Berita Nasional
Ahmad Khozinudin: Anggapan Eksekusi Silfester Sudah Kedaluwarsa Membodohi Masyarakat
Ahmad menilai, dalih daluarsa dan restorative justice dalam perkara Silfester Matutina ini justru membodohi masyarakat.
Pertama, Lechumanan menyebut, eksekusi terhadap kliennya tidak perlu dilaksanakan lagi lantaran sudah kedaluwarsa.
Dia mengeklaim, eksekusi tersebut sejatinya sudah tak bisa dilakukan seusai gugatan yang dilayangkan oleh Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKI) ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
"Jelas gugatannya ditolak. Artinya apa? Eksekusi tidak perlu dilaksanakan lagi. Bahwa peristiwa tersebut telah kadaluarsa dan tidak patut untuk dieksekusi lagi," papar Lechumanan kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Kamis (9/10/2025).
Baca juga: AKHIRNYA KPK Mulai Selidiki Dugaan Mark-Up Proyek Kereta Cepat Whoosh, Ini Penjelasan Jokowi
Terbaru, David Pajung mengeklaim, Silfester tidak perlu dieksekusi lantaran sudah ada Restorative Justice (RJ), sebuah alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanisme tata cara peradilan pidana, berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait.
Menurut David, pengakuan Silfester yang sudah meminta maaf kepada Jusuf Kalla sudah termasuk RJ yang bisa menjadi pertimbangan hukum oleh pihak kejaksaan untuk tidak melakukan eksekusi.
Hal tersebut berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
"Mungkin, yang menjadi pertimbangan hukum pihak kejaksaan, ada PERJA atau Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020, terkait Restorative Justice (RJ)," kata David saat menjadi narasumber dalam program Kompas Petang yang tayang di kanal YouTube KompasTV, Senin (27/10/2025).
"Bisa jadi karena sudah ada pertemuan dengan Pak JK di kantor Pak JK, seperti yang sudah disampaikan baik oleh Silfester maupun penasehat hukumnya. Ada pertemuan dan permohonan maaf. Ada saksi-saksinya juga," sambungnya.
"Nah, menurut Silfester, 'kami sudah bertemu dan bermaaf-maafan,'" tambahnya.
"Nah, RJ ini adalah sebuah proses untuk menghilangkan proses hukum setelah ada permohonan dan penerimaan maaf dan itu bagian dari rekonsiliasi antara korban maupun dengan yang ditersangkakan, dan menurut penasihat hukum, hal itu sudah terjadi," tegas David.
Bahkan, David menyebut sudah ada kasus-kasus sebelumnya yang bisa menjadi yurisprudensi atas RJ ini, seperti kasus di Boyolali dan Banyumas.
Sebagai informasi, yurisprudensi adalah kumpulan putusan hakim terdahulu yang menjadi pedoman bagi hakim lain dalam memutuskan perkara yang serupa, terutama ketika ada kekosongan atau ketidakjelasan hukum dalam undang-undang.
Yurisprudensi berfungsi menciptakan kepastian hukum dan melengkapi undang-undang, serta merupakan sumber hukum formal di Indonesia
"Restorative justice ini sudah ada yurisprudensi. Ada beberapa case, ada di Boyolali, di Banyumas," ujar David.
"Beberapa orang yang kedapatan mencuri lalu sudah proses sidang, sudah terdakwa, tetapi dipertemukan, difasilitasi dan ada permohonan maaf korban menerima selesai," tambahnya.
| KPK Ungkap 2 Jalan Investigasi Dugaan Korupsi Kereta Cepat Whoosh, Makanya Baru Sekarang Dibeberkan |
|
|---|
| KPK Ngaku Sudah Selidiki Dugaan Korupsi Whoosh Sejak Awal Tahun Sebelum Diungkit Mahfud MD |
|
|---|
| Alasan Jokowi Ogah Tempati Rumah Pensiun dari Negara, Padahal Sudah Hampir Jadi: Sudah Punya Rumah |
|
|---|
| Perang Dingin Purbaya vs Hasan Nasbi, Menkeu: Saya Koboi Atas Perintah Presiden |
|
|---|
| Tunjangan Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Reaksi Menkeu Purbaya: Saya Belum Tahu |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.