Gelar Pahlawan Nasional

Daftar Kejahatan HAM yang Diduga Libatkan Soeharto Eks Mertua Prabowo Menurut KontraS

Rencana pemberian gelar pahlawan terhadap Presiden RI ke 2 Soeharto menuai kecaman dan polemik.

Editor: Array A Argus
Instagram
FOTO BERSAMA- Presiden RI ke 2 Soeharto dan Prabowo Subianto saat berfoto bersama. 

Amnesty Internasional dalam laporannya mencatat korban jiwa karena kebijakan tersebut mencapai kurang lebih sekitar 5.000 orang, tersebar di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Bandung. (Amnesty Internasional, 31 Oktober 1983; "Indonesia-Extrajudicial Executions of Suspected Criminals").

Baca juga: Alasan Pemerintah Tetapkan Soeharto dan 9 Tokoh Lainnya Jadi Pahlawan Nasional

3. Tanjung Priok 1984-1987

Dalam peristiwa Tanjung Priok 1984-1987 Soeharto dianggap menggunakan KOPKAMTIB sebagai instrumen penting mendukung dan melindungi kebijakan politiknya.

Selain itu Soeharto juga selaku panglima tertinggi telah mengeluarkan sikap, pernyataan dan kebijakan yang bersifat represif untuk mengeliminasi berbagai respon masyarakat terhadap kebijakan asas tunggal Pancasila yang dikeluarkan Orde Baru.

Dalam menangani persoalan ini, Soeharto dinilai Kontras kerap membuat pernyataan dan kebijakan yang membolehkan kekerasan dalam mengendalikan respon rakyat atas kebijakan penguasa pada saat itu. Di antaranya di depan Rapat Pimpinan (RAPIM) ABRI di Riau, 27 Maret 1980.

Baca juga: Masih Dicari Polisi, Sosok Pembeli Balita 4 Tahun, Pengakuan Pelaku Akan Dijual Rp 80 Juta

Soeharto sebagai presiden dan penanggung jawab seluruh kegiatan KOPKAMTIB disebut mewajibkan ABRI mengambil tindakan represif untuk menghadapi kelompok-kelompok Islam yang dianggap sebagai golongan ekstrem yang harus dicegah dan ditumpas seperti penanganan G 30 S.

Akibat dari kebijakan ini, dalam Peristiwa Tanjung Priok 1984, sekitar lebih 24 orang meninggal, 36 terluka berat, 19 luka ringan. ("Laporan 5 Sub Tim Kajian, Tim Pengkajian Pelanggaran HAM Soeharto", Komnas HAM, 2003).

4. Talangsari 1984-1987

Kebijakan represif yang dinilai Kontras diambil Soeharto terhadap kelompok-kelompok Islam yang dianggap ekstrem juga mengakibatkan meletusnya peristiwa Talangsari 1984-1987.

Akibatnya, menghasilkan korban 130 orang meninggal, 77 orang mengalami pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, 53 orang terampas kemerdekaanya, 45 orang mengalami penyiksaan, dan 229 orang mengalami penganiayaan.

("Laporan Ringkasan Tim ad hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Talangsari 1989", Komnas HAM, 2008).

5. Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh (1989-1998)

Pemberlakukan operasi ini adalah kebijakan yang diputuskan secara internal oleh ABRI setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soeharto ("Laporan 5 Sub Tim Kajian, Tim Pengkajian Pelanggaran HAM Soeharto", Komnas HAM, 2003).

Operasi militer ini telah melahirkan penderitaan yang berkepanjangan bagi masyarakat Aceh, khususnya perempuan dan anak-anak.

Berdasarkan hasil investigasi Komnas HAM, dalam kurun waktu sepuluh tahun berlangsungnya operasi militer telah menyebabkan sedikitnya 781 orang tewas, 163 orang hilang, 368 orang mengalami penyiksaan/penganiayaan dan 102 perempuan mengalami pemerkosaan.

Sumber: Kompas.com
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved