Pakar Hukum Geram KPK Minta Maaf Soal Penetapan Tersangka Kabasarnas : Tidak Sepatutnya !

Pakar Hukum geram melihat KPK mengaku khilaf dan meminta maaf soal penetapan tersangka Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi. Ia menilai tak sepatu

Tangkap layar Facebook Tribunnews.com
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak minta maaf di depan Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko. KPK akui khilaf telah lakukan kesalahan melakukan OTT dan menetapkan tersangka terhadap pejabat Basarnas. 

TRIBUN-MEDAN.COM – Pakar Hukum geram melihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta maaf soal penetapan tersangka Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.

Adapun sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku khilaf dan meminta maaf usai menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan suap.

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti pun menilai tidak sepatutnya KPK meminta maaf.

Dikatakannya, lembaga antirasuah tengah menjalankan tugasnya sebagai lembaga penegak hukum.

"Saya harus beri catatan, menurut saya KPK tidak sepatutnya minta maaf, karena sebenarnya ia tengah menjalankan tugasnya," kata Bivitri dilansir Tribun-Medan.com dari KompasTV, Sabtu (29/7/2023).

"Kalau memang ada hal-hal yang harus dijernihkan, dan setahu saya juga sudah direncanakan akan dibuat tim penyidik Tim Koneksitas ini, ya seharusnya langsung jalankan saja,” katanya.

“Karena kita harus berpegang pada ini tindak pidananya apa," sambungnya.

Ia pun menilai tidak kesalahan prosedur dalam penetapan Kepala Basarnas sebagai tersangka.

Bivitri kemudian menyinggung terkait Undang-Undang KPK pasal 42, di mana lembaga antirasuah mempunyai wewenang untuk melakukan proses penegakan hukum terhadap prajurit militer. 

Baca juga: PESAN TEGAS Panglima TNI ke Bintang 3 Bertugas di Instansi Sipil, Buntut Kisruh Kabasarnas Tersangka

Baca juga: KPK Labil Soal Kisruh OTT Basarnas, Awalnya Ngaku Khilaf, Kini Ngotot Sesuai Prosedur Hukum

Baca juga: Internal KPK Ricuh, Ketua dan Wakil tak Kompak Soal OTT Basarnas, Pegawai Tuntut Firli Bahuri Mundur

Pasal itu berbunyi, "Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum."

"Sebenarnya dasarnya tidak (menyalahi prosedur) ya. Karena kita harus ingat ada Pasal 42 UU KPK ," ujarnya.

"Jadi intinya kan tindak pidananya itu dalam konteks peradilan umum, siapa saja bisa melakukan," sambung Bivitri.

Meski demikian ia pun tak mengelak jika yang menjadi persoalan dalam polemik tersebut adalah terkait peradilan militer.

"Ini (peradilan militer) memang anomali, unik, dan ini adalah kalau saya sebut beban sejarah, kita masih punya peradilan militer sehingga kalau pelakunya ada yang anggota TNI maka biasanya akan dibentuk tim koneksitas, jadi ada sipilnya ada militernya," jelasnya.

Meski demikian, ia mengatakan tindak pidana dalam polemik tersebut merupakan korupsi yang dinilai tidak ada urusannya dengan militer. 

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai tidak sepatutnytnya KPK
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai tidak sepatutnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta maaf usai menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaa
Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved