Tapi hubungan Jokowi, Prabowo Subianto, dan Bobby, adalah hubungan politik yang belum lama terbentuk. Hubungan antara mereka hanya berupa hubungan transaksional politik sejak pemilihan umum 2024. Sementara hubungan Prabowo dengan Edy Rahmayadi justru bisa dikatakan jauh lebih mendalam, yakni hubungan personal, historis, dan hubungan “solidaritas seragam”.
Edy Rahmayadi adalah kandidat yang didukung oleh Prabowo di Pilkada sebelumnya. Keduanya juga sama-sama alumni seragam hijau, yang nyaris tidak terdengar pertentangan di antara keduanya selama ini. Berbeda dengan misalnya Andika Perkasa, yang sejak era mertuanya sudah berada dalam pilihan politik yang berbeda dengan Prabowo. Sehingga kondisi ini akan membuat Prabowo secara pribadi tidak akan terlalu ikut mengintervensi Pilkada Sumut.
Karena bagi Prabowo, jika dikaitkan dengan konteks ini, siapapun yang akan memenangkan Pilkada Sumut akan sama-sama bisa diakses dan disubordinasi dengan mudah. Artinya, baik Bobby maupun Edy sama-sama berpeluang tetap menjadi orang Prabowo di Sumut nanti, paska Pilkada selesai. Berbeda dengan di Jakarta, misalnya. Jika Prabowo dan Jokowi tidak mengintervensi secara politik untuk membendung Anies, jika Anies ternyata menang, maka potensinya menjadi lawan Prabowo akan sangat besar di kemudian hari.
Pendeknya, di sini saya ingin mengatakan bahwa meskipun Bobby adalah kader yang diusung Partai Gerindra dan mendapatkan dukungan dari KIM, tidak serta merta hal itu menjadikan Bobby sebagai orang Prabowo satu-satunya di Sumatera Utara di satu sisi dan tidak juga berarti bahwa Edy Rahmayadi serta merta menjadi musuh Prabowo yang harus dibuat kalah di sisi lain. Dengan kata lain, ketiga faktor di atas, tidak tertangkap oleh hasil-hasil survei, sehingga masih memiliki potensi untuk mengahasilkan Pilkada yang tidak terlalu sama dengan proyeksi hasil survei.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.