Mafia Tanah

HKTI Deliserdang Terseret Dugaan Mafia Tanah, Ketuanya Enggan Komentar Soal Keterangan Mahfud MD

HKTI Deliserdang terseret dugaan mafia tanah setelah adanya statemen Menkopolhukam Mahfud MD mengenai adanya permainan lahan milik PTPN II

Editor: Array A Argus
TRIBUN MEDAN/INDRA GUNAWAN SIPAHUTAR
Ketua HKTI Deli Serdang, Erwin Ramadani menyampaikan orasi di depan kantor Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Senin, (9/1/2023). 

Adapun tiga hal yang menjadi tuntutan itu yakni meminta agar ada kepastian hukum untuk petani Deliserdang.

Kemudian dipinta untuk segera lakukan eksekusi putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor 05/Pdt.G/2011/PN.LP.

Selain itu juga dipinta untuk dihentikan segela perampasan tanah milik petani. Mereka sempat menyinggung agar jangan ada mafia tanah lagi di Deli Serdang.

Ketua LBH HKTI Sumut, Angka Wijaya membantah tudingan-tudingan yang disampaikan oleh Menko Polhukam, Mahfud MD Terkait kasus dugaan mafia tanah yang terjadi di Kecamatan Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang.

Angka menegaskan tidak ada sponsor dari pihak mana pun terkait kasus ini.

Baca juga: Jons Arifin Turnip Datangi Kejati Sumut, Sudah 3 Tahun Berkas Kasus Mafia Tanah Tak Kunjung Lengkap

"Tidak ada yang namanya seponsor bang. Ini murni kelompok masyarakat yang menggugat kepemilikan atas tanah yang dimaksud. Dan pengadilan sudah memutuskan status tanah itu melalui putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor: 05/ Pdt.G/ 2011/ PN.LP tanggal 09 September 2011," kata Angka, Rabu malam.

Ia mengaku tidak sependapat dengan apa yang disampaikan Mahfud MD ke media.

Angka mengatakan, di Indonesia ini semuanya berlandaskan hukum, bukan kekuasaan.

Karena itu, dia sebagai kuasa hukum masyarakat sangat menyayangkan sikap Mahfud MD, yang dinilai tidak mencerminkan seorang menteri dan tidak mengayomi rakyatnya, yang sudah susah payah menempuh jalur hukum sesuai dengan UU untuk mendapatkan kembali hak-haknya atas tanah yang selama ini telah dirampas oleh korporasi perkebunan.

"Kami tidak sepakat dengan komentar pak Mahfud tersebut, dan sangat menyayangkan ada seorang Menko yang jadi juru bicaranya PTPN II, dan kita tidak pernah dimintai pendapat tentang itu," kata Angka.

Dia mengatakan, LBH HKTI Sumut sebagai kuasa hukum masyarakat sekira tahun 2017 atau 2018 setelah putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor: 05/ Pdt.G/ 2011/ PN.LP tanggal 09 September 2011 jo Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 437/PDT/2011/PT.Mdn pada Selasa, tanggal 6 Maret 2012 jo putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 39 K/Pdt/2013 Kamis, tanggal 15 Agustus 2015 jo putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor: 508 PK/PDT/2015, hari Kamis tanggal 18 Februari 2016 telah berkekuatan hukum tetap.

Lulusan Fakultas Hukum UMSU ini menjelaskan, HKTI berada paling depan dalam kasus ini, karena warga saat itu meminta bantuan kepada mereka. 

"Sudah pasti kami melakukan telaah lebih dahulu atas kasusnya, dan pada waktu itu putusan pengadilan sudah inkrah, sudah berkekuatan hukum tetap," kata Angka.

Terkait pernyataan Mahfud yang menyebut akan mengejar kasus pidana dalam kasus di Tanjungmorawa ini, Angka mengatakan sudah ada dua putusan pidana terkait objek perkara itu.

Dalam pidana cepat terkait penyerobotan tanah yang dilakukan PTPN II terhadap tanah perkara manager Penara Kebun atas nama M Syaid Sitompul sudah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.

Kemudian dari petani atas nama Murachman tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana.

"Itu Putusan terkait tuduhan Pemalsuan surat, artinya tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepada masyarakat petani itu tidak terbukti, "ucap Angka yang Angka Alumni S2 USU. (tribun-medan.com).

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved