Perusak Lingkungan

SPANDUK RAKSASA Tolak PT Dairi Prima Mineral dan PT Gruti Terbentang di Hari Kemerdekaan

Warga di Kabupaten Dairi membentangkan spanduk raksasa berisi penolakan atas kehadiran PT Dairi Prima Mineral dan PT Gruti

HO
Masyarakat di Kabupaten Dairi membentangkan spanduk raksasa berisi kecaman atas keberadaan PT Dairi Prima Mineral dan PT Gruti yang dinilai sebagai perusahaan perusak lingkungan, Kamis (17/8/2023). 

TRIBUN-MEDAN.COM,SUMBUL - Masyarakat di Desa Sileuh-leuh, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Sumatra Utara membentangkan spanduk raksasa berisi penolakan atas kehadiran PT Dairi Prima Minreal dan PT Gruti.

Pembentangan spanduk raksasa itu dilakukan tepat pada HUT RI ke 78 yang jatuh pada Kamis (17/8/2023) kemarin. 

Koordinator Aksi dari Aliansi Petani Dairi untuk Keadilan (APUK), Dormaida Sihotang mengatakan, aksi ini dilakukan karena mereka kecewa dengan pemerintah, yang memberi kebijakan boleh beroperasinya kedua perusahaan perusak lingkungan itu.

Menurut para petani, keberadaan PT Dairi Prima Mineral dan PT Gruti dianggap membahayakan ruang hidup banyak orang.

"78 tahun Indonesia merdeka. Apakah arti merdeka? Merdeka adalah ketika negara tidak memberikan izin kepada perusahaan perusak lingkungan," kata Dormida dengan suara lantang. 

Dormida mengatakan, bahwa Desa Sileuh-leuh Parsaoran merupakan lahan yang sebelumnya dirusak oleh PT Gruti pada tahun 2020 lalu.

“Sudah 78 tahun (usia) Indonesia (merdeka), ternyata masih banyak rakyat yang belum merdeka, ini lah kami yang belum merdeka karena ruang hidup kami dirampas oleh perusahan perusakan lingkungan baik PT DPM dan PT Gruti," sesalnya.

Menurut Dormaida, kepedulian pemerintah Indonesia terhadap para petani semakin lama semakin berkurang.

"Puluhan tahun, bahkan ratusan tahun, petani sudah mengelola tanah-tanah pertanian dan menjaga ketahanan pangan di negara ini. Namun, demi yang disebut pembangunan, tanah petani disegel plang kehutanan, diperuntukkan untuk membangun pabrik-pabrik penggerus sumber daya alam. Terlalu banyak tanah, hutan diperuntukkan kepada investor, sementara rakyat terkhusus petani akan mendapat sanksi berat ketika mengelola lahan mereka yang negara sebut sebagai hutan negara," tegasnya.

APUK melihat, pemberian izin-izin konsesi oleh negara justru cikal-bakal kerusakan ekologis secara besar-besaran.

Kerusakan sumber daya hutan tidak hanya akan menimbulkan kerugian ekologis, tapi juga kerusakan sosial dan budaya, termasuk pembatasan akses dan penggusuran hak-hak masyarakat serta munculnya konflik-konflik atas pemanfaatan sumber daya hutan di daerah.

"Kerusakan tersebut sebenarnya terjadi bukan semata-mata karena faktor kepadatan penduduk, rendahnya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat, Tetapi, kerusakan sumber daya hutan justru terjadi karena pilihan paradigma pembangunan yang berbasis negara. Pembangunan yang bercorak sentralistik dan semata-mata berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, yang didukung dengan instrumen hukum dan kebijakan yang bercorak represif," jelasnya

Terkhusus di Kabupaten Dairi, luas Kabupaten Dairi adalah 191.625 hektare.

Dibalik data tersebut, pemerintah memberikan izin kepada dua perusahaan besar, yakni PT DPM seluas 24.636 hektare, dan PT Gruti seluas 8.085 hektare.

"Berarti kedua perusahaan tersebut sudah mengkapling 32.721 hektare, atau sekitar 17,07 persen dari luas Kabupaten Dairi. Ini artinya pemerintah secara sadar mengundang bencana di Kabupaten Dairi, karena kedua perusahaan tersebut betul berada pada daerah-daerah penyanggah hidup ribuan masyarakat Dairi," kata Dormaida.

Hal lain yang juga menjadi sorotan anggota APUK adalah dampak perubahan iklim yang sudah semakin mengkhwatirkan petani di Kabupaten Dairi.

"Sulitnya memprediksi musim, munculnya berbagai hama dan penyakit baru pada tanaman, musim kemarau dan hujan yang semakin panjang, meningkatnya frekuensi bencana alam seperti hujan es dan angin puting beliung, suhu yang semakin panas dan berbagai dampak lainnya menyebabkan turunnya produktivitas pertanian dan pendapatan petani," bebernya.

Namun, situasi kritis itu belum mendapat respon serius dari pemerintah.

Komitmen penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada tahun 2030  yang dituangkan dalam National Determine Contribution (NDC) tidak selaras dengan kebijakan pembangunan nasional.

"Pemerintah Kabupaten Dairi juga harus lebih serius menanggapi situasi ini dengan bercermin atau belajar dari pengalaman daerah lain yang hancur karena kehadiran perusak lingkungan seperti Lapindo Di Sidoarjo atau Indorayon (sekarang TPL) dan kasus lainnya. Sebab kita harus mewariskan mata air kepada anak cucu bukan air mata," tutupnya.

Hakim PTUN Batalkan KLHK Tambang PT DPM

Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menerbitkan putusan yang membatalkan Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan yang dilakukan oleh PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Kecamatan Silima Pungga - Pungga, Kabupaten Dairi.

Hasil putusan itu tertuang dalam nomor perkara 59/G/LH/2023/PTUN.JKT pada Senin (24/7/2023) kemarin.

"Majelis hakim PTUN Jakarta telah mengeluarkan putusan yang berpihak pada masyarakat, setelah warga di Kabupaten Dairi, Sumatra Utara menyatakan KLHK gagal melindungi hak masyarakat dan juga melindungi lingkungan," kata Monica Siregar, perwakilan Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK), Kamis (27/7/2023).

Baca juga: Keberadaan PT Dairi Prima Mineral Bisa Membumi Hanguskan Orang Dairi Aceh-Singkil

Pengadilan mengabulkan gugatan warga secara keseluruhan, dan memerintahkan kementerian untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 419 ribu.

Selain itu, PTUN Jakarta juga mewajibkan kepada pihak tergugat untuk mencabut keputusan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan yang dilakukan oleh PT Dairi Prima Mineral (DPM).

Rainin Purba, warga Kabupaten Dairi mengaku senang atas putusan PTUN Jakarta yang dianggap bertindak adil dalam membela masyarakat.

"Saya dan masyarakat lain senang, pengadilan di Jakarta setuju bahwa perusahaan tambang dan KLHK telah bertindak tidak adil kepada kami, juga kepada lingkungan. Jelas tambang akan mengakibatkan bencana. Namun begitu, kementerian tetap memberikan persetujuan. Jadi sekarang pengadilan harus memastikan pemerintah menarik persetujuan itu," ungkapnya.

Baca juga: Warga Dairi Sebut PT DPM Pemicu Bencana Alam, KLHK Didesak Segera Cabut Izin Tambang Timah Hitam

Hal senada dikatakan Saudur Sitorus.

Ia mengatakan bahwa masyarakat setempat tidak ingin lahan pertanian yang selama ini digunakan untuk memenuhi kehidupan rusak akibat adanya pertambangan.

"Kami sudah melakukan pertanian produktif di wilayah ini puluhan tahun lamanya. Kami menyumbang kepada perekonomian provinsi dan nasional. Kami ingin pemerintah mendukung kami, bukan memperbolehkan tanah dan sungai kami dirusak. Kami tidak mau ada penambangan di wilayah kami. Tidak sampai kapan pun. Kami ingin tetap bisa melanjutkan pertanian kami," tegasnya.

Baca juga: Mantan Sekuriti PT DPM Blokir Jalan Menuju Perusahaan, Menuntut Agar Dipekerjakan Kembali

Selain itu, Direktur Eksekutif BAKUMSU,Tongam Panggabean selaku kuasa hukum masyarakat, menyatakan sudah ada pakar teknik dan lingkungan bertaraf dunia yang bersaksi sejak tahun 2019, bahwasanya tambang yang diusulkan itu akan membahayakan keselamatan dan juga lingkungan.

Laporan pakar tersebut sudah diserahkan ke KLHK. Namun, kementerian malah menyetujui tambang.

"Sungguh tidak bisa dipercaya. Sekarang, lega rasanya PTUN bisa memperbaiki hal ini. Ini kemenangan besar bagi masyarakat, " Tegasnya.

Tanggapan Pakar Internasional

Melalui zoom meeting, Pakar Internasional bidang hidrologi tambang, Dr Steven Emerman mengaku bahwa proyek PT DPM paling buruk tentang kehidupan manusia.

"Sering saya ditanya proyek tambang mana yang saya kaji yang merupakan proyek terburuk. Bisa saya katakan dengan pasti, dari sekian proyek tambang usulan yang pernah saya tinjau, baru tambang usulan DPM yang begitu abai terhadap kehidupan manusia," ungkapnya.

Baca juga: BAKUMSU dan Mahasiswa Serukan Buka Data Tambang PT Dairi Prima Mineral, Kawal Putusan PTUN

Sementara itu, Richard Meehan, seorang Pakar Internasional bidang konstruksi bendungan di area rentan gempa melaporkan pada tahun 2020, 2021, dan 2022 bahwa seluruh bukit yang menjadi lokasi usulan membangun fasilitas penyimpanan tailing dipenuhi degan abu vulkanik yang tidak stabil.

.Area di sekitaran Tambang PT DPM juga merupakan salah satu zona berisiko gempa tertinggi di dunia - disertai dengan badai besar dan banjir yang tinggi. 

"Saya memprediksi kemungkinan akan terjadi kerusakan bendungan, yang mungkin merupakan kerusakan yang bisa membawa bencana dengan jutaan ton tailing yang beracun mengalir menuruni bukit menuju desa-desa, " tutupnya.

Membumi Hanguskan Orang Dairi Aceh-Singkil

Keberadaan PT Dairi Prima Mineral (DPM) terus disoal oleh masyarakat di Kabupaten Dairi.

Selain dinilai merusak ekosistem alam, keberadaan PT DPM ini bisa mengancam keberadaan orang Dairi-Aceh Singkil.

"Tambang bawah tanah seluas 24.000 hektare serta bendungan limbah raksasanya adalah upaya sistematis mengundang bencana industri untuk membumi hanguskan orang Dairi-Aceh Singkil serta seluruh kehidupan pada wilayah tersebut," kata M Jamil, kuasa hukum warga dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), dalam siaran pers, Kamis (22/6/2023).

Berkenaan dengan PT DPM ini, masyarakat melakukan aksi di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (22/6/2023).

Baca juga: Komitmen Bersama Transformasi Pemutakhiran Data Simpeg Kemenkumham di Lapas Labuhan Bilik

Dalam aksinya, masyarakat melakukan aksi Mangandung.

Diketahui, 'Mangandung' merupakan upacara lisan dari adat Batak Toba, dimana dilakukan ritual meratap dengan menangis yang biasanya digunakan sebagai acara perkabungan.

Monica Siregar dari Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK) mengatakan, aksi ini digelar oleh warga Dairi mendesak PTUN Jakarta mencabut persetujuan lingkungan untuk aktivitas tambang seng dan timah hitam milik PT Dairi Prima Mineral (DPM) , yang saat ini menjadi objek sengketa gugatan warga Dairi dengan tergugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Dalam aksi Mangandung ini, warga Dairi ingin menyampaikan pertanian yang subur di Dairi adalah berkah dari pencipta, yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari hingga pemenuhan pendidikan keluarga. Tapi saat ini semua itu terancam karena kehadiran PT DPM yang difasilitasi oleh pemerintah," ujarnya.

Baca juga: Pahala Istimewa Puasa Arafah dan Tarwiyah, Amalan Sunnah Jelang Hari Raya Idul Adha

Sebelumnya, 11 orang warga Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi, menggugat Kepmen LHK No. SK: 854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Persetujuan Lingkungan untuk aktivitas tambang PT DPM. Gugatan ini didaftarkan ke PTUN Jakarta pada 14 Februari 2023 dan teregister dengan nomor perkara 59/G/LH/2023/PTUN.JKT.

"Aksi yang dilakukan warga Dairi pada hari ini bertepatan dengan agenda sidang Pembuktian ahli dari penggugat (warga Dairi) dan saksi dari tergugat (KLHK)," tutur Monica.

Gugatan warga terhadap Menteri Siti Nurbaya ini bukan tanpa sebab. Sejak awal PT DPM melakukan sosialisasi dan eksplorasi pada 2008, dimana warga menolak keras kehadiran tambang PT DPM karena kekhawatiran akan terjadinya bencana jika perusahaan tersebut beroperasi.

"Pasalnya, Kabupaten Dairi berada di zona merah yang berstatus 'Rawan Bencana'. Hal itu juga pernah diungkapkan oleh salah seorang pejabat yang menangani bencana Kabupaten Dairi juga pernah menyatakan, Kabupaten Dairi telah berstatus  'Swalayan Bencana' sebab segala jenis bencana sudah pernah terjadi dan mempunyai ancaman yang nyata," jelasnya.

Baca juga: Digigit Laba-laba, Rekan Setim Lionel Messi di MLS Inter Miami, Nick Marsman Sampai Masuk ICU

Hingga akhirnya pada 11 Agustus 2022, KLHK menerbitkan Persetujuan Lingkungan untuk aktivitas tambang PT DPM. Padahal dalam audiensi yang dilakukan warga Dairi di KLHK pada 24 Agustus 2022, yakni 13 hari setelah SK Persetujuan Lingkungan tersebut diterbitkan, pihak KLHK mengatakan bahwa mereka masih belum memberikan persetujuan lingkungan untuk PT DPM.

"Nah, yang paling fatal di 24 Agustus 2022 warga ke KLHK dan disambut oleh humas dari KLHK, beserta Dirjen Gakkum dan Dirjen PDLUK. Di situ kami merasa ditipu," kata Dormaida Sihotang, salah satu warga Dairi yang melakukan aksi Mangandung.

Sebelumnya, warga sudah berungkali menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan KLHK untuk tidak mengijinkan tambang beroperasi di kampung mereka.

Baca juga: Lapas Rantauprapat Kanwil Kemenkumham Sumut Ikuti Rapat Pleno Terbuka yang Diadakan KPU Labuhan Batu

"Bahkan kami juga berulang kali ke Jakarta untuk melakukan audiensi. Karena pertanian yang sudah kami kerjakan selama turun temurun dan akan terus diwariskan dari generasi ke generasi, telah cukup menghidupi dan menyejahterakan kami," pungkasnya.

Pada 9 Juni 2023 lalu, koalisi masyarakat sipil yang bersolidaritas pada perjuangan warga Dairi ini mengirimkan surat desakan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk memantau proses persidangan yang sedang berjalan ini.

Mengingat yang sedang digugat oleh warga Dairi adalah lembaga negara dan korporasi besar.

Sehingga harus dipastikan independensi majelis hakim agar tidak diintervensi oelh KLHK dan PT DPM.

Ketidakterbukaan KLHK yang manipulatif dalam penerbitan persetujuan Lingkungan Hidup kepada PT DPM itu menunjukkan adanya pelanggaran substansi dan prosedural yang dilakukan oleh pemerintah.

Saat ini, pemerintah sedang berjudi atas keselamatan warga dan lingkungan yang menjadi taruhannya.

Tindakan pemerintah yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan kehidupan petani dan warga Dairi merupakan kejahatan negara yang harus ditolak.

"Harusnya negara lebih bertanggungjawab dan lebih mendukung kehidupan masyarakat Dairi dengan mengembangkan pertaniannya dan melindungi hak-hak masyarakat sebagai petani yang menjadi penopang ketersediaan pangan, bukan dengan industri tambang," tutup Monica.

Perusak Alam di Kabupaten Dairi

PT Dairi Prima Mineral atau yang lebih dikenal dengan sebutan PT DPM adalah satu diantara perusahaan raksasa yang beroperasi di Kabupaten Dairi.

Keberadaannya disebut merusak alam dan lingkungan di Kabupaten Dairi, khususnya di Dusun Sopokamil, Kecamatan Silima Pungga-pungga.

Bahkan, keberadaan PT DPM dianggap memicu pencemaran lingkungan yang sangat massif.

Sayangnya, Pemkab Dairi, DPRD Dairi, bahkan aparat kepolisian dan kejaksaan terkesan melempem menghadapi PT DPM ini.

massa aksi yang menggeruduk Kantor Bupati Dairi terkait penolakan PT DPM.
massa aksi yang menggeruduk Kantor Bupati Dairi terkait penolakan PT DPM. (TRIBUN MEDAN/ALVI)

Baca juga: Hasil Panen Durian Warga Dairi Berkurang, Dampak Tambang PT. DPM

Sama halnya dengan PT Gruti.

Masyarakat di Kabupaten Dairi mengatakan, bahwa PT Gruti tak ubahnya PT DPM yang sama-sama merusak alam dan lingkungan.

Meski sudah berkali-kali didemo, respon Pemkab Dairi, aparat kepolisian, hingga anggota DPRD Dairi dianggap lamban.

Bahkan, masyarakat di Desa Parbuluan VI, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi merasa ditipu oleh DPRD Dairi.

Mereka sempat dijanjikan akan mendapat dukungan politik untuk menghentikan aktivitas diduga pengerusakan hutan yang dilakukan PT Gruti.

Baca juga: Merasa Ditipu, Massa Aksi Beberkan Kebohongan PT Gruti Hingga Anggota DPRD

Ratusan massa aksi menggeruduk Kantor Bupati Dairi,Tolak Kehadiran PT Gruti dan PT DPM, Selasa (1/11/2022).
Ratusan massa aksi menggeruduk Kantor Bupati Dairi,Tolak Kehadiran PT Gruti dan PT DPM, Selasa (1/11/2022). (TRIBUN MEDAN/ALVI SUWITRA)

Nyatanya, sampai sekarang PT Gruti masih beroperasi dengan aman-aman saja.

"Mereka menyatakan bahwa masyarakat akan mendapat dukungan politik. Namun itu semua bohong," kata Pangehutan Sijabat, warga yang sudah beberapa kali melakukan protes ke pemerintah, sepekan lalu.

Saat melakukan aksi, warga Desa Parbuluan VI menyatakan siap mati melawan PT Gruti ini.

Dari hasil temuan masyarakat, setidaknya ada 50 hektare lahan hutan yang sudah hancur akibat ulah PT Gruti.

"Kami perhitungkan ini, kira - kira sudah mencapai 50 hektare yang sudah dirambah oleh mereka," kata Sijabat.

Baca juga: Massa APUK Geruduk Kantor DPRD dan Bupati Dairi, Tolak Kehadiran PT Gruti dan PT DPM

Jika PT Gruti diduga bebas menggunduli hutan tanpa diproses hukum, tak jauh beda dengan PT DPM yang juga diduga melakukan kegiatan eksplorasi perusakan lingkungan.

Masyarakat menyebut, PT DPM pernah beberapa kali menggunakan dinamit.

Tak pelak, aksi ini membuat rumah masyarakat rusak, karena bagian dinding menjadi retak dan bisa saja roboh.

Bukan cuma itu, PT DPM juga disebut ada membuat satu terowongan rakasasa di kawasan hutan.

Terowongan raksasa ini dikhawatirkan akan menimbulkan bencana maha dahsyat, jika sewaktu-waktu ambles akibat gempa bumi.

Baca juga: Penduduk Desa Parbuluan Siap Mati Jika Lahannya Diserobot PT Gruti

Diketahui pula, bahwa Kabupaten Dairi ini adalah wilayah yang menjadi sesar gempa bumi.

Sehingga, segala tindakan eksplorasi PT DPM ini dinilai para aktivias lingkungan bisa mengancam kerusakan alam, bahkan bisa mengancam ratusan nyawa masyarakat.

Meski begitu, sampai detik ini Pemkab Dairi sendiri melempem menghadapi kenyataan.

Mereka berdalih tak bisa berbuat banyak untuk mengatasi masalah ini.

Bupati Dairi bilang urusan pusat

Pada Selasa (1/11/2022) lalu, Bupati Dairi Eddy Keleng Ate Berutu sempat menemui masyarakatnya yang terdampak aktivitas PT DPM dan PT Gruti.

Dalam kesempatan itu, Bupati Dairi terang-terangan menyebut dirinya tak punya kuasa untuk mengatasi dua perusahaan ini.

Alasannya, untuk menyelesaikan persoalan yang timbul akibat PT DPM dan PT Gruti, harus dilakukan secara berjenjang.

Bupati Dairi, Eddy Keleng Ate Berutu menemui massa aksi yang berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Dairi, Selasa (1/11/2022) .
Bupati Dairi, Eddy Keleng Ate Berutu menemui massa aksi yang berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Dairi, Selasa (1/11/2022) . (TRIBUN MEDAN/ALVI SUWITRA)

Baca juga: Tolak Beroperasinya PT DPM, Massa Geruduk Kantor Bupati Dairi, Gelar Aksi Tabur Bunga

“Kami tidak bisa memutuskan, ini di luar kewenangan kami. Semuanya harus berjenjang, enggak bisa melanggar," kata Bupati Dairi kala itu.

Ia beralasan, semua urusan ini harus diselesaikan di Jakarta. 

"Urusan yang kita bahas ini adalah di Jakarta, kementrian. Jadi saya tentu akan berkomunikasi dengan mereka untuk menyampaikan tuntutan amang, inang semua,” ungkapnya.

Soal rekomendasi tuntutan penutupan PT DPM dan PT Gruti, Bupati Dairi ngaku tidak bisa melakukannya. 

Baca juga: Petrasa Gelar Nobar Film Dairi Diancam Tambang, Perlihatkan Sisi Negatif Kehadiran PT DPM

“Otoritas saya terbatas. Saya enggak mau Pemkab melanggar hukum. Saya harus melihat secara keseluruhan, saya tidak boleh melalui garis yang ditetapkan oleh pemerintah. Saya sudah terima, tentu saya akan telaah dan saya akan bersurat, nanti setelah itu tunggu perintah dari atasan,” ucapnya.

Terkait desakan masyarakat untuk mencabut izin PT DPM dan PT Gruti, lagi-lagi Bupati Dairi tak berpihak kepada masyarakat.

Dalihnya, karena dia tidak bisa semena-mena.

Meski mengaku tak bisa semena-mena pada perusahaan, tapi masyarakat menilai sikap Eddy Keleng Ate Berutu itu justru semena-mena kepada rakyatnya sendiri, karena terkesan melakukan pembiaran terhadap kerusakan alam dan lingkungan. 

Baca juga: Gugatan Kementerian ESDM Ditolak PTUN Jakarta, Warga Dairi Desak Kontrak PT DPM Dibuka ke Publik

"Warga negara itu bermacam-macam, bapak presiden mengatakan kita harus bersama-sama. UMKM harus kita lindungi, perusahaan kita lindungi, individu kita lindungi, hak-hak ada kita lindungi, semua," katanya.

"Jadi saya harus lihat semua. Sejauh itu kalau dia melanggar kita tindak, sama saja," katanya.

Bupati menegaskan tetap tidak bisa memilih untuk langsung menutup PT DPM dan PT Gruti.

"Misalnya, kalau menyangkut AMDAL, itu diputuskan oleh kementrian, bukan saya. Terima kasih," katanya, kemudian meninggalkan rakyat yang butuh kepastian dan perlindungan itu.

PT Gruti enggak ngaku merusak hutan 

PT Gruti, perusahaan yang dituding masyarakat sebagai pihak perusak hutan dan alam tidak mengakui tuduhan yang dilontarkan kepadanya.

Mereka berdalih tidak pernah merusak hutan dalam bentuk ilegal logging. 

"Mana ada kami merusak hutan. Kayu-kayu ini sudah lama ditebang," kata Kery Sinaga, Penanggungjawab PT Gruti di Desa Parbuluan VI, Kamis (10/11/2022).

Dia berdalih, pohon-pohon yang ditebang itu sudah lama.

Mereka baru enam bulan di Kabupaten Dairi

"Kalaupun pelakunya kami, apa urusannya sama mereka. Memang kami yang megang konsesi. Kami yang punya izin," kata Kery. 

Kery mengatakan, PT Gruti saat ini memegang konsesi lahan seluas 8.800 hektare.

Namun, saat ini yang baru dikelola seluas 450 hektare, karena sisanya masih dikelola oleh warga sekitar.

"Luas konsesi yang dipegang oleh PT Gruti seluas kurang lebih 8.800 hektare. Namun yang masih kami kelola untuk membuka perladangan kopi seluas 450 hektare. Karena sebagian tanah produktif di sini, masih ditanami oleh warga. Jadi kami biarkan saja dulu," terangnya.(crtribun-medan.com)

Update berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter  

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved