Opini Online
Inflasi Sumatera Utara: Alarm yang Tak Boleh Diabaikan
Inflasi di Indonesia memang sering disebut sebagai volatile food inflation — jenis inflasi yang berakar pada komoditas bahan pangan bergejolak.
Dalam jangka panjang, mengendalikan inflasi berarti membangun ekonomi daerah yang berdaulat, di mana kebutuhan pokok tidak sepenuhnya bergantung pada pasokan luar, dan pasar-pasar tradisional menjadi pusat stabilisasi ekonomi, bukan sekadar tempat transaksi.
Sumatera Utara sebenarnya punya modal besar: lahan pertanian luas, pelabuhan strategis, dan posisi geografis yang menghubungkannya dengan jalur perdagangan internasional. Tapi modal itu akan sia-sia jika tidak dibarengi dengan kebijakan yang berpihak pada produksi lokal dan efisiensi rantai pasok.
Ketika inflasi terus merayap, warga tidak butuh teori ekonomi tinggi. Mereka butuh kepastian harga yang wajar, akses terhadap pangan yang terjangkau, dan kebijakan yang terasa sampai dapur rumah mereka. Pemerintah daerah, pengusaha, dan akademisi harus duduk satu meja—bukan sekadar untuk berdiskusi, tapi untuk bertindak cepat dan terukur.
Inflasi Sumatera Utara hari ini bukanlah akhir dari cerita, tapi peringatan keras agar kita tidak menunggu badai berikutnya datang tanpa payung kebijakan yang kokoh. Sebab, bila alarm ini kembali diabaikan, yang naik bukan lagi sekadar harga barang—melainkan ketimpangan sosial yang sulit diperbaiki.
Penulis: Dosen tidak tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik St. Thomas Medan, Pengurus ISKA dan ASN Pemprovsu.
(*/Tribun-medan.com)
| 1. BOLEHKAH POLISI MENOLAK LAPORAN? |
|
|---|
| Denyut Digital di Jantung Sumatera: Mendorong UMKM Kreatif Medan sebagai Mesin Baru Ekonomi Urban |
|
|---|
| LETUSAN PISTOL POLISI, ANTARA KUBURAN DAN PENJARA |
|
|---|
| Menyulam Harapan Pendidikan Sumut: Dari Ketimpangan Menuju Kesetaraan |
|
|---|
| Gambir dari Pakpak Bharat: Komoditas Niche yang Bisa Menggerakkan Makro Ekonomi Sumatera Utara |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.