi III DPR-RI, I Wayan Sudirta, Rabu (1/10/2025).

Dalam sidang, Sudirta meminta agar MK bisa menyatakan Pasal 21 UU Tipikor tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai ancaman hukuman pidana yang lebih ringan dari maksimal 12 tahun menjadi maksimal tiga tahun saja.

"Menyatakan bahwa Pasal 21 UU RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan sengaja secara melawan hukum mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung, penyidikan penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi melalui penggunaan kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi," kata Sudirta. 

"Dan atau janji untuk memberikan keuntungan yang tidak semestinya dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta, dan paling banyak Rp 600 juta," ujarnya lagi yang menghadiri sidang secara daring.

Transmigrasi untuk Indonesia Tangguh Artikel Kompas.id Sudirta yang juga kader PDI Perjuangan ini mengatakan, frasa perintangan harus dimaknai secara kumulatif mulai dari tahap penyidikan sampai ke pengadilan, tak bisa berlaku hanya pada satu perintangan proses saja.

"Dan kata 'dan' dalam frasa penyidikan, penuntutan, di sidang pengadilan memiliki arti kumulatif, dalam arti tindakan mencegah, merintangi, atau menggagalkan harus dilakukan dalam semua tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan," katanya.

Adapun gugatan ini dilayangkan oleh Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menggugat Pasal 21 UU Tipikor karena dinilai ancaman pidananya lebih tinggi dari pidana pokok. 

Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menyebut ancaman pidana yang termuat dalam Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor itu tidak proporsional.

"Pada pokoknya adalah kami menghendaki agar supaya hukuman berdasarkan obstruction of justice ini proporsional, dalam arti bahwa hukuman terhadap perkara ini sepatutnya tidak boleh melebihi dari perkara pokok," kata Maqdir saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Rabu (13/8/2025). 

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved